JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Irjen Napoleon Bonaparte resmi bebas dari penjara setelah menjalani vonis 4 tahun kurungan atas perkara yang menjeratnya. Yaitu kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap dan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Napoleon terbukti menerima suap dari Djoko Tjandra senilai SGD 200 ribu atau sekitar Rp2,1 miliar dan USD 370 ribu sekitar Rp5,1 miliar. Meski sudah pernah terjerat kasus hukum dan menjalani vonis, namun jenderal bintang dua itu belum diproses secara hukuman internal Polri atau sidang kode etik.
"Sidang kode etik terhadap Napoleon Bonaparte masih dalam proses," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat (25/8/2023).
Sebagai pejabat publik, Napoleon Bonaparte tentu wajib melaporkan harta kekayaan atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Namun, saat ditelisik di laman elhkpn.kpk.go.id pada Jumat (25/8), LHKPN atas nama Napoleon Bonaparte tidak terdaftar atau tidak ada data. Sehingga hingga kini belum diketahui berapa jumlah kekayaan Napoleon yang telah dilaporkan kepada negara.
Sebagai informasi, dikutip dari buku Pengantar LHKPN terbitan KPK, LHKPN adalah daftar seluruh harta kekayaan penyelenggara negara beserta anak dan istri yang masih menjadi tanggungannya.
Kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaan (LHKPN) diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN; UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK; Inpres No.5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Keputusan KPK Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman LHKPN.
Dari aturan-aturan tersebut, penyelenggara negara wajib diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan sesudah menjabat. Selain itu, penyelenggara negara juga wajib melaporkan LHKPN ketika pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun; serta mengumumkan harta kekayaannya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman