Tranformasi K3 sang Pembalak

Feature | Senin, 31 Januari 2022 - 17:00 WIB

Tranformasi K3 sang Pembalak
Para karyawan PT Bina Terusan pimpinan Ujang Leni saat di tempat harvesting, beberapa waktu lalu. (ISTIMEWA)

“Saya tidak paham apa-apa soal administrasi. Sekolah pun tidak tamat. Saya tak tamat SD Pak!” ujarnya terkekeh.

Ternyata itu tidak menjadi masalah bagi perusahaan. Awalnya memang sulit baginya bekerja bersama orang-orang yang profesional. Dia harus membuat perusahaan. Dibantu manajemen RAPP, dia kemudian membuat CV Bina Terusan pada 2002. Dari berbentuk CV, dia kemudian membentuk PT Bina Terusan. Karyawan awalnya adalah mantan anak buahnya sebagai pembalak liar sebanyak 25 orang.

Baca Juga :Cara Mencairkan Saldo BPJS Ketenagakerjaan tanpa Perlu Resign

Mereka ditraining bagaimana melakukan pembalakan versi HTI. Tentu dengan sistem kerja yang lebih aman, sehat, dan terjamin. Mereka dilatih sedikit demi sedikit hingga sesuai standar yang diperlukan perusahaan. Dia juga dilatih pembukuan, manajemen, sikap (attitude), kepemimpinan, administrasi, dan hal lainnya.

“Ternyata bisa dan alhamdulilah berkembang,” ujarnya.

Saat ini, Ujang Leni telah memiliki 48 karyawan di bawah bendera PT Bina Terusan. Omsetnya mencapai Rp1 miliar per bulan. Setiap bulan dia harus menumbangkan dan memotong pohon HTI sebanyak 7 ribu ton. Pohon jenis akasia yang sudah ditanam bertahun-tahun lalu menjadi garapannya. Tentu dia tidak satu-satunya kontraktor harvesting PT RAPP. Ujang Leni alias H Basril memiliki kontrak di tempat penampungan kayu (TPK) 5,5 Sektor Pelalawan. Dia dan perusahaannya juga tidak sendirian dalam proses perkayuan lainnya. Sebab, dia hanya pada penebangan saja. Dari penumbangan pohon, memotongnya sesuai standar perusahaan, hingga mengumpulkan ke TPK merupakan tugasnya. Tapi membawa ke pabrik menggunakan tongkang atau truk sudah menjadi bagian dari kontraktor lainnya.

“Ya, bagi-bagi kerjalah,” ujar H Basril.

Mereka juga menerapkan manajemen modern dengan standar operasional prosedur (SOP) yang sudah dibakukan perusahaan. Mereka bekerja harus mengutamakan keselamatan (savety), dengan selalu menggunakan helm dan alat keselamatan lainnya. Mereka juga harus memperhatikan lingkungan, tidak boleh membuang sampah atau limbah sembarangan. Belum lagi standar kesehatan, kesejahteraan karyawan, dan penerapan berbagai standar lainnya. Semua karyawannya bergabung dengan BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Upah mereka juga layak, selalu di atas upah minimum provinsi (UMP).

“Tentu saja berbeda dengan kami di masa lalu,” ujar Direktur PT Bina Terusan ini.

Perbedaan ini sangat banyak. Jika sebelumnya mereka bekerja dan mandah di hutan dengan membuat tenda atau pondok seadanya, kini karyawan Ujang Leni tinggal di camp yang layak. Gedungnya permanen. Ada fasilitas air bersih, listrik dan fasilitas lainnya di camp. Letak camp hanya sekitar 1 km dari HTI. Ada alat transportasi juga. Dari pabrik dan perkotaan di Pangkalan Kerinci, jarak camp dan HTI sekitar 30 km. Karyawan biasanya berada di camp selama tiga bulan. Mereka kemudian boleh cuti selama sebelas hari secara bergantian.

“Selama pandemi kami menerapkan standar lebih ketat,” ujarnya.

Salah satunya adalah dengan melakukan tes usap/swab atau PCR, setidaknya antigen ketika kembali ke camp. Artinya, dipastikan terlebih dahulu, siapa yang masuk ke camp harus sudah steril dari penyakit atau paparan virus Covid-19. Standar kesehatan lainnya tentu lebih ketat lagi. Kendati bekerja di lapangan, karyawan harus mengenakan masker. Bahkan di waktu tertentu harus menggunakan face shield. Setiap hari harus cek suhu tubuh. Jika di atas normal, harus dilakukan pengecekan lebih lanjut ke pos kesehatan yang sudah disiapkan. Selain itu, alat pelindung diri (APD) standar pekerjaan juga diterapkan. Misalnya wajib menggunakan helm, rompi, celana panjang, sepatu bot, ikat pinggang khusus.

“Kalau dulu, kami di hutan hanya bercelana pendek dan kaos saja. Kadang buka baju,” ujarnya terkekeh.

Peralatan menebang pohon juga sudah berbeda. Tidak ada lagi kapak dan beliung. Semua menggunakan mesin chainshaw. Membawa kayu juga tidak dengan tangan kosong melalui jalur rel buatan bernama ongkak, melainkan alat berat. Para pelaku ongkak telah berubah menjadi operator ekskavator. H Basril alias Ujang Leni memiliki lima alat berat untuk membantu pekerjaannya. Padahal kayu akasia yang dia tebang di HTI jauh lebih kecil. Rata-rata hanya berdiameter 10 cm, sangat berbeda dengan kayu alam yang dulu ditebanginya dengan diameter rata-rata 40 cm. Tapi volume pekerjaan memang besar. Mereka harus menggarap 700 hektare HTI yang siap panen.

Standar kesehatan dan keselamatan kerja juga diterapkan kontraktor RAPP lainnya Mhd Rafi Direktur PT Riau Dua Berlian. Berbeda dengan Ujang Leni, Rafi memiliki kontrak di hulu yakni pembibitan (nursery) akasia. Ada juga perusahaan lainnya dua lagi yang bergerak di bidang perekrutan tenaga kerja di pabrik. Sama seperti Ujang Leni, standar kesehatan dan keselamatan kerja menjadi prioritas baginya. Rafi membawahi 218 karyawan. Sebanyak 115 di PT Riau Andalan Kertas, 14 di Riau Fiber Nursery, dan 30 di Riau Pulp. Sisanya adalah admin, sopir, dan bagian pengurusan pajak.

“Bagi saya keselamatan dan kesehatan kerja itu yang utama. Sebab, karyawan itu aset yang harus dijaga,” ujar Rafi.

Pembinaan Berkelanjutan

CD Officer Small Medium Enterprise (SME’s) RAPP Rivalmi menyebut, karyawan memang menjadi aset yang dilindungi. Pihaknya memberikan aturan yang ketat soal kesehatan dan keselamatan kerja ini dan menerapkan pada mitra kerja. Latar belakang kontraktor atau mitra kerja yang beragam, dan terutama banyak dari warga asli, membuat pihak RAPP harus dilakukan pembinaan berkelanjutan. Sebab, awalnya mereka awam soal aturan perusahaan, termasuk kesehatan dan keselamatan kerja. Terdapat sebanyak 283 mitra kerja. Mulai dari harvesting (panen kayu), land clearing, transportasi air, bus karyawan, penyiraman jalan, rental colt diesel, semuanya ada. Bidang plantation, mulai dari pembibitan (nursery), penanaman, pemeliharaan, bahan baku bibit, penyediaan media tanam, diurus oleh kontraktor yang berbeda. Semuanya mitra lokal yang dibina secara berkelanjutan.

Dalam hal ketenagakerjaan, PT RAPP sempat menerima sertifikat dan bendera emas dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI pada 2018. Penghargaan ini merupakan apresiasi Kemenaker RI kepada RAPP atas pencapaian tertinggi dalam penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) selama periode 2015-2018.

Bahkan pernah juga perusahaan ini memiliki pencapaian program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) selama 500 hari tanpa lost time injury (LTI) pada 2019. Jika dihitung per jam, maka terdapat 3,9 juta jam kerja tanpa LTI. Padahal karyawan perusahaan tidak sedikit, yakni 5000 orang karyawan langsung dan 90 ribu tidak langsung.

Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau bahkan mengapresiasi beberapa keberhasilan perusahaan ini dalam menerapkan K3. Menurut Kadisnakertrans Riau, Jonli, RAPP sangat baik dalam menerapkan K3, terutama dalam melindungi karyawan dari kecelakaan kerja. Hal ini dapat menjadi contoh bagi perusahaan lainnya.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook