PSR Tingkatkan Produktivitas Perkebunan

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 02 Desember 2020 - 20:30 WIB

PSR Tingkatkan Produktivitas Perkebunan
Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono dalam acara virtual Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (2/12/2020). (MUJAWAROH ANNAFI/RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah akan terus meningkatkan realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR). Melalui PSR, produktivitas perkebunan sawit rakyat akan meningkat sesuai standar potensi. Selain itu program PSR juga membantu masyarakat dalam menjalankan tata Kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
 
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono dalam acara virtual Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 yang diselenggarakan di Jakarta,  Rabu (2/12). Kasdi menyatakan saat ini dari luas areal petani plasma 6,72 juta hektar, terdapat 2,8 juta hektar yang perlu diremajakan, yang terdiri dari pohon kelapa sawit berusia lebih dari 25 tahun dan perkebunan rakyat yang menggunakan bibit dengan kualitas buruk. 
 
“Jika kita mampu meningkatkan seluruh usaha tani perkebunan kelapa sawit yang rata-rata produktivitasnya saat ini sekitar 3,6 hingga 4 ton setara minyak sawit mentah per hektar per tahun, maka kita dapat meningkatkan produktivitas hingga 6 hingga 7 ton per hektar per tahun sesuai standar potensial," Jelas Kasdi.
 
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud  menyampaikan, saat ini pemerintah telah menjalankan program PSR dengan tujuan selain meningkatkan produktifitas dan kualitas TBS juga penerapan teknik budidaya yang baik melalui GAP dan pelaksanaan tata ruang perkebunan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan sehingga mampu memenuhi kriteria ISPO.
 
“Sertifikasi ISPO adalah hal yang wajib untuk seluruh tipe perkebunan (petani kecil, perusahaan milik negara, dan perusahaan swasta). Petani kecil akan diberikan periode transisi selama lima tahun ke depan, pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat dan daerah yang sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO, dan penguatan peran Kelompok Petani atau Koperasi. Pendanaan untuk petani kecil disalurkan melalui kelompok petani atau koperasi dan dapat diberikan selama periode awal Sertifikasi ISPO," Jelas Musdalifah.
 
Lebih lanjut, Musdalifah menjelaskan dalam melakukan peremajaan, para petani sawit juga dihadapi dengan permasalahan lahan serta kemampuan petani sawit rakyat dalam memenuhi proses administratif. Untuk itu pemerintah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja dimana terdapat pasal yang mendukung para petani rakyat dalam menjalankan tata kelola yang berkelanjutan.
 
"Undang-Undang Cipta Kerja memiliki skema khusus untuk menyelesaikan permasalahan dari legalitas lahan pertanian. Jika lahan sawit petani diberhentikan, maka mereka akan beralih ke komoditas lain dan hal itu membutuhkan pembukaan lahan baru. Oleh karena itu sebisa mungkin kita perlu untuk menjaga para petani swadaya untuk tetap menjalankan kebun sawit mereka, meningkatkan kualitasnya tanpa harus membuka lahan baru,” tukasnya.
 
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit BPDPKS, Eddy Abdurrachman menyatakan pada tahun 2021 pihaknya telah mengalokasikan 5 persen dari pendapatan pungutan ekspor sawit yang dikelolanya untuk membantu pembiayaan proses sertifikasi ISPO petani sawit. 
 
“Dana PSR terus meningkat, sampai akhir bulan Oktober tercatat Rp1,86 triliun. Peremajaan sawit rakyat didukung dengan adanya pendampingan ke petani, penerapan sistem IT, pelibatan para surveyor, koordinasi dengan pemerintah daerah serta kemitraan dengan lembaga keuangan dan perbankan,” ucap Eddy.
 
Dikatakan Eddy, peningkatan produktifitas yang diharapkan tercapai dari program PSR memiliki peranan penting seiring dengan kebutuhan pasokan dalam negri untuk absorsi program mandatori biodiesel. 
 
Laporan : Mujawaroh Annafi (Pekanbaru)
 
Editor : M Ali Nurman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook