JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sektor pertanian Indonesia dinilai hanya membuang-buang devisa negara karena besarnya uang yang dikeluarkan untuk membiayai impor dibanding hasil ekspornya.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, hingga 2017 neraca perdagangan masih tercatat surplus. Hal itu disebabkan sektor perkebunan yang mencatat surplus mencapai USD 26,7 miliar.
Sementara itu, neraca perdagangan tanaman pangan defisit USD 6,23 miliar, hortikultura defisit USD 1,79 miliar, dan peternakan defisit USD 2,74 miliar.
"Artinya sektor pangan bukannya semakin maju pada kemandirian, justru semakin menyandarkan kecukupan pasokan pangan dari impor. Upaya menjaga stabilitas harga pangan lebih didominasi kebijakan importasi," katanya di Kantor INDEF, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
"Sudah kontribusi ekspor kecil, tapi malah impornya yang besar," jelasnya.
Dalam pandangannya, cita-cita untuk dalam membangun sektor pertanian untuk menuju kemandirian pangan bak sebuah pepesan kosong. Pemerintah seolah menganggap impor sebagai jalan terbaik tanpa diiringi implementasi strategi pembangunan pertanian.
"Entah kapan cita-cita kemandirian pangan bisa direalisasikan. Puncaknya pernah di 2007 lalu ketika pertama kalinya impor sayuran dan buah-buahan masuk ke Indonesia. Saat itu pertumbuhannya sampai 500 persen," tandasnya. (ce1/hap)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama