DURI (RIAUPOS.CO) – Pelaku pembunuhan terhadap korban wanita berusia 12 tahun, pelajar SMPN yang ditemukan tewas bersimbah darah di Jalan Lintas Duri-Pekanbaru, Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Sabtu (2/9) sekitar pukul 21.20 WIB, terungkap.
Tersangkanya tak lain adalah kakak kelas sekaligus tetangga korban. Kurang dari 24 jam, terduga pelaku pria berusia 14 tahun berhasil ditangkap Tim Opsnal Polres Bengkalis dan Polsek Pinggir di rumahnya, Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Ahad (3/9) sekitar pukul 16.00 WIB.
“Ya, kurang dari 24 jam pelaku yang tak lain adalah kakak kelasnya berhasil kami amankan di rumahnya bersama barang bukti berupa kayu balok dan pakaian korban,” ujar Kapolres Bengkalis AKBP Setyo Bino Anggoro, Senin (4/9).
AKBP Setyo menjelaskan, sebelum dibunuh, korban diduga diperkosa oleh pelaku yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Barang bukti yang diamankan di antaranya kayu sepanjang 2 meter yang digunakan untuk memukul korban dan baju seragam olahraga korban yang bersimbah darah.
“Motifnya, korban menolak untuk diajak melakukan pencabulan. Karena takut dilaporkan ke orang tua korban, tersangka sepontan memukul dan menyerang korban menggunakan kayu. Memukul ke arah leher dan kepala korban. Setelah korban tidak berdaya, tersangka langsung memperkosanya,” ujar Kapolres.
Dijelaskan Bimo, berdasarkan hasil autopsi, korban tewas menggenaskan akibat hantaman benda tumpul di bagian leher dan kepala, lalu meninggal dunia karena kelemasan. Juga ditemukannya tindakan yang direncanakan pelaku dialami oleh korban.
“Petugas juga berencana akan memeriksa psikologi tersangka yang terancam dengan hukuman 15 tahun penjara. Tindak pidana penganiayaan berat mengakibatkan mati anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dengan Pasal 76 C Jo Pasal 80 Ayat 3 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” ujarnya.
Kapolres menambahkan, pihaknya juga sudah mengambil keterangan tiga saksi yakni Abner Sihombing (47), Swando Gultom (43), dan Sumirin (34), warga Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Bengkalis.
Diberitakan sebelumnya, Sabtu (2/9) sekitar pukul 21.20 WIB, korban ditemukan dalam keadaan terbaring dengan kepala bersimbah darah.
Kejadian ini dilaporkan warga ke Polsek Pinggir. Kapolres mengatakan, setelah menerima laporan, Tim Opsnal Polres Bengkalis dan Unit Reskrim Polsek Pinggir langsung melakukan penyelidikan.
Berdasarkan fakta hasil penyidikan dan olah TKP Tim Gabungan Opsnal SatReskrim Polres Bengkalis dengan Opsnal Polsek Pinggir, petunjuk mengarah kepada terduga pelaku. Selanjutnya, Ahad (3/9) pukul 16.00 WIB, tim gabungan mengamankan terduga pelaku di rumahnya.
Setelah dilakukan interogasi, terduga pelaku mengakui telah membunuh seorang perempuan yang merupakan adek kelasnya.
“Ya, tersangka mengakui telah membunuh dengan cara mencekik dan menyeret korban ke semak-semak, lalu menonjok kayu panjang yang runcing berulang kali di bagian kepala dan badan korban,” jelasnya.
Dikatakan Kapolres, setelah itu pelaku menyetubuhi korban. Pelaku lalu langsung pulang mencuci baju dan celana pelaku yang terkena darah korban.
Berdasarkan keterangan tersangka, dirinya melakukan hal tersebut karena nafsu saat melihat korban dalam perjalanan pulang sekolah. Setelah diinterogasi, pelaku mengakui perbuatannya dan dibawa ke Kantor Polsek Pinggir. Selanjutnya, pelaku diserahkan ke penyidik guna penyidikan lebih lanjut.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bengkalis, Firman Fadillah yang berada di Polsek Pinggir mengatakan tersangka ARS masih bertetangga dengan rumah korban.
”Kami Tim Opsnal Reskrim dan Polsek Pinggir melakukan dengan persuasif saat menangkap pelaku di rumahnya agar tidak dihakimi warga saat akan diamankan ke Rutan Anak Polsek Pinggir,” ujar Firman.
Sementara itu, Krimonolog Universitas Islam Riau (UIR) Assoc Prof Dr Kasmanto Rinaldi SH MSi mempertanyakan rasa kasih dan perhatian orang tua, guru dan masyarakat sekitar tempat tinggal pelaku pembunuhan sekaligus pemerkosaan di Kecamatan Pinggir, Bengkalis ini.
Perbuatan keji itu, menurut Kasmanto, tidak akan terjadi bila pelaku yang merupakan anak di bawah umur tersebut mendapat kasih sayang dan perhatian cukup dari orang-orang di sekitarnya.
‘’Secara sederhana mengapa anak-anak sampai sedemikian melakukan tindak kejahatan ataupun penyimpangan? Faktor utamanya adalah telah ‘hilangnya’ kasih sayang dan perhatian dalam diri mereka yang seharusnya mereka dapatkan dari orang-orang terdekat mereka. Seperti orang tua, keluarga, guru dan masyarakat,’’ kata Kasmanto, Senin (4/9).
Kurangnya kasih sayang dan perhatian, dalam hal ini juga pengawasan, akan menciptakan kondisi kosong. Kosongnya norma agama, asusila, kesopanan maupun norma hukum. Mereka akan mudah terombang-ambing tanpa arah.
‘’Kondisi yang ‘kosong’ ini memudahkan gangguan-gangguan dari luar, hal-hal negatif untuk mempengaruhi perilaku mereka,’’ ujar Kasmanto menekankan.
Tanpa perhatian dan pengawasan, remaja dengan mudahnya dipengaruhi oleh berbagai hal. Seperti tontonan pornografi, perilaku masyarakat sekitar, serta hal-hal lain yang bisa saja mereka temukan setiap hari melalui media sosial dan sejenisnya.
Kasmanto menjelaskan, dalam konteks remaja, social bond theory mengatakan berubahnya perilaku anak menjadi yang kurang baik atau bahkan jahat bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
Pertama, kata Kasmanto, kondisi sosial saat ini mengharuskan orang tua untuk berjuang keras dalam memenuhi keperluan hidup. Sehingga aspek kedekatan berupa kepedulian dan kasih sayang sudah jarang didapatkan anak-anak dari orang-orang terdekatnya sendiri.
Selain itu, sistem sosial yang berkembang juga jarang memberikan ruang untuk anak-anak mendapatkan kesempatan untuk belajar terlibat dan bertanggung jawab dalam berbagai hal.
‘’Faktor lain yang tak kalah penting adalah penanaman nilai-nilai yang baik. Seperti nilai agama, kesusilaan, kesopanan maupun norma hukum, menjadi asing bagi anak-anak kita untuk mendapatkannya dengan utuh dan sempurna,’’ kata dosen Pascasarjana Fakultas Hukum UIR ini.
Soal pelaku dan korban yang masih anak-anak dan satu sekolah, dalam sudut pandang Kasmanto, siapapun berpotensi sebagai pelaku maupun sebagai korban kejahatan. Apalagi keduanya dekat, sering berduaan, apalagi sampai ada hubungan yang umum disebut pacaran.
Hal-hal demikian, beserta segala dampak negatif internet, media sosial, dan lingkungan.
‘’Kesemuanya harus menjadi perhatian. Tidak hanya bagi orang tua, tapi juga guru, sekolah, tetangga hingga masyarakat di mana pelaku tinggal,’’ ujarnya.(ksm/end)