TERKAIT MASUKNYA PASAL KORUPSI

RUU KUHP Dikhawatirkan Lemahkan KPK, Advokat Senior Bilang Begini

Hukum | Sabtu, 02 Juni 2018 - 17:20 WIB

RUU KUHP Dikhawatirkan Lemahkan KPK, Advokat Senior Bilang Begini
Ilustrasi. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO)‎ - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam waktu dekat akan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Padahal, di dalam draft RUU itu, disinyalir adanya pasal korupsi yang masuk ke dalamnya, sehingga ditentang oleh KPK. Terkait itu, advokat senior Maqdir Ismail mempertanyakan apa yang menjadi alasan hingga KPK menolak menerima jika UU Tipikor di satukan dengan KUHP.

Baca Juga :Ketua DPRD Siak Berikan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir

Dia menilai jika KPK memang lembaga independen harusnya menerima karena tetap akan bisa berjalan pada koridornya.

"Kenapa khawatir? Seolah-olah pemberantasan korupsi berhenti. Enggak ada masalah. Kalau lembaga tetap ada tetap jalan," katanya dalam acara diskusi perspektif indonesia dengan tajuk "Berebut Pasal Korupsi?" di Jakarta, Sabtu (2/5/2018).

Akibat penolakan itu, dia menuding KPK sok hebat karena memasukkan perbuatan administratif masuk dalam pasal korupsi, seperti penyalahgunaan wewenang. Dia menilai, nanti dalam KUHP pasti akan dibahas lebih jelas terkait hal itu.

"Nggak ada perbedaan isi yang ada dalam KUHP dengan UU Tipikor. Yang perlu dipahami penyalahgunaan atau melawan hukum hanya itu kan," tegasnya.

Senada, Anggota Komisi III DPR, Fraksi Partai Nasdem, T. Taufiqulhadi. Dia memandang, banyak yang salah persepsi terkait RUU KUHP yang baru-baru dibahas saat ini.

Menurutnya, draft KUHP sudah ada 20-40 tahun lalu. Jadi, adanya anggapan DPR dianggap mempunyai wewenang melemahkan KPK itu keliru.

"Anggap upaya mengurangi wewenang KPK yang dilakukan DPR, persepsi salah. Jauh meleset. Ini belajar dari draft yang telah dibuat jauh sebelum muncul KPK," tuturnya.

UU Tipikor yang berlaku sekarang, sambungnya, tidak berpengaruh dengan adanya teman sejawatnya yang kerap ditangkap KPK. Persoalan tangkap itu karena anggota DPR yang menentukan APBN, dinilai menerima uang lalu disergap. Padahal, KPK perlu menekanan pada pencegahan bukan penangkapan.

"KPK harusnya lakukan pencegahan. KUHP Apa akan lemahkan KPK? Sekarang KPK hanya kejar orangnya. Konteks selain menangkap orang harusnya diperhatikan, bisa tidak kembalikan kerugian tidak disentuh," tegasnya.

Lebih jauh dikatakannya, konteks pemberantasan korupsi dalam hal lain beda filosofi, seperti memenjarakan orang tersebut dengan selama-lamanya, tetapi harusnya bisa kembalikan uang negara yang sempat diambil oleh para koruptor itu. (ipp)

Sumber: JPG

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook