JAKARTA (RIAUPOS.CO) -Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar angkat bicara soal vonis 15 tahun penjara oleh hakim PN Tipikor Jakarta kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus e-KTP.
Menurutnya, seharusnya hukuman Novanto harus lebih tinggi dari itu, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup.
"Seharusnya dihukum maksimal (paling tidak 20 tahun atau seumur hidup)," katanya saat dikonfirmasi JawaPos.com, Selasa (24/4/2018).
Diterangkannya, hukuman maksimal layak disandang mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu karena peran yang dilakukan Novanto cukup dominan, jika ditelisik dari keterangan para terdakwa kasus e-KTP yang telah divonis bersalah.
"Depdagri (terdakwa Irman dan Sugiharto) dan AA (Andi Agustinus/Andi Narogong) menyatakan bahwa terdakwa yang akan mengorganisasikan terlaksananya proyek e-KTP," tuturnya.
Meski hukuman dianggap ringan, dia menilai itu cukup setimpal dilihat dengan adanya uang pengganti sejumlah USD 7,3 juta dan pencabutan hak politik.
"Namun begitu, hukuman cukup setimpal terutama adanya uang pengganti sejumlah USD 7,3 juta dan pencabutan hak politik," jelasnya.
Terdakwa perkara dugaan korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto sebelumnya divonis oleh Majelis Hakim selama 15 tahun kurungan penjara.
Dia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan setelah terbukti secara sah bersama-sama melakukan korupsi pengadaan e-KTP sehingga merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun dari proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
"Mengadili, menyatakan Novanto terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan kepada terdakwa Setya Novanto 15 tahun pidana dan denda 500 juta," kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (24/4/2018).(ce1/ipp)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama