Informasi yang dirangkum Riau Pos, kendati tidak datang dalam acara deklarasi, tapi Sukiman ikut menandatangani dukungan deklarasi. Kapasitasnya sebagai Ketua Partai Gerindra Rokan Hulu-lah yang disinyalir menyebabkan dia tak datang. Dia menandatangani dokumen sebelum deklarasi. Ini tentu saja berbeda dengan dokumen yang beredar luas di media sosial dan di kalangan wartawan. Dalam dokumen itu, dari 12 bupati/wali kota, ada dua kepala daerah yang tak membubuhkan tanda tangan, yakni Bupati Rokan Hulu (Rohul) Sukiman dan Bupati Indragiri Hulu (Inhu), Yopi Arianto. Tapi informasi dan dokumen lainnya memberi fakta bahwa Sukiman ikut tanda tangan. Hal itulah yang kemudian diklarifikasi Bawaslu Riau kepadanya.
DIPERIKSA: Bupati Rokan Hulu Sukiman diperiksa Bawaslu Riau terkait deklarasi dukungan pada capres/cawapres, Jumat (19/10/2018). muhammad amin/riau pos
Munculkan Banyak Spekulasi
Dukungan sebelas kepala daerah di Riau yang terkesan sangat kompak memang cukup mengejutkan. Hal ini memunculkan banyak praduga dan spekulasi, tentang apa yang terjadi di balik itu. Perbincangan publik di ranah nyata dan lini masa dalam sepekan tak lepas dari konteks itu. Di kafe, kedai kopi, warung kecil, masyarakat Riau ramai membincangkan dukungan para kepala daerah. Di jagat maya pun perbincangan itu tak berhenti dalam sepekan.
Akun Facebook Khairul Amri misalnya mempertanyakan soal dukung-mendukung yang terkesan aneh itu. Dia penasaran dan ingin tahu tentang masa depan Riau serta para kepala daerah jika ternyata yang didukung kalah dalam kontestasi pilpres 2019 mendatang.
Sebelumnya, akun @IreneViena sempat berkicau lebih lugas. Tapi konteksnya luas, secara nasional. Irene berkicau: "Rakyat tdk perlu marah dan kecewa kepada tokoh, gubernur, bupati, wali kota, politisi, partai, dlsbj...yang mengaku mendukung Jokowi di pilpres 2019. Mayoritas mereka terpaksa hrs begitu utk mengamankan diri dari target kriminalisasi KPK, Kejaksaan, Polisi. Mrk TAKUT jadi tersangka."
Beberapa kepala daerah di Riau memang sedang terbelit masalah hukum. Ada yang sudah nyata-nyata muncul ke publik, ada yang masih tahap-tahap awal. Bupati Bengkalis Amril Mukminin, misalnya, sudah dicegah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke luar negeri. Cegah dan tangkal (cekal) ini diberlakukan selama enam bulan sejak 13 September 2018. Amril diduga mengetahui kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih 2013-2015. Kasus yang diduga merugikan keuangan negara Rp80 miliar ini sudah menyeret dua tersangka, masing-masing Sekda Dumai M Nasir dan Dirut PT Mawatindo Road Construction Hobby Siregar. Kasus lainnya di Kejati Riau juga sudah menunggu.
Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir, sudah berkali-kali diperiksa Kejati Riau terkait dugaan korupsi proyek Pelabuhan Dorak, Selatpanjang. Kasus yang diduga merugikan negara Rp2 miliar itu telah menyeret banyak sekali bawahan Irwan ke balik jeruji. Irwan juga kerap dikaitkan dalam dugaan korupsi Yayasan Meranti Bangkit yang merugikan negara Rp1,2 miliar. Dia pun sudah sering diperiksa terkait kasus itu. Namanya juga pernah disebut-sebut dalam sidang korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Beberapa kepala daerah lainnya juga disinyalir punya kasus tersendiri yang "bisa dimainkan" pada saatnya. Irwan sendiri sempat membantah dukungan yang diberikan kepada petahana terkait berbagai kasus di seputarnya. Dia menyebutkan, dukungan itu murni diberikan karena merasa nyaman dengan Jokowi. Sebagai orang yang pernah menjadi kepala daerah juga, ada rasa dekat dan nyaman dengan sang petahana.
"Ya, karena merasa happy dengan kepemimpinan beliau, bukan sebab lainnya," ujar Irwan.