Bergantung pada Kebaikan Alam
Malam semakin beranjak menuju putaran waktu yang menjadi takdirnya. Pagi pun menjelang, kokok ayam hutan terdengar sayup-sayup sampai. Dingin subuh itu bagaikan hendak menusuk ke tulang sum-sum.
Kami beranjak bangun menuju ke dermaga sederhana mengambil air wuduk. Dengan bertemankan senter di atas kepala, perlahan kami turun menapaki jalan yang cukup sederhana namun lumayan terjal. Subuh sudah, pun berganti pagi, sinar mentari menembus dari celah-celah dedaunan. Pagi ini agenda kami berburu durian Talang Mamak yang saat ini sedang berbuah lebat di Air Bomban. Pukul 07.00 WIB, tim bergerak menyusuri jalan setapak. Jalan yang berbukit membuat perjalanan kami berjalan lambat. Dengus napas senantiasa terdengar terlebih ketika harus mengikuti kontur jalan yang menanjak.
Perjalanan menuju kebun durian masyarakat juga penuh tantangan. Selain harus mengikuti kontur jalan yang berbukit, kami juga harus mengarungi Batang Gangsal yang berarus deras.
‘’Ini salah satu tantangan. Kita harus mengarungi Batang Gangsal ini. Kalau tidak perjalanan menuju kebun dan menikmati durian sepuasnya akan sia-sia. Berani?’’ tutur Ustaz Mahmud lagi.
Kepalang tanggung. Mau tidak mau kami mulai melepas sandal dan sepatu dan menyingsingkan celana panjang. Arus yang cukup deras membuat beberapa orang peserta harus hati-hati dan sempat hampir jatuh. Untunglah beberapa orang lainnya siaga dan langsung membantu kawan yang mau tumbang.
Hampir 30 menit perjalanan, kami sampai di kebun durian milik Mat Hakim. Pohon durian tumbuh merenjau (tinggi) menghunus angkasa. Batangnya besar. Diperkirakan sampai tiga pelukan orang dewasa. Setumpuk durian yang diperkirakan sekitar 50 butir berada tak jauh dari pondoknya.
Di pondok ini, Mat Hakim tinggal bersama istrinya Rosina dan anak-anaknya. Hanya saja, mereka bukan tinggal menetap di pondok ini. ‘’Rumah kami di Air Bomban. Kalau musim durian habis, kami balik lagi ke Air Bomban,’’ ujarnya.
Kalau tidak musim durian, tambah Mat Hakim, kesehariannya masuk ke hutan guna mencari buah kelukup. Buah kelukup inilah mata pencarian utamanya guna memenuhi keperluan hidup keluarga. Harga buah yang lumayan tinggi menjadi alasan dia dan sejumlah masyarakat Air Bomban rela berhari-hari masuk dan bermalam di hutan. Satu kilogram buah kelukup baru siap dipetik harganya antara Rp1,5-1,6 juta. Harga yang menggiurkan ini membuat masyarakat Talang Mamak khususnya yang lelaki rela meninggalkan istri dan anak-anaknya.
‘’Hanya saja untuk mendapatkan satu kilogram itu sekarang sudah sangat sulit sekali. Kalau sekarang sudah jarang kami mendapat buah kelukup sebanyak itu. Susah mencarinya dan yang mencarinya juga sangat ramai,’’ ujarnya.
Dia mengatakan, kelukup menjadi mata pencarian yang sangat diandalkan masyarakat Talang Mamak. Terlebih ketika musim buah-buahan seperti durian, duku, manggis dan sebagainya sedang tidak berbuah. Kalau sedang musim buah-buahan masyarakat berhenti sejenak dan lebih banyak berada di kampung sambil menunggu kebun buah-buahan mereka.
Kalau dulu, sebutnya mata pencarian utama masyarakat di Air Bomban khususnya menyadap karet, namun sekarang sejak harga karet turun drastis menyadap karet menjadi pekerjaan sampingan bagi sebagian masyarakat.