Dinamika Pascadeklarasi
Dukungan para kepala daerah di Riau kepada petahana Jokowi-Ma’ruf bagaimana pun cukup mengejutkan. Apalagi, dinamika politik di daerah lain tidak ada yang seperti Riau. Bahkan di provinsi yang menjadi kantong-kantong suara Jokowi dan partainya PDIP, tidak ada dukungan kepala daerah sekompak Riau, nyaris seratus persen.
Publik tentu saja kaget. Apalagi, dukungan terbuka ini dilakukan setelah sempat ada bantahan sebelumnya. Harapan kepada Gubernur Riau terpilih juga sangat besar. Apalagi, dua dari tiga partai pengusungnya adalah PKS dan PAN yang notabene mengusung capres lainnya Prabowo-Sandi. Satu partai lain adalah Nasdem yang dalam kontestasi pilpres berada di pihak Jokowi-Ma’ruf.
Banyak yang bertanya-tanya tentang keputusan Syamsuar-Edy, sampai pada tingkatan menyesalkan. Tentu banyak juga yang menyampaikan apresiasi. Dukungan pada Syamsuar-Edy pun cukup banyak mengalir. Tapi simpatisan dan pendukung pasangan Gubernur-Wagub Riau terpilih ini tak sedikit juga yang kritis dan berkomentar pedas. Di lini masa, semuanya berseliweran.
Syamsuar memilih tak banyak berkomentar terkait pro-kontra sikapnya ini. Dia hanya pernah menyampaikan alasan singkat, bahwa kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini dinilainya berpihak kepada kepentingan rakyat. Telah tampak juga keberhasilan pembangunan di era sekarang.
"Untuk itu perlu dilanjutkan lima tahun mendatang," ujarnya.
Tapi demi melihat banyaknya sorotan ke arahnya, Syamsuar pun tak berdiam diri. Sebuah akun Facebook atas nama Drs. H. Syamsuar, MSi kemudian mengemuka ke ruang publik. Isinya semacam klarifikasi terhadap kontroversi yang terjadi. Sebenarnya ada banyak akun Facebook yang mengatasnamakan Syamsuar. Beberapa di antaranya diduga palsu alias dibuat dan dikendalikan orang lain untuk niat tertentu. Beberapa akun kepala daerah di Riau memang sempat dipalsukan, menggunakan data sang bupati atau wali kota, lengkap dengan foto keluarga, foto pribadi, dan kegiatan dinas, tapi ternyata bukan dikendalikan yang bersangkutan. Akun atas nama Wali Kota Pekanbaru, Firdaus, misalnya, ada yang pernah kedapatan palsu dan digunakan untuk modus penipuan.
Informasi yang dikumpulkan Riau Pos dari orang dekat Syamsuar, akun Drs. H Syamsuar, MSi memang akun sang Bupati Siak. Akun ini diklaim akun resmi Syamsuar yang dikelola staf pribadi. Kadang Syamsuar menulis pribadi dengan ditandai * (tanda bintang). Dalam salah satu postingan di akun itu, tertera status:
"Berbeda pandangan adalah rahmat. Mari sama merenungkan, dan sama memikirkan, bahwa kecintaan kita yang begitu besar pada Negeri ini, tidak terkikis habis hanya karena ’sebenang’ perbedaan tipis.
Saat berbeda, janganlah saling mencela. Silahkan mengkritisi, tanpa harus kehilangan kejernihan hati.
Jangan gadaikan kesopanan dan adab kesantunan di negeri Melayu ini. Tunjur ajar mengingatkan ’Elok kayu kerana daunnya, elok Melayu kerana santunnya. Apabila hidup hendak terbilang, sopan dijunjung santun dijulang’."
Di akhir tulisan itu, tertulis kalimat indah yang mengikat hati, terutama bagi pendukung yang mulai masygul dan ragu harapan.
"Demi Riau tercinta, InsyaAllah, saya masih Syamsuar yang sama."
Status itu diunggah Senin (15/10) pukul 3.00 WIB dinihari,
atau lima hari setelah peristiwa deklarasi. Sampai Rabu (24/10), status ini
disukai (like) 1.082 akun, dikomentari 1.588 akun dan 342 kali dibagikan. Dalam
kolom komentar, yang pro dan kontra tetap ada. Banyak yang mengagumi tulisan
yang dinilai indah, kuat, punya nilai dan karakter ini. Kendati demikian,
menariknya, banyak juga yang tak percaya itu ditulis Syamsuar atau stafnya.
Diduga ada ghost writer (penulis bayangan) yang berada di balik tulisan itu.
Akun Facebook Saidul Tombang misalnya, mengaku tahu persis siapa penulisnya. Boleh jadi juga, sang penulis bayangan memang sudah menjadi salah satu staf khusus sang Bupati.
Tidak Signifikan
Pihak partai pengusung Syamsuar dalam pemilihan Gubernur Riau memilih tak terlalu reaktif terhadap fenomena dukungan para bupati dan wali kota ini. Salah satunya dari PKS. Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Riau Mansyur Hs menyebut, ada hak politik mereka yang bebas menentukan pilihan-pilihan politik setelah pilkada usai. Kendati demikian, perubahan drastis itu tentu cukup mengejutkan.
"Memang disayangkan, seharusnya ada komunikasi terlebih dahulu. Sejauh ini tidak ada," ujar Mansyur.
Menurutnya wajar saja para kepala daerah punya pilihan politik sendiri. Apalagi, mayoritas partai pengusung kepala daerah di Riau bukan pengusung koalisi Prabowo-Sandi. Terhadap Syamsuar-Edy, memang PKS-PAN yang punya peranan besar. Tapi yang jadi catatan, sebelumnya tidak ada komitmen dukungan untuk calon gubernur akan sama dengan calon presiden.
"Barangkali nanti akan kita minta klarifikasi juga," ujarnya.
Terkait kemungkinan ada tekanan kepada para kepala daerah, dia tak tahu persis. Tapi karena saat ini merupakan tahun politik, tim sukses bisa saja melakukan manuver yang bisa memberikan tekanan tersendiri kepada kepala daerah. Apalagi tim sukses ini tidak satu, dan bisa jadi manuver yang satu akan berbeda pendekatan dengan yang lain. Dia menyebut, setelah Sandiaga Uno datang ke Riau, dukungan untuk Prabowo-Sandi sangatlah besar. Gaungnya kuat sekali. Makanya tim sukses Jokowi-Ma’ruf melakukan pendekatan yang khusus, dan akhirnya berbuah dukungan penuh kepala daerah di Riau.
Yang menjadi catatannya, petahana memiliki seluruh infrastruktur politik dan kekuasaan. Tentunya berbagai manuver dan teknik bisa dilakukan sehingga para kepala daerah akhirnya mau berdeklarasi. Tapi Mansyur yakin suara kepala daerah tak signifikan diikuti masyarakat.
"Kita ikuti suara netizen setelah deklarasi itu. Banyak yang kecewa. Dan itulah suara rakyat yang sesungguhnya," ujar Mansyur.
Suara Mansyur
Sementara itu, Ketua DPW PAN Riau Irwan Nasir mengaku siap menerima sanksi partai karena tak sejalan dengan garis partainya. Bupati Kepulauan Meranti yang dengan lugas menyampaikan dukungan pada Jokowi-Ma’ruf ini menegaskan, dukungannya murni dari pribadinya sendiri. Tidak ada intervensi dari pihak mana pun, termasuk pusat. Dukungan yang diberikannya pun merupakan dukungan yang sifatnya pribadi bukan kepartaian.
"Jadi ya sah-sah saja. Jangankan di PAN, di Gerindra saja ada yang dukung Pak Jokowi," katanya.
Yang dimaksud Irwan adalah Ketua Gerindra Kabupaten Rokan Hulu, Sukiman. Bupati Rohul itu diduga ikut mendukung bersama kepala daerah lainnya. Tapi saat dimintai tanggapannya terkait dukungan kepada rival capres Gerindra, Prabowo Subianto itu, Sukiman tak pernah menyahut. Dia hanya berlalu saat pers bertanya terkait itu.
Di pihak lain, Ketua DPD Demokrat Riau, Asri Auzar, menyebut, salah satu kader Demokrat di Riau memang memiliki sikap politik berbeda. Dia adalah Wali Kota Pekanbaru, Firdaus. Terkait hal ini, pihaknya akan melaporkan ini kepada DPP Demokrat.
"Kita hargai keputusan Pak Firdaus. Tapi arahan partai kan sudah jelas. Makanya kita serahkan ke DPP," ujar Asri.
Periksa Para Pihak
Setelah deklarasi dilakukan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Riau mulai bergerak. Barangkali para kepala daerah di Riau tak akan menyangka, Bawaslu akan melakukan langkah hukum dan pengawasan terhadap deklarasi yang mereka lakukan. Ini mengacu pada deklarasi para kepala daerah lainnya di Indonesia yang seakan dibiarkan saja.
Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemantauan sejak dua hari sebelum deklarasi dilakukan. Awalnya, karena Bawaslu tak menerima surat tanda terima pemberitahuan (STTP) kampanye, informasi soal rencana deklarasi itu dianggap hoaks. Tapi ternyata kemudian benar-benar ada deklarasi.
Setelah deklarasi dukungan benar-benar dilakukan, Bawaslu Riau melaksanakan pleno dan memutuskan ada indikasi pelanggaran pidana pemilu. Indikasi itu didapat dari penandatanganan dokumen dukungan. Di sana tertera nama kepala daerah berikut jabatannya.
"Itu kan atas nama lembaga kalau membawa nama jabatan," ujar Rusidi.
Dengan membawa lembaga, maka indikasi pelanggaran pidana pemilu terjadi. Makanya proses hukumnya diteruskan. Bawaslu pun menyelidiki dan menginvestigasi, tapi belum diregister sebagai temuan. Adapun dugaan pelanggaran bisa dua, yakni larangan menggunakan fasilitas negara dan larangan pejabat membuat keputusan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
Hal itu tertera dalam pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu berbunyi, "Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam negeri dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye."
Pelanggaran atas larangan tersebut akan dikenakan sanksi pidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran pemilu ini, maka Bawaslu Riau mulai memanggil para pihak. Ada empat pihak yang diundang, yakni KPU Riau, panitia kegiatan, yakni Projo Riau, para kepala daerah yang melakukan deklarasi, dan akademisi. Kepada Projo Riau dan para kepala diklarifikasi soal acara dan bentuk dukungan. Kepada akademisi akan ditanyakan sebagai ahli. Adapun kepada KPU Riau diundang untuk klarifikasi soal aturan dan izin kampanye, juga cuti para kepala daerah.
"Kita tanyakan ke KPU soal STTP, juga perihal deklarasi apakah masuk kampanye. Karena dalam nomenklaturnya, tak ada deklarasi. Tapi menurut KPU, itu termasuk kampanye," ujar Rusidi.
KPU Riau sendiri cenderung menyebut tidak ada masalah dalam kegiatan deklarasi itu. Datang saat klarifikasi itu Ketua KPU Riau Nurhamin dan komisioner Ilham M Yasir, Sabtu (13/10). KPU Riau menjelaskan itu dalam konteks administrasi kegiatan yang dilakukan panitia dan undangannya yakni para kepala daerah.
"Intinya kami memberikan masukan sesuai yang kami ketahui dan aturan yang ada," ujar Nurhamin.
Secara administrasi, sudah ada surat cuti dari para kepala daerah. Ada juga surat pemberitahuan kampanye oleh Projo Riau. Itu semua sesuai dengan UU nomor 7/2017, PKPU No 23, dan kemudian diubah dengan PKPU No 28, No 33/2018 serta juknis 1096.
"Jadi tak ada masalah," katanya.
Yang jadi persoalan, menurut Ketua Bawaslu Riau, Rusidi, para kepala daerah itu menggunakan jabatan saat penandatanganan. Inilah indikasi yang diklarifikasi Bawaslu ke para pihak. Pihaknya pun baru mendapatkan surat cuti sesaat sebelum deklarasi, bukan beberapa hari sebelumnya seperti klaim pihak Projo Riau.
"Kita belum menyebut ini pelanggaran. Ini baru indikasi, baru dugaan," ujar Rusidi.
Mangkir Hari Pertama
Klarifikasi kepada para kepala daerah di Riau dilakukan selama dua hari, dengan jadwal yang berbeda, yakni Rabu-Kamis (17/18-10). Pada Rabu (17/10), ada lima kepala daerah yang dipanggil Bawaslu, yakni Bupati Siak Syamsuar, Bupati Pelalawan M Harris, Bupati Kampar Azis Zaenal, Wali Kota Pekanbaru Firdaus, dan Bupati Rohul Sukiman.
Kelima kepala daerah ini mangkir dari undangan klarifikasi Bawaslu Riau itu. Tak ada yang datang. Hanya dua kepala daerah yang memberitahukan ketidakhadiran mereka, yakni Bupati Rohul Sukiman dan Bupati Pelalawan M Harris. Sukiman mengaku harus menghadiri rapat paripurna bersama DPRD yang sudah terjadwal. Adapun Harris mengikuti kegiatan dinas di Bali yang juga sudah terjadwal lama.
Bupati Siak Syamsuar tak hadir dalam klarifikasi Bawaslu Riau itu karena setelah bertemu Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, dia langsung berangkat melakukan ibadah umrah. Selain umrah, Syamsuar juga melaksanakan kegiatan promosi wisata Siak di Arab Saudi sebagai utusan Indonesia. Syamsuar dijadwalkan baru kembali ke Tanah Air pada 26 Oktober 2018. Yang lebih unik adalah Wali Kota Pekanbaru Firdaus, yang walaupun sekota dengan kantor Bawaslu Riau, tapi mengaku belum menerima surat resmi dari Bawaslu.
Pada Kamis (18/10), ada enam kepala daerah yang diundang. Mereka adalah Bupati Bengkalis Amril Mukminin, Wali Kota Dumai Zulkifli As, Bupati Kuantan Singingi Mursini, Bupati Indragiri Hilir M Wardan, Bupati Rohil Suyatno, dan Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir. Keenam kepala daerah ini juga tak menghadiri undangan Bawaslu Riau. Tiga di antaranya minta dilakukan pemanggilan ulang, yakni Bupati Rohil, Bupati Kuansing, dan Wali Kota Dumai. Bupati Meranti Irwan Nasir juga sudah minta dijadwalkan ulang.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Riau Taufik Arrakhman menilai, mangkirnya para kepala daerah dari undangan klarifikasi Bawaslu Riau menjadi preseden buruk. Sebagai kepala daerah, mereka seharusnya bisa menjadi contoh dengan mengikuti aturan yang berlaku. Bawaslu merupakan institusi resmi yang dibentuk berdasarkan Undang-undang untuk mengawasi pemilu. Bahkan Mendagri Tjahjo Kumolo pun meminta kepala daerah untuk datang jika dimintai klarifikasi oleh Bawaslu.
Pada Jumat (19/10), Bupati Rohul Sukiman datang menghadiri undangan Bawaslu Riau. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Pada Senin (22/10), Bupati Inhil Wardan dijadwalkan akan hadir ke Bawaslu selepas ada acara di Jakarta. Tapi rupanya agenda Wardan di Jakarta belum tuntas dan tidak jadi ke Pekanbaru untuk menghadiri undangan Bawaslu. Pada Selasa (23/10), giliran Wali Kota Pekanbaru, Firdaus yang hadir ke Bawaslu. Firdaus pun mengakui dia mendukung capres petahana dan hadir dalam deklarasi. Dia pun mengakui menandatangani dokumen dukungan di atas kertas yang disediakan.
"Tapi itu kan secara pribadi. Sebagai wali kota saya netral," ujar Firdaus.
Projo Tak Akui Dokumen
Klarifikasi dugaan pelanggaran kampanye dilakukan juga pada Projo Riau. Senin (15/10) Ketua Panitia Deklarasi, M Syahrin datang memenuhi undangan Bawaslu Riau. Syahrin malah menduga naskah deklarasi kepala daerah yang viral di media sosial (medsos) sudah dipalsukan. Dia tak mengakui naskah itu. Usai diperiksa Bawaslu, dia menyebut, naskah asli yang ditandatangani kepala daerah tidak mencantumkan jabatan. Juga tidak di atas kertas.
"Itu (naskah yang viral, red) bisa saja dibuat orang. Ada orang yang tidak senang," ujar Syahrin.
Disebutkannya, naskah yang disiapkan Projo Riau adalah berupa sebuah spanduk. Di dalamnya berisi pernyataan deklarasi yang dibacakan sembilan kepala daerah yang hadir saat itu. Di dalam naskah yang ditunjukkan Syahrin, ada beberapa kalimat yang ditutupi dengan cat pilox. Begitu juga dengan jabatan kepala daerah. Panitia sengaja menutupi beberapa kalimat dan jabatan karena kepala daerah yang hadir enggan masuk ke ruangan acara sebelum nama jabatan dihapus. Makanya, pada saat kegiatan, pihaknya berinisiatif menutupinya sesuai permintaan kepala daerah.
"Ini saya tutup semua karena beliau (para kepala daerah, red) nggak mau masuk. Jadi sesuai yang diminta. Yang di satu lembar itu nggak benar. Yang benar ini. Ini tanda tangan mereka langsung," katanya.
Kendati menyebut dokumen penandatanganan dukungan di atas kertas itu dipalsukan, Syahrin dan Projo Riau belum melakukan tindakan hukum apapun. Padahal, tentu saja peristiwa ini merupakan pelanggaran serius kalau benar dipalsukan.
Bermula dari Pertemuan untuk Donasi Palu
Ketua Projo Riau, Soni Silaban secara terpisah menuturkan, dukungan yang diberikan kepala daerah se-Riau ini murni, tidak dibuat-buat. Awalnya, kata Soni, pihak Projo Riau berinisiatif mengundang para kepala daerah untuk sekadar memberikan donasi bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Para kepala daerah bersedia dan kompak untuk datang.
"Tapi sayang sekali kalau hanya sekadar donasi. Makanya kami buat juga untuk deklarasi dan mereka bersedia. Tapi acaranya dibalik. Deklarasi dulu, baru kemudian donasi," ujar Soni.
Dia mengklaim, pemberian dukungan kepala daerah se-Riau yang nyaris 100 persen itu berlangsung spontan. Dia mengatakan, relawan mereka bergerak cepat, menghubungi para kepala daerah dan langsung disambut dengan positif. Kehadiran kepala daerah berikut massa sejumlah sekitar 1.500 orang dalam kegiatan deklarasi di salah satu hotel bintang lima di Pekanbaru itu mudah saja. Seharusnya massa yang hadir bisa mencapai lima ribu orang.
"Sebelumnya di Peranap (Kabupaten Inhu), kita bisa mengumpulkan tiga ribu massa. Hanya dua hari. Kita ini biasa buat acara mendadak. Itu mudah saja Mas," klaim Soni.
Ditanyakan lebih lanjut soal para kepala daerah yang punya agenda banyak dan Projo Riau dapat mengumpulkan mereka dalam dua hari, Soni mengklaim itu adalah kehebatan panitia. Tidak ada trik, tekanan, iming-iming atau upaya lain yang dilakukan pihak Projo Riau. Semuanya berjalan dengan cepat dan ringkas. Termasuk pengalihan acara dari donasi menjadi dukungan, menurutnya itu biasa dan ikhlas dilakukan para kepala daerah.
"Persisnya tanyakan pada Pak Syahrin, ketua panitia. Saya hanya duduk dan menerima tamu. Panitia yang banyak berperan," ujar Soni.
Suara Soni Silaban
Laporkan Bawaslu ke DKPP
Setelah diperiksa terkait deklarasi dukungan yang melibatkan para kepala daerah se-Riau, Projo Riau melaporkan Bawaslu Riau ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pelaporan itu dilakukan untuk melihat sejauh mana tugas Bawaslu Riau dilakukan dengan benar, profesional, atau malah sebaliknya.
Soni menyebutkan, Bawaslu seharusnya tidak mengedepankan penindakan, lalu mengabaikan pencegahan. Hal ini yang disayangkan Projo Riau karena tindakan Bawaslu Riau sekarang ini terkesan hanya memojokkan Projo Riau dan para kepala daerah yang memberikan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf.
"Belum apa-apa kita sudah seakan di-judge (diadili, red), melanggar pidana dan sebagainya," ujar Soni.
Padahal, menurut Soni, Bawaslu Riau punya kesempatan untuk memberikan asesmen atau saran dan masukan sebelum ada peristiwa deklarasi itu. Soni menyebutkan, semua kelengkapan administrasi, yakni surat untuk acara, sudah dikirimkan ke KPU dan Bawaslu Riau pada tanggal 8 Oktober 2018. Deklarasi dilakukan pada 10 Oktober 2018. Artinya ada waktu sehari jelang acara itu untuk Bawaslu memberikan saran dan masukan, apa yang boleh dan mana yang tidak boleh. Tapi itu tak dilakukan Bawaslu Riau. Dalam Undang-undang No 7 tahun 2017, ujarnya, pencegahan lebih diutamakan daripada penindakan. Tapi Bawaslu malah mengutamakan penindakan.
"Bagaimana pun pemilu ini rawan Mas. Kalau kita main tindak-tindak saja, kerusuhan bisa terjadi di Riau ini," tegas Soni.
Tentang kemungkinan adanya tekanan atau iming-iming terhadap para kepala daerah, Soni menyebutkan tidak ada. Dia menjamin semuanya murni dukungan dari hati mereka. Tak hanya para pendukung, relawan seperti dirinya pun tidak mendapatkan apa-apa dengan dukungan yang diberikan.
"Kami sampai sekarang tidak pernah melakukan tekanan baik surat atau lisan. Kalau ada informasinya, berarti itu hoaks," ujarnya.
Nilai Tak Netral dan Berpihak
Sikap lebih tegas dinyatakan pengacara Projo Riau Kapitra Ampera. Dia mengatakan bahwa Bawaslu Riau sudah tidak netral dalam menjalankan tugas pengawasan pemilu. Pemanggilan yang dilakukan Bawaslu menurutnya tidak tepat karena beberapa alasan. Misalnya para kepala daerah itu sudah cuti dan kepala daerah yang cuti dibolehkan melakukan kampanye. Itu dijamin dalam Undang-undang. Selain itu, yang dilakukan kepala daerah bukan membuat kebijakan, misalnya SK Bupati atau wali kota yang menguntungkan kontestan politik tertentu. Dia juga menilai Bawaslu belum memiliki bukti kuat untuk menindak ini sebagai pidana pemilu. Bawaslu Riau baru mencari-cari. Makanya, pihaknya melaporkan ini ke DKPP karena Bawaslu Riau berpotensi melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
"Ya, memang sudah kita laporkan ke DKPP. Segera akan dipanggil dan diperiksa. Kita belum tahu persis jadwalnya. Besok mungkin," ujar Kapitra.
Dia berpendapat, tidak cukup dasar bagi Bawaslu Riau untuk memanggil para pihak. Bahkan Bupati Rohul Sukiman yang notabene tak hadir dalam deklarasi, juga turut dipanggil untuk klarifikasi. Terkait adanya tanda tangan, Kapitra juga membantahnya. Sama dengan ketua panitia deklarasi M Syahrin, Kapitra menyebut tidak ada penandatanganan dokumen dukungan. Panitia tidak menyediakan tanda tangan. Makanya disinyalir ada yang merekayasa.
"Saya akan laporkan karena ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan. Kamis nanti saya laporkan ke Polda," ancam politisi dan caleg DPR RI dari PDIP ini.
Suara Kapitra
Risiko Tugas
Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan mengaku siap dengan semua konsekuensi dari tugas yang diembannya saat ini. Diakuinya, ada sedikit tekanan yang sifatnya mental dari beberapa orang yang menghubungi mereka selaku pengawas pemilu. Salah satunya dalam bentuk pelaporan kepada DKPP. Mungkin juga laporan lainnya. Akan tetapi tekanan dan ancaman secara fisik sejauh ini belum ada.
Kendati mengaku siap dengan segala risiko yang akan diterima Bawaslu Riau, Rusidi sebenarnya sempat juga "curhat" soal apa yang dialaminya. Di media sosial Facebook, dia memaparkan tentang pelaporan terhadap Bawaslu itu. Dukungan kepadanya pun mengalir cukup banyak terkait hal itu.
Bagaimanapun, dengan adanya laporan-laporan itu, konsentrasi pihaknya dalam menjalankan tugas pengawasan akan terpecah. Tapi Bawaslu Riau sudah berkomitmen siap menghadapinya. Apalagi, pihaknya terus berkoordinasi dengan Bawaslu RI, dan setiap keputusan selalu dibawa dulu ke rapat pleno pimpinan Bawaslu Riau. Pihaknya juga mendapat back up penuh dari kepolisian dalam hal keamanan.
"Itu hal yang biasa bahwa kalau kita memproses hukum suatu pelanggaran, kita dilaporkan juga. Tapi ini kan tugas ya. Tanggung jawab kita selaku pengawas baik secara tupoksi ataupun moral," ujarnya.
Rusidi meyakinkan bahwa Bawaslu Riau menjalankan tugas ini secara proporsional dan profesional. Perihal peristiwa ini berpotensi menguntungkan kandidat yang satu lagi, hal itu tak dapat dihindari. Sebab, calonnya hanya ada dua kontestan. Diakuinya, ada pihak yang mengapresiasi proses ini, baik dari kalangan pihak yang berseberangan maupun pihak lain misalnya akademisi dan kelompok masyarakat.
"Tapi bagi Bawaslu, ada atau tidak ada dukungan, kami harus bertindak profesional. Kami tak akan terpengaruh," ujar Rusidi.***
Suara Rusidi Rusdan