EKSPEDISI DAN BAKTI SOSIAL KDU RIAU DAN IKI KE TALANG MAMAK

Bertahan pada Kebaikan Alam

Feature | Selasa, 26 Februari 2019 - 10:11 WIB

Bertahan pada Kebaikan Alam
GUNAKAN RAKIT: Masyarakat Talang Mamak saat menggunakan rakit sebagai sarana transportasi air dalam melakukan berbagai aktivitasnya di Batang Gangsal, Indragiri Hulu belum lama ini. Rakit ini mereka buat dan jalin dari pohon bambu yang banyak tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka. (GEMA SETARA/RIAU POS)

Tiga speedboat yang kami tumpangi mengambil ancang-ancang dan mencari jalur yang aman untuk dilewati antara jeram-jeram yang ada. Raung mesin speedboat terdengar saat para pengemudinya mulai melajukan kecepatan speedboat guna melintasi jeram.

‘’Ini jeram pertama. Di depan masih ada satu jeram lagi dan kita harus turun lagi. Kalau tidak nanti dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,’’ ujar Ustaz Mahmud Ibnu Jaafar.

Baca Juga :Bangun Kelas Baru untuk Pendidikan Anak Pedalaman Suku Talang Mamak

Ketiga speedboat berhasil melintasi jeram yang pertama. Perjalanan dilanjutkan. Derasnya harus Batang Gangsal harus dilalui. Kami tidak bisa berlama-lama, karena perjalanan masih sangat panjang. Pinggang sudah terasa pegal. Untuk sekadar menggerakkan pinggang memang bisa, hanya saja kondisi speedboat yang kecil membuat pergerakan tidak bisa leluasa.

Speedboat masih ‘’menari’, meliuk bersama kontur sungai yang berbelok-belok. Sesekali kami berpapasan dengan masyarakat, ada yang menggunakan speedboat seperti kami. Ada yang menggunakan sampan dan ada yang menggunakan rakit.

Ya, rakit. Transportasi sederhana ini masih banyak digunakan masyarakat Talang Mamak yang bermastautin di sepanjang Batang Gangsal. Hebatnya lagi, di antara pengguna rakit yang terbuat dari bilahan bambu itu ada yang dikemudikan anak-anak dan perempuan. Pengendara rakit  hanya bermodalkan bambu panjang sebagai alat mendorong dan mengarahkan haluan rakit ke mana hendak dituju. Di badan rakit sendiri berisi beragam hasil alam yang mereka peroleh dari hutan maupun dari kebun-kebun mereka. Ada sayur-sayuran, buah-buahan dan sebagainya.  Perjalanan masih banyak. Kami hanya bisa bertegur sapa sambil bertanya dari mana dan hendak ke mana dan sekali-kali melambaikan tangan.

Tiga jam perjalanan sudah kami tempuh. Laju speedboat berubah perlahan dan mengarah ke pinggir sungai. Ada dermaga sederhana yang terbuat dari tual kayu yang cukup besar. ‘’Alhamdulillah kita sudah sampai dan kita akan bermalam di sini. Lelah?’’ ujar Ustaz Mahmud kepada Riau Pos.

Dari dermaga, kami melangkah naik ke atas. Masjid Al-Muhajirin yang sederhana menjadi tujuan kami. Dari dalam masjid, Ustaz Jihad menyambut. Selang beberapa menit berikutnya, masyarakat yang ada di kampung itu mulai berdatangan ke masjid guna mencari tahu siapa yang datang.

Masyarakat langsung berbaur bersama kami. Beberapa anak juga datang. Anak-anak ini akan mengikuti bakti sosial berupa sunat massal. Tim dokter yang sudah siap sedia langsung sigap dan melakukan sunat tersebut.

‘’Malam nanti ramai yang akan ikut sunat massal Pak Dokter. Memang sebelumnya kami sudah memberi tahu ke masyarakat sunat massal akan dilakukan pada malam hari, karenanya sore ini hanya beberapa orang anak saja yang datang,’’ ujar Ustaz Jihad lagi.

Waktu Asar sudah beranjak ke Magrib. Senja nan merah mulai merona di ufuk barat. Azan magrib berkumandang syahdu. Beberapa masyarakat dan anak bergegas dan berlarian masuk ke dalam masjid.  ‘’Shaf rapat dan lurus,’’ ujar Ustaz Jihad yang menjadi imam saat itu.

Malam itu, tidak banyak aktivitas yang kami lakukan. Selain bercengkrama dengan masyarakat tempatan sambil menikmati hidangan kopi, teh, buah-buahan seperti durian, manggis dan duku dan tentunya makan malam dengan lauk pauk yang sangat sederhana, namun nikmatnya sungguh luar biasa.

Pada bagian lain, bakti sosial berupa sunat massal kembali dilanjutkan. Dengan alat penerangan yang sederhana, prosesi sunat massal berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada kendala suatu apapun.  









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook