Di dunia ini serba berubah dan tak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Hal ini berlaku pula dalam bidang kurikulum pendidikan. Kurikulum senantiasa berubah secara terus-menerus mengikuti kecenderungan perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan kebutuhan masyarakat, dan peserta didik.
Indonesia sendiri termasuk negara yang sering mengubah kurikulumnya. Sejak merdeka hingga sekarang, kurikulum pendidikan di negara kita sudah berganti sekitar 10 kali. Rata-rata setiap 7,4 tahun kurikulum diganti.
Presiden Jokowi meminta agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) membongkar kurikulum secara besar-besaran. Presiden beralasan bahwa dunia saat ini sedang mengalami perubahan yang sangat cepat sehingga kurikulum yang berlaku saat ini harus di-update dan di-upgrade sesuai dengan perkembangan zaman.
Di belahan dunia lain, kurikulum juga beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Sebut saja, Finlandia, sebagaimana dikemukakan Pasi Sahlberg (2019), sekarang mencoba memikirkan bagaimana sekolah harus mengajarkan apa yang dibutuhkan siswa (kaum muda) ke depan dengan kurikulum yang diberi label phenomenon curriculum.
Dalam pembelajaran berbasis fenomena (Pheno BL) disebutkan: fenomena dipelajari sebagai entitas yang lengkap dalam konteksnya yang sebenarnya, dan informasi serta keterampilan yang terkait dengannya dipelajari dengan melintasi batas materi pelajaran atau lintas disiplin (MI, 2019).
Kurikulum tidak boleh statis, harus berubah. Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Yang ingin dipersoalkan di sini bukan subtansi perubahan kurikulum, tetapi lebih difokuskan pada tindakan antisipatif terhadap perubahan kurikulum tersebut, yang ditampakkan guru dalam kemampuan inovatifnya ketika melaksanakan kurikulum di sekolah.
Guru perlu tanggap secara proaktif, ketika ada perubahan kurikulum yang tak sekedar pasrah atas perubahan kurikulum tersebut.
Mutu Guru
Apa pun kurikulumnya, mutu guru kuncinya. Guru, merupakan kunci utama keberhasilan pendidikan. Kurikulum yang jelek di tangan guru yang yang bagus akan menghasilkan lulusan yang bagus. Sebaliknya, kurikulum yang bagus di tangan guru yang jelek, hasilnya tetap jelek. Pendidikan di Finlandia dikenal bagus karena guru-guru di sana berkualitas. Yang menjadi guru-guru di Finlandia adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan seperti halnya yang menjadi dokter dan insinyur.
Guru juga harus menguasai kurikulum yang berlaku saat ini, sehingga mampu memahami dan menerjemahkan pesan-pesan kurikulum dengan cerdas. Banyak guru yang sekadar menjalankan perubahan kurikulum ini dengan mengubah sampul serta perangkat mengajarnya sesuai format yang telah diberikan pada kegiatan-kegiatan pelatihan.
Perubahan kurikulum dengan tujuan besarnya akan sia-sia apabila pola pikir guru tidak berubah. Kreativitas guru harus menjadi model bagi siswanya. Guru tidak perlu buku teks terhadap kurikulum agar alokasi pembelajaran yang diarahkan tercapai.
Guru tidak boleh nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Guru tidak lagi dapat bertahan pada otoritas belajar yang berlebihan. Bahkan guru harus mampu membuka ruang siswa menjadi aktif belajar dan banyak bertanya di kelas. Apalagi saat ini, ada kesan guru makin tidak berkembang, hanya datang, mengajar, pulang dan lebih sibuk dengan urusan profesi keguruannya.
Perubahan kurikulum itu didesain oleh orang-orang hebat di lingkaran utama Menteri Pendiidkan. Akan tetapi yang berdiri di depan anak-anak masa depan bangsa adalah guru.***
BERTO SITOMPUL SPD GR, Guru Garis Depan (GGD) yang bertugas di SMP Negeri 1 Pinggir Bengkalis, Riau.