Siapa di Balik BBP, Kreator Hoaks Surat Suara?

Hukum | Kamis, 10 Januari 2019 - 10:30 WIB

Siapa di Balik BBP, Kreator Hoaks Surat Suara?
GIRING BBP: Tersangka kasus berita hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos digiring polisi di Divisi Humas, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/1/2019). (MIFTAHULHAYAT/JPG)

Kendati handphone dan sim card BBP telah dibuang. Namun, penyidik masih bisa menghidupkan kembali sim card milik BBP. ”Dari sanalah akan dideteksi, apakah ada komunikasi antara BBP dengan seseorang terkait pembuatan hoaks,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, penyidik juga akan mendeteksi transaksi keuangan dari BBP. Tentu, untuk melihat kemungkinan BBP mendapatkan bayaran dari pemberi order berita hoaks. 
Baca Juga :Pemilu di Indonesia Paling Singkat Sekaligus Paling Rumit

”Jika ada juga membantu mengetahui siapa aktor intelektualnya,” urainya.

Menurutnya, bila ditemukan adanya pembayaran, tentu pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) juga bisa diterapkan dalam kasus tersebut. Sehingga, uang hasil kejahatan pembuatan hoaks ini bisa didapatkan.  ”Tidak hanya pelaku, uang kejahatan juga telusuri,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengapresiasi penanganan kasus hoaks 7 kontainer surat suara tersebut. Dia memastikan tidak meminta yang berlebihan dalam penanganan kasus itu.

’’Saya ingin pelaku diperlakukan sebagaimana ketentuan peraturan hukum yang berlaku,’’ terangnya saat ditemui di kompleks Parlemen, kemarin.

Menurut Arief, kasus itu bisa menjadi pelajaran positif bagi semua pihak. Baik penyelenggara pemilu, peserta, maupun masyarakat. ’’Apa yang dia perbuat harus dia pertanggungjawabkan,’’ lanjut mantan komisioner KPU Provinsi Jawa Timur itu.

Harapannya, tidak ada lagi hoaks-hoaks yang muncul terkait pemilu.

Sejauh ini, pihaknya belum berkomunikasi lagi dengan Bareskrim terkait perkembangan kasus tersebut. Bareskrim juga belum mengirim panggilan apapun kepada komisioner KPU, semisal untuk menjadi saksi dalam kasus tersebut. Di samping itu, Arief juga membantah bila pihaknya disebut terlalu reaktif dalam merespons kasus hoaks tersebut. Menurut dia, KPU tidak reaktif dalam kasus itu. Pihaknya sudah mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan melaporkan kasus itu ke Bareskrim Polri.

Dia membandingkan kasus itu dengan serangan-serangan hoaks lain yang sebelumnya juga menimpa KPU. Dalam setiap serangan hoaks, KPU mempelajari dan mempertimbangkan respons apa yang perlu diambil. Ada yang bisa direspons secara sederhana, ada yang cukup dengan menjelaskan fakta, tergantung potensi dampak masing-masing serangan.

Namun, untuk hoaks tujuh kontainer surat suara, KPU menilai hal itu sudah meresahkan. ’’Tudingannya sudah langsung mengarah. Bahkan disebutkan KPU telah menyita satu kontainer. Ini kebohongan luar biasa,’’ tuturnya.

Beda dengan hoaks 25 juta data ganda misalnya yang arahnya lebih mempertanyakan kebenaran. Dalam hal itu, KPU cukup menelusuri sejenak dan menyampaikan faktanya. Dalam hoaks tujuh kontainer surat suara, kembali dia menegaskan ada upaya delegitimasi penyelenggara. Dalam arti, ketika penyelenggara tidak melakukan hal buruk, tiba-tiba diolok-olok seolah melakukan hal buruk. ’’Itu upaya untuk mendelegitimasi keberadaan KPU,’’ tambahnya.(idr/byu/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook