Dalam menghadapi perlambatan dan ketidakpastian global, Presiden RI dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, 28 November lalu telah menyampaikan bahwa untuk menghadapi ketidakpastian, kita harus, pertama, mampu bertahan di tengah kesulitan. Kedua, mampu mencari sumber baru untuk tetap bertahan. Ketiga, tetap optimis dalam menghadapi berbagai tantangan. Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia juga menyampaikan bahwa dengan sinergi, transformasi, dan inovasi, prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik.
Berpedoman pada arahan tersebut, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Riau semakin tinggi, kita harus bertahan di tengah tantangan melalui hilirisasi, serta mengembangkan sumber pertumbuhan baru dengan prinsip sinergi, transformasi, dan inovasi.
Hilirisasi merupakan kunci untuk bertahan. Sektor berbasis kelapa sawit dan minyak bumi sudah sejak lama menjadi sektor yang besar, hampir 80% ekonomi Riau. Tiada tantangan yang lebih relevan atas sektor gemuk ini selain hilirisasi.
Hilirisasi di Riau juga berpeluang untuk ditingkatkan. Saat ini, industri berbasis kelapa sawit kita baru mampu menghasilkan 20 jenis produk turunan, sedangkan Malaysia, tetangga serumpun kita, sudah menghasilkan 147 produk turunan. Selain itu, berbagai hambatan dari negara tujuan ekspor kelapa sawit juga banyak menyasar produk primer dan intermediate, sehingga jika kita mendorong hilirisasi, produk-produk final goods berbasis kelapa sawit akan selamat dan tidak banyak mengalami hambatan.
Namun dapat kita ingat, hilirisasi dapat dipercepat dengan meningkatkan kemudahan berusaha. Berbagai perizinan yang jumlahnya ratusan, 16 jenis pajak daerah, dan puluhan jenis retribusi daerah menjadi tantangan untuk meningkatkan kemudahan berusaha. Selain itu, tantangan untuk meningkatkan kemudahan berusaha juga berasal dari Perda RTRW sejumlah kabupaten/kota yang masih struggling atau sedang dalam proses penyelesaian.
Arah perbaikan sudah mulai terlihat dalam beberapa waktu terakhir. National University of Singapore (NUS) telah merilis indeks daya saing provinsi-provinsi di Indonesia. Pada 2019, Riau menempati peringkat ke-10 untuk Indeks Pemerintahan dan Institusi Publik, terus membaik sejak 2016, dan lebih tinggi dibandingkan Sumatera Utara dan Sumatera Selatan yang masing-masing berada di peringkat ke-34 dan ke-13. Sebagai outcome-nya, Riau juga menempati peringkat ke-10 untuk Indeks Kondisi Finansial, Bisnis, dan Tenaga Kerja, terus membaik sejak 2016, dan lebih tinggi dibandingkan Sumatera Utara yang turun peringkat menjadi ke-11.