JAKARTA (RIAUPOS.CO) - DPR akhirnya mengesahkan Revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU setelah melalui perjalanan yang panjang.
Adapun semua fraksi yang ada di DPR diketahui sepakat tidak ada perbedaan pandangan mengenai pengesahan UU itu. Menelisik ke belakang, UU itu dikebut penyelesaiannya setelah adanya teror bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur yang dilakukan oleh Dita Oepriyanto bersama dengan keluarganya.
Baca Juga :
Ketua DPRD Siak Berikan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir
Kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta kepada DPR untuk segera menyelesaikan Revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Bahkan, mantan gubernur DKI Jakarta itu menegaskan jika sampai Juni tidak rampung, dirinya akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu.
Akan tetapi, DPR menolak dikatakan sengaja membuat lambat revisi UU itu. Menurut Ketua Pansus Antiterorisme Muhammad Syafii, yang membuat lambat sebenarnya dari pemerintah sendiri.
Pemerintah dua kali meminta penundaan penyelesaian revisi tersebut karena masih adanya perbedaan pandangan mengenai definisi terorisme. Inilah perjalanan panjang Revisi UU Nomor 15/2003 yang diketahui awal pembahasannya sejak 2016.
14 Januari 2016
Terjadinya aksi teror di kawasan Sarinah-Thamrin. Belakangan diketahui dalang aksi tersebut adalah Aman Abdurrahman.
15 Januari 2016
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan pun lantas bergerak cepat dan meminta DPR sengera melakukan Revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
21 Januari 2016
Revisi UU tersebut disepakati untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Hal itu karena pemerintah menginginkan DPR segera melakukan pembahasan revisi mengingat perlu adanya tindakan preventif terhadap pelaku teror.