KETIKA asap menutupi sebagian Sumatra (terutama di Riau) dan Kalimantan, banyak kelompok masyarakat yang tiba-tiba menjadi aktivis peduli lingkungan. Mereka membuat grup di jejaring sosial, maupun melakukan kampanye terbuka dalam bentuk demonstrasi menuntut pemerintah menyelesaikan kebakaran lahan dan hutan.

Namun, Wiwiek Anggaraini memilih jalan yang berbeda. Mahasiswa Universitas Riau (Unri) yang sehari-hari aktivis di Rumah Zakat ini memilih langsung melakukan aksi nyata. Dia ikut mengangkut selang dan memegang moncong penyemprot air. Dia ikut tim pemadam api. Langsung berjibaku melawan api.

Pada pertengahan bulan September 2015,  saat itu kondisi udara di Pekanbaru dan daerah sekitarnya sudah masuk dalam kategori tidak sehat hingga berbahaya. Berlokasi di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar, Riau yang hanya berjarak beberapa kilometer dari perbatasan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, mahasiswi jurusan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tersebut memulai aksinya.   

Terlibat dalam kegiatan sosial, bukan hal baru bagi gadis kelahiran Pitalah, Sumatera Barat 16 Desember 1992 tersebut. Terhitung sejak 2013 silam ia sudah tergabung dalam relawan Rumah Zakat Pekanbaru.

Menjadi relawan juga dianggap mahasiswi ini sebagai kesenangan. Karena memang sejak kecil ia juga mengidam-idamkan untuk menjadi seorang relawan. Namun memang diakuinya, terlibat dalam tim pamadam karhutla adalah pengalaman baru baginya.

"Semua berawal dari rasa penasaran, bagaimana sih kerja di lapangan. Bagaimana rasanya ikut langsung dalam andil kegiatan yang belum tentu orang lain mau ikut turun secara sukarela. Kemudian bersama-sama teman relawan lainnya langsung melakukan pengecekan dilokasi, setelah berkoordinasi dengan petugas dilapangan besoknya langsung ikut turun memadamkan," kata