KISAH PARA KSATRIA PEMADAM API

"Tuhan Tak Akan Memasukkan Pemadam Kebakaran ke Neraka, karena…"

Feature | Selasa, 07 Januari 2020 - 00:20 WIB

"Tuhan Tak Akan Memasukkan Pemadam Kebakaran ke Neraka, karena…"
Salah satu anggota tim Manggala Agni Daops Dumai, Azrai, saat melakukan pemadaman di Kelurahan Teluk Makmur, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, Rabu, 10 April 2019 lalu. (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Itu terjadi di Rupat.  Azrai dan tim harus berjalan kaki sejauh 4 Km dengan memikul semua peralatan dan bahan makanan, dengan medan rawa berlumpur. Tak ada akses jalan untuk kendaraan. Sesampai di sana, apinya memang tak besar, tapi harus dipadamkan. Jika tidak, akan menjalar ke mana-mana dan membesar. Setelah memadamkan, mereka kembali berjalan dengan jarak dan rute yang sama untuk sampai ke base camp.

“Ketika itu, rasanya ingin berhenti, mencari pekerjaan lain. Tapi saya sudah memilih untuk pekerjaan ini. Saya harus meneruskannya sampai batas kemampuan...” kenang Azrai.


Azrai percaya bahwa pekerjaan ini bernilai ibadah. Dia rela meninggalkan anak dan istrinya selama sebulan  atau lebih untuk berjibaku melawan api. Katanya, harus ada orang yang selalu melawan api meskipun kadang api itu tak pernah mau padam atau mati.

Dia pun berkelakar. Katanya, Tuhan tidak akan memasukkan pemadam kebakaran ke dalam neraka di hari akhir nanti. “Karena kalau pemadam kebakaran dimasukkan ke neraka, api neraka akan dipadamkannya. Karena di dunia pekerjaan sehari-harinya adalah pemadam kebakaran. Sangat terlatih...”

Kami tertawa bersama dengan kelakar itu. Tapi terdengar suara tertawa Azrai agak aneh. Terasa satir. Seperti menertawakan diri sendiri.

***

RIAU pernah mengalami masa suram perihal kebakaran hutan dan lahan. Sejak tahun 1997, persoalan kebakaran hutan dan lahan ini menjadi sangat serius. Terjadi setiap tahun, di saat musim kemarau tiba. Ribuan rakyat harus menderita ISPA. Perusahan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI/sekarang Chevron), sampai mengungsikan keluarga para pegawainya ke Singapura. Masyarakat biasa banyak yang memilih ke Sumatera Barat (Sumbar) atau daerah lain untuk mengungsi. Dengan biaya pribadi.

Hampir setiap tahun, kebakaran meluas. Asapnya tak hanya menggulung di langit Riau dengan jarak pandang pendek, tetapi juga sampai ke negara tetangga terdekat, Singapura dan Malaysia. Selain penyakit ISPA, sektor ekonomi juga sangat terganggu. Pernah berhari-hari Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru tak berfungsi sama sekali. Tak bisa digunakan untuk proses penerbangan. Jarak pandang yang pendek karena asap, membuat maskapai penerbangan tak berani menerbangkan pesawatnya. Masyarakat yang akan bepergian jauh, misalnya ke Jakarta, Medan, atau Batam, harus naik moda perjalanan darat menuju Padang. Naik pesawat lewat Bandara Minangkabau. Begitu juga sebaliknya saat pulang.

Apakah ketika itu tak ada upaya pemadaman?

Sejak kebakaran besar terjadi pada tahun 1997, Manggala Agni bersama TNI, Kepolisian, dan BPBD/Basarda terus bekerja keras di lapangan. Bahkan beberapa orang dari kalangan pemadam itu ada yang meninggal dunia saat menunaikan tugasnya. Juga masyarakat tempatan. Mereka jadi korban kebakaran.

Azrai mulai ikut memadamkan api pada tahun 2002. Dia ingat betul ketika itu,  pemadaman pertama yang dilakukannya adalah di kawasan Bukit Batu, tak jauh dari rumahnya di Apiapi. Itu saat pertama kali dia masuk menjadi anggota Manggala Agni Daerah Operasi (Daops) Dumai. Dengan kemampuan seadanya, dia ikut bekerja keras siang-malam memadamkan api di sana. Maklumlah, dia belum mendapatkan pelatihan secara serius bagaimana memadamkan api yang benar. Baru tahun 2012 dia mendapatkan pendidikan khusus pemadam kebakaran yang diadakan Kementrian Kehutanan ketika itu, di Ciracas, Bogor. Sebelumnya, dia banyak belajar langsung di lapangan dari para seniornya.

Dia sadar betul, sekali lagi, bahwa bekerja sebagai pemadam kebakaran adalah pilihan hidup. Bernilai ibadah. Harus ditekuni, ikhlas, dan  bekerja semaksimal mungkin. Soal pendapatan, Tuhan yang mengatur.

Dibandingkan dengan pekerjaannya yang sangat berat, berisiko tinggi, dan imbasnya untuk kemaslahatan orang banyak, pendapatan yang diberikan negara untuk para pejuang melawan api ini memang tergolong rendah. Hingga hari ini status Azrai dan 59 –termasuk pegawai kantor--  anggota lainnya di Daops Dumai, masih honor tetap. Sebagai staf, Azrai mendapat honor Rp2.500.000 per bulan. Itu pun dipotong untuk membayar BPJS Kesehatan.  Di Daops Dumai, yang statusnya sebagai Aparat Sipil Negara (ASN) hanya Kadaops-nya, yakni Jusman.

“Apakah uang sebesar itu cukup untuk menghidupi keluarga?” tanya saya.

Lama Azrai menjawab. Pandangannya beralih ke arah kawasan di barat, di mana api masih terlihat membakar kawasan itu, dan asap masih terus terlihat mengepul. Pandangannya terlihat kosong. Kemudian dia meminta Herman untuk mematikan mesin penyedot air. Setelah Herman mematikan mesin, Azrai membuka alat semprot dari besi, nozzle, yang berjam-jam tadi dipegangnya untuk menyemprotkan air. Alat itu bisa distel sesuka hati sesuai dengan jarak target api.

“Banyak teman yang hanya mengandalkan uang honor itu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” katanya kemudian. Pelan.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook