JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok membawa dampak yang beragam bagi industri. Salah satunya, penurunan produksi yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja. Terutama di pabrik yang bergerak dalam bidang sigaret keretek tangan (SKT).
Direktur Produksi SKT PT Karyadibya Mahardhika (KDM) Maksin Arisandi mengatakan, pada 2018 secara year to date, perusahaan mengalami penurunan kinerja akibat peningkatan tarif cukai. Sebab, kebijakan terkait cukai tersebut membuat daya beli masyarakat kian menurun.
”Faktor utamanya ya karena harga rokok yang semakin naik akibat cukai. Angka pastinya berapa belum bisa kami sebutkan, yang pasti ada penurunan,” katanya di Surabaya, Senin (6/8).
Dia menjelaskan, saat ini pabrik SKT milik PT KDM mampu memproduksi 2 miliar batang per tahun dengan brand Apache. Pihaknya mempekerjakan lebih dari 1.500 tenaga kerja. Sebagian besar adalah pegawai yang tidak mengantongi pendidikan tinggi.
”Secara tidak langsung, sebenarnya kami berperan untuk mengurangi pengangguran. Tetapi, semisal produksi kian tergerus, pasti akan berdampak pada PHK,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi V DPR Bambang Haryo menekankan agar pemerintah tidak makin menaikkan cukai rokok. Apabila cukai semakin tinggi, kata dia, hal itu akan membuat daya beli masyarakat menurun. Otomatis juga akan menurunkan jumlah pajak yang didapat dari industri rokok.
”Yang akan tergerus dalam hal ini adalah UMKM. Sebab, dari total UMKM yang ada di Indonesia, 15 persen adalah penjual rokok. Ini berpotensi membuat mereka kehilangan kerja akibat tidak mampu lagi kulakan rokok,” ujarnya.
Selain itu, Bambang memaparkan bahwa secara nasional, pada 2018 sudah ada pengurangan tenaga kerja di industri rokok sekitar 5 persen akibat produksi yang kian menyusut. ”Sudah banyak PHK di industri ini, terutama yang SKT. Kemudian permasalahannya, siapa yang akan menerima buruh-buruh yang di PHK tersebut. Pengangguran jelas akan semakin besar,” tuturnya.
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk mencari solusi dalam melindungi kesejahteraan pelinting rokok tersebut. Sebab, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki para buruh rokok itu terbatas. ”Mereka tidak bisa begitu saja pindah kerja ke sektor lain. Karena itu, tidak perlu lagi ada peningkatan tarif cukai rokok,” jelas Bambang.(car/c25/fal/jpg)