Konsistensi Gas Demi Mandiri Energi

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 30 Oktober 2015 - 00:24 WIB

Konsistensi Gas Demi Mandiri Energi
Seorang warga melihat meteran gas yang disalurkan ke rumah warga di Perumahan Kurnia Djaya Alam Batam, beberapa waktu lalu. (RPG)

Jika ini terealisasi, artinya kendaraan-kendaraan yang selama ini menggunakan BBM harus benar-benar bersiap menggunakan bahan bakar gas (BBG). Hal ini sebenarnya sangat menguntungkan karena BBG jauh lebih murah dibanding BBM. Apalagi dengan nilai tukar dolar yang masih tinggi, harga BBM pun masih sulit dikendalikan, karena sebagian besar BBM merupakan komoditas impor. Ini beda dengan gas yang justru surplus dan Indonesia malah mengekspor. Jika BBG sudah makin banyak digunakan warga, dengan infrastruktur yang juga menyeluruh, maka masyarakat juga akan makin nyaman menggunakannya. Memang diperlukan waktu untuk sosialisasi, memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya beralih dari BBM kepada BBG.

Tapi ini sudah dapat dilihat dari pengalihan minyak tanah yang mahal dan menjadi beban negara karena disubsidi sangat besar menuju elpiji yang jauh lebih murah. Awalnya masyarakat menolak, tapi akhirnya secara massal menggunakannya. Telah ada pula teknologi untuk mengalihkan penggunaan BBM ke BBG, yakni konverter kit. Kendati saat ini masih mahal, tapi inovasi akan terus bergerak dan menjadikannya lebih murah ke depan. Kementerian ESDM pun telah menganggarkan dana untuk subsidi konverter kit ini. Industri otomotif diyakini akan menyesuaikan jika infrastruktur gas ini tersedia secara massal.

 Optimalkan Produksi, Hentikan Ekspor

Di bagian lain, Dwi Hary juga menekankan pentingnya mengoptimalkan peningkatan produksi gas. Masih banyak potensi gas yang belum tergali selain yang sudah ditemukan dan dioptimalkan. Selain peningkatan infrastruktur, menyelesaikan program yang sudah berjalan dan konsisten dengan program itu, menurutnya menggali potensi gas yang baru juga sangat penting bagi kelangsungan energi nasional. Sebab, dari tahun ke tahun, kebutuhan gas nasional dipastikan terus meningkat.

Saat ini, cadangan gas nasional banyak digunakan untuk kalangan industri. Sebab, penggunaan gas untuk rumah tangga, begitu juga untuk kendaraan dengan BBG belum begitu populer. Sejauh ini, produksi gas bumi dalam negeri mencapai 6.897 BBTUD (bilion british thermal unit per day). Gas dalam negeri  dialokasikan untuk industri sebesar 2.159 BBTUD tahun 2013. Angkanya naik menjadi 2.201 BBTUD  tahun 2014. Dengan demikian, ternyata masih banyak sumber gas yang diekspor kendati ke depannya, gas merupakan pilar paling penting bagi energi nasional.

 "Untuk itu selain mengoptimalkan potensi yang ada, kami terus meminta agar ekspor gas dihentikan," ujar Dwi Hary.

Hal senada diungkapkan pengamat energi dari UIN Suska Riau Kunaifi ST MSc. Menurutnya, konversi minyak bumi menuju gas bumi merupakan solusi yang tepat saat ini. Catatannya, harus ada integrasi antara pasokan gas, ketersediaan infrastruktur dan kesiapan masyarakat atau pasar. Saat ini, ketiga aspek itu tampak tak seimbang. Penggarapan pasokan gas dari sumber-sumber gas belum begitu optimal. Infrastruktur dan jaringan gas juga belum memadai. Kesiapan warga juga masih dipertanyakan. Banyak yang masih khawatir menggunakan gas. Padahal gas, selain merupakan energi bersih, minim polusi, juga relatif aman. Banyaknya gas bumi yang diekspor, padahal kebutuhan dalam negeri masih belum tercukupi juga jadi catatan yang perlu dibenahi.

Saat ini, cadangan gas bumi Indonesia bisa dikatakan melimpah. Cadangan gas bumi negeri ini tersedia untuk 59 tahun, jauh lebih lama dibanding minyak bumi yang hanya tinggal 10 sampai 25 tahun lagi. Tapi diperlukan strategi energi yang jauh lebih panjang untuk generasi mendatang.

"Setelah era minyak bumi pudar, sekarang gas bumi menjadi prioritas. Ke depannya harus disiapkan energi terbarukan dari nabati," ujar Kunaifi.

 City Gas Pekanbaru

Konversi dari BBM menuju BBG makin tampak arahnya di Kota Pekanbaru, yang menjadi salah satu pilot project nasional. Kendati ada penundaan dalam pembangunan konstruksi jargas, tapi rencana ini kian matang dilaksanakan. Menurut Manager Area PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Pekanbaru, Wendi Purwanto, jargas untuk sambungan rumah tangga akan dibangun konstruksinya pada 2016. Sebelumnya, rencana ini akan dilaksanakan pada 2015, tapi ada sedikit kendala, sehingga baru terealisasi pada 2016.

"Sekarang semua proses survei sudah selesai, izin ke Pemko Pekanbaru dan Pemprov Riau juga sudah tuntas. Mudah-mudahan sesuai rencana, bisa konstruksi pada 2016," ujar Wendi.

Dengan dimulainya jaringan gas ini, maka Pekanbaru akan bersiap menjadi salah satu kota dengan konsep City Gas atau kota yang menggunakan bahan bakar gas, baik untuk rumah tangga, maupun bahan bakar kendaraan dan industrinya. Selain membangun jargas untuk sambungan rumah (SR), di Pekanbaru juga akan dibangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Kawasan Industri Tenayan (KIT).

Baca Juga :Dirikan Tenda Tanggap Darurat di Wilayah Banjir









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook