Pandemi Covid-19 memaksa orang tinggal di rumah memunculkan budaya baru, yaitu berkebun di pekarangan rumah berupa sayuran organik. Bank sampah Tirta Lestari menjadi pelopor pembuatan pupuk kompos dan sudah teruji kualitasnya.
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi.
Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Saat ini, krisis pangan menghantui Indonesia sebagai dampak pandemi Covid-19. Banyak upaya dilakukan berbagai pihak guna mengantisipasinya. Masyarakat mulai melakukan penghematan dan menanam bahan pangan lokal, gerakan beli hasil tanaman pangan petani lokal juga digencarkan.
Begitu juga halnya dengan PT Kimia Tirta Utama. Administratur PT Kimia Tirta Utama, Achmad Zulkarnain mengatakan, dalam mendukung program pemerintah untuk menjaga ketahananan pangan, perusahaan yang menaungi 1.123 karyawan tersebut melakukan berbagai hal untuk menjaga ketahanan pangan karyawan di lingkungan perusahaan.
"Salah satu langkah konkret yang kami lakukan adalah dengan mewajibkan setiap karyawan untuk memanfaatkan pekarangan kosong di sekitar perumahan," kata Achmad Zulkarnain.
Bekerja sama dengan Bank Sampah Tirta Lestari yang terintegrasi dengan Bank Sampah Sekolah dan Bank Sampah Paguyuban, PT Kimia Tirta Utama secara rutin menyosialisasikan pemanfaatan pekarangan kosong dan secara berkala memantau hasil dari kebijakan tersebut.
Bank sampah yang sudah beroperasi sekitar setahun ini sudah banyak menghasilkan pupuk kompos, serta pemanfaatan sampah organik menjadi kerajinan, selain edukasi kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah, bank sampah juga andil besar untuk mewujudkan kemandirian pangan untuk support pupuk organiknya.
Memang diperlukan proses yang panjang kesadaran warga masyarakat untuk bisa mengolah sampah, karena sampah menjadi masalah di setiap komunitas masyarakat di dunia. Asisten Sustainbility PT Kimia Tirta Utama, Selamat Riyadi mengakui memanfaatkan masa berdiam di rumah dengan berkebun beragam macam sayuran, seperti bayam merah, kacang panjang, sawi dan kangkung bangkok.
"Lumayan ini bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga di masa pandemi ini," katanya.
Menurutnya, berkebun di pekarangan bisa menjadi solusi pangan keluarga, apalagi dengan susahnya memperoleh sayuran yang sehat dan terasa aman dalam konsumsinya. Sayur mayur yang dipanen tentunya lebih higienis karena dari pupuk kompos organik, masyarakat gotong royong menanam, merawat tanaman sayur untuk kebutuhan bersama.
"Dengan menanam sendiri sayuran untuk konsumsi keluarga juga memberi rasa aman, karena jelas sumbernya dari kebun sendiri. Kalau beli dari luar biasanya dibersihkan baik-baik. Apalagi sekarang juga susah mendapatkan sayuran karena adanya pembatasan, tak ada penjual sayuran yang biasa datang, mau ke pasar juga mungkin jauh dan berisiko," katanya.
Warga di setiap paguyuban berupaya menanam sawi, bayam dan kangkung. Bayam merah selain mudah dibudidaya juga memiliki masa panen yang singkat, yaitu hanya tiga pekan. Sementara kangkung selama 3 pekan, sehingga kebutuhan sayur mayur sudah mandiri serta dijamin organik karena pemupukan dengan organik kompos.
Tidak hanya mengeluarkan kebijakan, PT Kimia Tirta Utama secara konsisten memberikan bantuan bibit tanaman kepada karyawan dan memfasilitasi pupuk kompos yang dihasilkan oleh Bank Sampah Tirta Lestari. Dengan adanya kebijakan ini, karyawan diharapkan paling tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga sendiri.
Ditambahkan Administratur PT Kimia Tirta Utama, Achmad Zulkarnain, kebijakan ini merupakan salah satu langkah mengubah perilaku dan pola konsumsi umum masyarakat. Saatnya gaya hidup hijau yaitu perilaku yang ramah lingkungan dibudayakan dan dijadikan tren baru dalam menghadapi era new normal, baik selama pandemi maupun setelah pandemi Covid-19 ini.
"Mari mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, menjaga pola hidup bersih dan sehat serta dapat memanfaatkan lahan kosong menjadi lahan produktif serta ramah lingkungan," tuturnya.
Meskipun jumlah produksi pangan saat ini tidak mengalami banyak perubahan dan masih dapat dikatakan aman, permasalahan krisis pangan tetap dapat terjadi kedepannya. Permasalahan yang paling besar terjadi pada distribusi pangan. Dengan adanya pembatasan-pembatasan, distribusi pangan menjadi lemah. Akibatnya, stok pangan tidak merata di semua daerah.(kom/mng)