JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus kelompok penebar ujaran kebencian Saracen langsung diusut cepat oleh pihak kepolisian. Menurut Anggota Komisi III DPR, Sufmi Dasco Ahmad, pihak kepolisian jangan hanya pelaku lapangan yang ditangkap.
Namun, kata dia, polisi juga harus menyasar ke siapa mastermind di belakangnya.
"Termasuk dan terutama pihak-pihak yang mendanai," katanya dalam keterangan tertulisnya yang diterima JawaPos.com, Sabtu (26/8/2017).
Dia menyatakan, pihak kepolisian juga perlu melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sehingga tidak akan sulit melacak siapa yang mendanai Saracen.
"Saat ini setiap transaksi baik tunai maupun non tunai amat mudah dilacak, terlebih sudah ada pelaku lapangan yang bisa dinterogasi," tutur Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.
Adapun pengungkapan siapa yang mendanai Saracen itu harus menjadi prioritas agar bisa diketahui apa motif sebenarnya dari aktivitas mereka. Diakuinya, dirinya khawatir ada pihak-pihak yang ingin menjadikan kasus Saracen itu komiditas politik untuk menyudutkan lawan politiknya.
Sebab, imbuhnya, dalam politik dikenal dengan strategi yang namanya playing victim, yakni bersikap seolah-olah sebagai korban untuk mengambil simpati dan sekaligus menyudutkan lawan politik.
"Oleh karena itu, agar kita semua tidak berspekulasi, polisi harus segera menuntaskan kasus ini," tuntasnya.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim telah menangkap tiga orang pengelola grup Saracen yang diduga menyebarkan ujaran kebencian. Ketiganya, berinisial JAS (32), MFT (43), dan SRN (32). Tiga orang itu ditangkap di tiga lokasi berbeda, yakni Jakarta Utara, Cianjur, Jawa Barat, dan Pekanbaru, Riau dalam rentang waktu 21 Juli hingga 7 Agustus.
Ketiganya dijerat dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut Kepala Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Komisaris Besar Irwan Anwar, Sindikat pengelola grup Saracen memasang tarif puluhan juta bagi pihak-pihak yang ingin memesan konten ujaran kebencian dan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). (cr2)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama