JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan merasa bahagia bisa terbebas dari jeratan hukum. Kasus yang menjeratnya adalah kegagalan Pertamina dalam akuisisi Blok BMG sebesar 10 persen yang menyebabkan kerugian negara hingga USD 31,5 juta.
Karen Agustiawan pun mengucap syukur bisa keluar dari tahanan selama kurang lebih 1,5 tahun mendekam dibalik jeruji besi.
"Saya mau ucapkan terima kasih kepada teman-teman baru saya yang telah menemani saya selama satu tahun lima bulan 15 hari, baik di Rutan Pondok Bambu maupun di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung," kata Karen saat keluar dari Rutan Kejagung, Selasa (10/3).
"Mereka yang telah berbagi suka duka dengan saya selama saya mengalami proses tahanan ini," imbuhnya.
Karen pun melontarkan rasa kekecewaannya. Dia menyebut, sejak awal kasus yang menjeratnya bukan merupakan perbuatan pidana, karena merupakan aksi korporasi yang domainnya merupakan hukum perdata.
"Karena Blok BMG ini adalah aksi korporasi yang tekennya adalah business judgement, yang domainnya adalah hukum perdata, tapi dipaksakan menjadi domain hukum pidana, Tipikor," sesal Karen.
Karen melontarkan kekecewannya. Menurutnya nama baik serta karakternya rusak akibat kasus hukum yang menjeratnya. Dia pun mengapresiasi langkah Majelis Hakim tingkat kasasi yang memutus lepas dari segala tuntutan hukum.
"Saya masih merasa bersyukur bahwa saya tidak mengalami keadilan di sisi hulu, tapi kemarin saya mengalami keadilan di sisi hilir. Pihak yang telah memberikan keputusan onslagh adalah mereka yang telah sangat cermat, profesional dan adil terhadap kasus saya," beber Karen.
Sementara itu, tim kuasa hukum Karen, Soesilo Aribowo mengapresiasi Mahkamah Agung yang telah memutus lepas kliennya dari segala tuntutan hukum. Sebab pada pengadilan tingkat pertama, kliennya divonis hukuman 8 tahun penjara.
"Jadi bagi kami ini adalah putusan yang terbaik yang saat ini diterima oleh bu Karen. Karena selama di Pengadilan Negeri ada hukuman penjara 8 tahun. Tapi dengan persidangan kemarin diucapkan oleh Majelis Hakim Agung yang terdiri dari lima orang itu diputuskan dengan putusan bahwa perbuatannya itu adalah masuk kategori perbuatan yang bukan perbuatan pidana," ujar Soesilo.
Soesilo pun menegaskan, Kejagung tidak bisa mengajukan upaya hukum lain seperti peninjauan kembali (PK). Karena dalam KUHAP diatur yang berhak mengajukan PK adalah terdakwa.
"Normanya (Kejagung) KUHAP tidak ada upaya hukum lagi untuk melalukan semacam PK. Yang bisa mengajukan terdakwa atau keluarganya," tegas Soesilo.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal