MENJEMPUT RINDU SEPEREMPAT ABAD DI DARATAN KAMPUNG LAMA TANJUNG ALAI

Satu dari 10 Kampung Terendam Itu Muncul Kembali

Feature | Selasa, 29 Oktober 2019 - 00:01 WIB

Satu dari 10 Kampung Terendam Itu Muncul Kembali
DESA TERENDAM: Tim Riau Pos berjalan di daratan Desa Tanjung Alai yang terendam di Danau PLTA Koto Panjang, Kampar, sebuah desa yang muncul ke permukaan ketika air surut sepanjang Oktober ini.(M Akhwan/Riau Pos)

Dulunya, masyarakat hidup dengan damai, tentram. Bertani, beternak dan berladang. Mengelola keragaman hayati hutan sekitar bukit barisan. Hidup berjauhan antarkampung, berjarak 10 kilometer di pelosok hutan satu sama lain. Hingga suatu ketika, di bawah pokok kayu diadakanlah pertemuan bersama sembilan tokoh ninik mamak. Jarak didekatkan di bawah pohon alai di ujung selat, menjadi Desa Tanjung Alai. Kini berada di dalam danau PLTA Koto Panjang.

Laporan EKA G PUTRA, XIII Koto Kampar


JIKA menoleh ke kiri dari jembatan panjang pertama yang ditemui di PLTA Koto Panjang arah dari Pekanbaru menuju provinsi tetangga Sumatera barat (Sumbar), jauh dari pandangan hanya terlihat air danau. Siapa sangka ratusan meter dari jembatan tersebut, dulunya hidup masyarakat sebuah perkampungan dengan tentram.

Air danau pertengahan Oktober kemarin surut. Jejeran kayu tampak menyeruak setengah hingga satu meter. Menambah indah suasana akhir pekan Riau Pos di XIII Koto Kampar pada pagi hari nan cerah. Jejeran kayu yang terlihat merupakan ujung dari pohon-pohon kayu yang sudah mati namun masih tegak berdiri di dasar danau. Daratan pun terlihat muncul tiba-tiba pada beberapa lokasi.

Supin Datuk Sinaro tampak sedang asyik berbincang di tepian danau dengan dua pria lebih muda. Sepuh yang berusia 68 tahun ini menikmati secangkir kopi panas duduk bersila di warung tak jauh dari jembatan PLTA Koto Panjang. Sejak lahir di perkampungan tengah hutan pada tahun 1951, dia ingat benar ketika itu bermain-main dari satu pohon ke pohon lain. Barangkali beberapa bagiannya pada ujung pohon yang muncul di tengah danau.

"Untuk makan besok tinggal ke kebun. Untuk hidup lebih baik, bersekolah harus keluar kampung. Tapi tak banyak ketika itu yang sekolah," kisahnya.

Dengan senyum terbuka, dia mempersilakan Riau Pos turut bergabung. Berkisah tentang masa lalu, masa sekarang, dan mimpi bagi anak cucu masa mendatang. Cerita yang dia dapati, dulu terdapat beberapa kubu di tanah kelahirannya. Kubu Sungai Besar, Batu Pandeh, Durian Bungkuk, Aur Duri, Ombak, Pulau Gundi, Ingu, Koto Talago, dan Kampuang Tolokuik.

"Dulunya, datang orang hebat ke kampung, Datuak Bandaro gelarnyo, datang ke Tanjung Alai, diajaklah warga menyatukan negeri ini, ditemui sembilan kubu ini," cerita Supin.

Dari sembilan koto atau kampung ini, menurut ceritanya, khusus Koto Talago, orangnya agak susah dirangkul.

"Setelah dirayu, mau tapi dengan syarat. Sebetulnya sudah menentukan lahan itu sebagai ulayat ditambah luas lahannya, apabila nanti setelah bersatu di mana posisi jabatan dalam adat itu diperjelas," katanya.

Datuak Bandaro berniat ingin menyatukan seluruh masyarakat koto-koto yang ada di sebuah perkampungan. Sehingga tidak ada lagi jarak satu sama lain dan dapat hidup berdampingan. Karena ketika itu, dengan kebersamaan, maka kemajuan kampung diimpikan dapat tercapai sehingga seluruh masyarakat sejahtera,









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook