JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil diduga menerima suap senilai Rp1,4 miliar dari perusahaan travel umrah. Uang suap itu diterima M Adil setelah membantu memenangkan proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Hal ini diketahui KPK setelah M Adil resmi menyandang status tersangka, setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Kamis (6/4) kemarin. M Adil terjerat bersama dengan dua pihak lainnya, yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Ningsih dan Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa sebagai tersangka.
"Sekitar bulan Desember 2022, MA menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT TM (Tanur Muthmainnah) melalui FN (Fitria Ningsih) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2023) malam.
KPK menduga, penerimaan suap itu karena M Adil turut membantu memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam proyek pemberangkatan umrah para takmir masjid.
"Karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," papar Alex.
Selain terjerat penerimaan suap jasa travel umrah, Bupati Meranti turut terjerat pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun 2022 sampai 2023. Kemudian, dugaan suap pengondisian pemeriksaan keuangan pada 2022 yang melibatkan auditor BPK perwakilan Riau di Pemkab Kepulauan Meranti.
Muhammad Adil sebagai tersangka penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Muhammad Adil juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu Fitria Ningsih sebagai pemberi melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
M Fahmi Aressa sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman