JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mengenakan batik cokelat, mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham dengan saksama mendengarkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan tuntutan. Sesekali, Idrus yang duduk di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta tampak menggelengkan kepala.
Saat jaksa mulai membacakan bagian akhir tuntutan, Idrus terlihat serius dan tampak seperti menajamkan pendengaran. Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golongan Karya (Golkar) itu pun tampak beberapa kali menggelengkan kepala ketika jaksa menuntut hakim menjatuhkan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan untuk dirinya.
”Menyatakan terdakwa Idrus Marham terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama,” kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan dalam amar tuntutannya, Kamis (21/3).
Jaksa menuntut Idrus terbukti bersalah karena menerima suap Rp2,25 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo. Suap itu diterima secara bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Pemberian suap itu berkaitan dengan kesepakatan kerja sama pembangunan proyek PLTU Riau 1 yang dikerjakan anak perusahaan Blackgold, PT Samantaka Batubara. Menurut jaksa, uang tersebut digunakan untuk biaya musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar 2017 lalu.
Namun, beda dengan Eni, jaksa KPK tidak menuntut hakim mencabut hak politik Idrus. Padahal, di persidangan Eni untuk kasus yang sama, jaksa menuntut hakim mencabut hak politik Eni selama lima tahun. Lalu, hakim memvonis Eni dengan hukuman pencabutan hak politik selama tiga tahun yang harus dijalani usai pidana pokok selesai. Di sisi lain, usai sidang, Idrus mengaku kecewa dengan tuntutan jaksa. Menurut dia, tuntutan jaksa sangat jauh dari fakta persidangan. Misal, terkait dengan penerimaan suap.
”Padahal, uang saya dipinjam Eni (bukan hasil suap, red),” tutur suami Ridho Ekasari tersebut.(tyo/jpg)