KUROKAWA, TANGGUNG JAWAB UNTUK 30 TAHUN

Nur-Sultan, Kota yang Tumbuh Sangat Cepat

Feature | Senin, 03 Februari 2020 - 03:32 WIB

Nur-Sultan, Kota yang Tumbuh Sangat Cepat
Wilayah perkotaan, mal, perkantoran, dan hunian pencakar langit di pusat kota Nur-Sultan.(DOAN WIDHIANDONO-JAWA POS)

Nur-Sultan boleh disebut sebagai "catwalk" atau ruang pamer bagi arsitek top di jagat ini. Sebut saja Kisho Kurokawa, Norman Foster, atau Kenzo Tange. Karya mereka menjadi ikon-ikon ibu kota Kazakhstan tersebut.

Laporan Doan Widhiandono dari Kazakhstan


KISHO Kurokawa adalah arsitek kenamaan dari Jepang. Karyanya tersebar di kolong langit. Dia merancang Kuala Lumpur International Airport (Malaysia), Singapore Flyer (Singapura), hingga renovasi Museum Van Gogh di Belanda. Di Kazakhstan, Kurokawa yang meninggal dalam usia 73 tahun pada 2007 itu merancang Astana International Airport.

Tentu, yang paling menonjol bukan itu. Kurokawa adalah pemenang kompetisi desain ibu kota yang dihelat mantan Presiden Nursultan Nazarbayev setelah memindahkan ibu kota dari Almaty ke Astana pada 1998.

Ketika itu, 27 rancangan proyek dari 14 negara berkompetisi mendesain ibu kota anyar Kazakhstan. Jurinya pun tak main-main. Ada Nelsen Hall (AS), E Rozanov (Rusia), atau Behrouz Chinidzhi (Turki). Mereka juga arsitek-arsitek nomor wahid pada era itu. Dan yang keluar sebagai pemenang adalah Kisho Kurokawa.

"Dia diberi tanggung jawab membuat grand design kota untuk 30 tahun," kata Alibaev Maulet Bilyalovich, Head of Integrated Architectural Planning Workshop Astana Genplan, kepada Jawa Pos.

Kurokawa harus mewujudkan pembangunan kota yang berkesinambungan sesuai konsep yang dipaparkannya saat itu.

"Muncullah Astana General Development Plant to 2030. Desainnya dirancang untuk mewujudkan kota yang modern hingga 30 tahun ke depan," ujar Alibaev.

Kurokawa pun merancang tata kota sesuai filosofi anyar pembangunan urban. Dia menyebutkan symbiotic architecture atau arsitektur yang saling mendukung. Dasar pemikirannya adalah kota harus tumbuh sebagai sebuah "organisme bernyawa" yang tetap selaras dengan alam sekitarnya.

Kurokawa juga meyakini bahwa ibu kota baru Kazakhstan tersebut harus luwes. Ia terus-menerus bisa menyesuaikan dengan geliat pertumbuhan kota. Grand design tersebut akan bisa selalu diperbarui sesuai zaman. Itulah yang disebutnya sebagai konsep metabolisme kota. Dalam garis besar rancangannya, Kurokawa juga menginginkan cakrawala kota yang bisa mempertahankan citra internasional.

"Ternyata, grand design dari Kurokawa harus direvisi beberapa kali," ungkap Alibaev. Meski begitu, revisi tersebut tetap sejalan dengan desain awal yang dibesut arsitek Jepang tersebut. Dalam pembangunan kota, perencanaan dasar punya nilai yang sangat penting. Konsep pembangunan itu boleh disebut sebagai "paspor" kota. Ia adalah dokumen penting yang berisi wajah kota, tetenger arsitektur, hingga siluet jalan-jalan yang akan lahir di kemudian hari. Perubahan itu justru membuktikan betapa luwesnya rancangan Kisho Kurokawa.

Namun, mengapa desain itu harus diubah ketika rancangannya dibuat untuk 30 tahun? "Alasan mendasar adalah pertumbuhan penduduk," kata Alibaev.

Ya, daya pikat Nur-Sultan sebagai ibu kota memang cukup kuat. Pertumbuhan penduduk meroket. Statusnya sebagai pusat pemerintahan membuat banyak orang berdatangan. Tumbuhnya kampus-kampus berkualitas di ibu kota juga terus menarik mahasiswa dari berbagai penjuru Kazakhstan dan dunia.

Saat baru menjadi ibu kota pada 1998, hanya ada sekitar 275 ribu orang yang tinggal di Nur-Sultan. Setahun kemudian, angkanya menjadi lebih dari 326 ribu. Pada 2001, jumlah penduduk hampir 450 ribu. Lalu, pada 2008, angkanya menjadi lebih dari 602 ribu. Pada 2012, ada hampir 750 ribu orang yang tinggal di kota tersebut. Tahun ini, diprediksi penduduknya mencapai 1,2 juta jiwa. Tercatat, ada lebih dari 100 etnis yang mendiami ibu kota. Sangat heterogen.

"Ada kisi-kisi yang tetap diperhatikan dalam merevisi perencanaan kota," ujarnya. Pembangunan dipusatkan di sisi selatan, barat, dan timur yang wilayahnya cukup lapang. Lalu, distrik administratif dan perniagaan –juga kawasan hunian pencakar langit– harus dibangun di sisi kiri Sungai Isil. Tidak di sisi kanan (utara kota) yang sudah ada sejak era Soviet, sejak kota itu bernama Akmola. Selain itu, fungsi area perkotaan harus terlihat beragam. Setiap area punya fungsi yang berbeda.

Dengan luwesnya grand design itu, Nur-Sultan tetap bisa beradaptasi mengikuti zaman. Kota tersebut akhirnya punya sistem tata kota yang tertata, sistem transportasi yang nyaman dan gampang diakses, serta permukiman yang menjamin kebutuhan hidup warganya.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook