JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tim kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail menyesalkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus mencari keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Padahal, kliennya kini tengah mengajukan upaya praperadilan terkait perkara pengurusan kasus di MA.
"Kami sudah sampaikan permohonan kepada KPK supaya menunda dulu segala bentuk pemanggilan dan pemeriksaan. Akan tetapi mereka tidak perduli," kata Maqdir dalam keterangannya, Rabu (26/2).
Terkait adanya penggeledahan yang dilakukan di kantor hukum Rakhmat Santoso and Partner di Surabaya, Jawa Timur pada Selasa (25/2) kemarin, Maqdir pun menyesalkan hal ini. Terlebih, pada hari ini, Rabu (26/2) KPK terus melanjutkan pencarian Nurhadi ke rumah mertuanya di Tulungagung, Jawa Timur.
Maqdir menyampaikan, jika penggeledahan tersebut tidak didasari surat izin penggeledahan maka tidak sah untuk dilakukan. Karena pada dasarnya setiap penggeledahan yang dilakukan KPK harus membawa surat perintah penggeledahan.
"Kalau itu benar, tidak ada surat perintah, maka penggeledahan itu tidak sah. Bisa dilakukan praperadilan untuk minta pengadilan menyatakan bahwa penggeledahan itu tidak sah," tegas Maqdir.
Maqdir pun mengklaim, dirinya belum mendapatkan informasi terkait penggeledahan KPK yang dilakukan pada Selasa (25/2) hingga Rabu (26/2) hari ini. "Kami malah tidak mendapat informasi tentang penggeledahan," tukas Maqdir.
Sebelumnya, KPK masih terus mencari keberadaan Nurhadi yang hingga kini masih menjadi buronan. Penyidik KPK kini memburu Nurhadi ke rumah mertuanya yang berlokasi di Tulungagung, Jawa Timur.
"Benar, kegiatan tersebut dalam rangkaian pencarian para DPO tersangka Nurhadi dan kawan-kawan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Rabu (26/2).
Kendati demikian, juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini belum bisa menyampaikan informasi lebih lanjut soal giat yang dilakukan penyidik. Ali menyampaikan, proses pencarian Nurhadi masih berlangsung.
"Info yang kami terima saat ini kegiatan tersebut masih berlangsung," jelas Ali.
Untuk diketahui, tersangka pengurusan kasus di MA Nurhadi beserta menantunya Rezky Herbiyono dan Hiendra Soejonto menjadi buronan KPK. Hingga kini KPK belum juga menemukan keberadaan Nurhadi beserta dua tersangka lainnya.
KPK menerapkan tiga orang tersangka terkait pengurusan kasus di MA. Mereka adalah eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi (NHD), menantunya Rezky Herbiyono (RHE) dan Hiendra Soenjoto (HS). Diduga telah terjadi adanya pengurusan perkara terkait dengan kasus perdata PT. MIT melawan PT. KBN (Persero) pada tahun 2010 silam.
Nurhadi yang ketika itu menjabat Sekretaris MA dan menantunya diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT. MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara peninjauan kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero).
Poses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN (Persero) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT. MIT dan tiga lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar.
Nurhadi dan Rezky lantas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal