KORUPSI KEMENPORA

Imam Nahrawi Saling Tuding dengan Gatot

Hukum | Rabu, 04 Maret 2020 - 19:27 WIB

Imam Nahrawi Saling Tuding dengan Gatot
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, angkat bicara terkait informasi dirinya yang meminta Sesmenpora Gatot Dewa Broto untuk mundur dari jabatannya. Imam menyebut, Gatot tak banyak membantunya selama bertugas sebagai Menpora.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) --  Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, angkat bicara terkait informasi dirinya yang meminta Sesmenpora Gatot Dewa Broto untuk mundur dari jabatannya. Imam menyebut, Gatot tak banyak membantunya selama bertugas sebagai Menpora.

Sehingga dalam persidangan kasus suap dan gratifikasi dana hibah KONI, Gatot pernah diminta mundur dari jabatannya oleh Imam Nahrawi. Permintaan itu datang dari staf pribadi Imam, Miftahul Ulum.


"Sebetulnya itu adalah akumulasi dari banyak hal, termasuk saat di Istana Negara, bapak tidak melaporkan ke saya tugas saya apa dan ketika saya sampai Istana Negara bapak enjoy ngobrol dengan pejabat lain. Padahal bapak adalah Sesmenpora, yang mestinya memberi tahu tugas saya, tugas saya apa di sana dan bapak tidak melaporkan itu," kata Imam menanggapi pernyataan Gatot di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/3).

Lantas Gatot menyanggah pernyataan Imam, dia menyebut tidak mungkin tidak pernah melaporkan suatu hal kepada Imam. "Saya pernah melaporkan ke bapak pada sebelum acara, tidak mungkin tidak melaporkan," jawab Gatot.

Kendati demikian, Gatot mengaku diterima Imam usai acara berlangsung. Imam menyesalkan sikap Gatot yang tidak membantunya selama menjadi Menpora.

"Saya mengingat betul laporan bapak itu setelah acara dan itu pun setelah saya tegur. Karena kebiasan bapak memang, kedekatan bapak dengan pejabat dan memang sering melupakan menterinya dan bahkan mencari panggung sendiri," sesal Imam.

"Itu hak bapak untuk menjawab seperti itu," cetus Gatot.

Terdakwa kasus suap dan gratifikasi dana hibah KONI ini pun menyesalkan sikap Gatot yang tidak memfungsikan juru bicara Kemenpora. Padahal, Imam saat itu telah menunjuk salah seorang jubir Kemenpora.

"Saya mengangkat juru bicara juga tidak difungsikan, tapi bapak menjadi juru bicara terus menerus dan bahkan, beberapa hal yang masih dirapatkan di Istana Negara, yang tidak boleh diumumkan oleh siapapun, ternyata bapak mengumumkan sendiri," sesalnya.

Sementara itu, usai persidangan Gatot tidak merasa sakit hati oleh Imam Nahrawi. Dia mengaku tetap bekerja sepenuh hati meski ada upaya untuk menyingkirkannya.

"Nggak, ngapain sakit hati. Kalau saya sakit hati, saya nggak mau meskipun beliau sudah berusaha menyingkirkan saya tadi. Cuma nggak terungkapkan di sini, mungkin nggak enak saja. Beliau itu mau menyingkirkan saya tanggal 16 November 2018, saya tetap berbakti sama beliau nggak ada kurang-kurangnya," tukas Gatot.

Dalam perkara ini, Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp 11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Penerimaan suap itu diduga dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI.

Perbuatan Imam diduga dilakukan bersama-sama dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora RI.

Selain itu, Imam juga disebut menerima gratifikasi bersama-sama dengan Ulum. Imam diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebesar Rp 8,6 miliar.

Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Imam Nahrawi juga didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook