MENTAWAI (RIAUPOS.CO) - Masyarakat Mentawai, khususnya yang tinggal di pesisir pantai barat Pulau Siberut kembali dikejutkan gempa, Selasa (25/4) pukul 03.00 WIB. Padahal, trauma akibat gempa 31 Agustus 2022 lalu belum luput dari ingatan mereka. Kemarin, hampir seluruh masyarakat di empat besar Pulau Mentawai merasakan getaran gempa dengan magnitude 6,9 SR. Mereka pun terpaksa mengungsi ke dataran tinggi.
Getaran gempa terkuat dirasakan oleh warga masyarakat di sekitar pantai barat dan utara Pulau Siberut, terutama di Kecamatan Siberut Barat dan Siberut Utara yang berada dekat dengan pusat gempa yang sekitar 177 kilometer (km) dari barat laut Kepulauan Mentawai dengan skala MMI V hingga VI.
Syaiful Tasir (37) warga Desa Simalegi, Kecamatan Siberut Barat yang dihubungi wartawan, Selasa (25/4) mengatakan, getaran gempa seperti kapal yang dihantam badai yang berulang-ulang. Dirinya juga sempat merasakan pusing akibat goyang gempa yang terjadi dini hari disertai hujan gerimis tersebut. “Setelah pusing agak hilang, barulah saya dan keluarga melakukan evakuasi mandiri ke dataran tinggi dengan jarak tempuh jalan kaki sekitar 10 menit. Hanya saja, saat sampai di lokasi kami terpaksa membuat tenda darurat menggunakan daun seadanya karena saat evakuasi kondisi sedang hujan,” ungkapnya.
Menurut dia, seperti biasa atau gempa sebelumnya, warga akan kembali menginap pada malam harinya di lokasi evakuasi atau dataran tinggi dengan menumpang di pondok warga. Namun, hingga Selasa (25/4) sore, belum ada tenda yang disediakan oleh pemerintah karena kondisi masih libur Idulfitri.
Aktivitas perkantoran di Kantor Camat Siberut Barat, kata dia, belum dibuka sama sekali. Untuk dua dusun di Desa Simalegi, yakni Betaet Utara dan Betaet Selatan ada empat titik lokasi evakuasi. Untuk Betaet Utara ada jalur evakuasi Siritettenen lewat jalur Puskesmas Betaet dan Bukit I Siritettenen dengan jalur evakuasi Kantor Camat Siberut Barat.
Sedangkan, di Dusun Betaet Selatan, yakni, Bukit II Malutlut dengan jalur evakuasi SMA Negeri 1 Siberut Barat dan pemukiman relokasi fise dengan jalur evakuasi Betaet Selatan area relokasi.
Sudarmono Siribere, warga Desa Muara Sikabaluan mengatakan, gempa dini hari tersebut membuat warga langsung melakukan evakuasi mandiri ke dataran tinggi. Termasuk juga warga masyarakat di Dusun Pokai dekat Pelabuhan Pokai Muara Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara.
Menurut dia, untuk wilayah Desa Sikabaluan ada empat titik yang dijadikan sebagai lokasi evakuasi pengungsian. Meski begitu, lanjut dia, saat ini belum ada satu pun tenda dan makanan di lokasi pengungsian. Warga terpaksa menumpang di rumah warga yang ada di lokasi Tamairang dengan kondisi terbatas dan tidak memadai.
Dia berharap, pemerintah bisa segera membantu ketersediaan tenda dan kebutuhan lainnya di lokasi pengungsian. Selain getaran gempa dirasakan kuat di seluruh Pulau Siberut, warga masyarakat di Pulau Sipora yang juga merasakan getaran gempa sempat mengungsi ke dataran tinggi.
Tidak terkecuali Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy yang sempat berlibur di salah satu resort di Desa Tuapejat, Sipora. Audy juga terpaksa menepi dan mencari dataran tinggi di Bukit Pantai Jati. Begitu juga dengan tamu-tamu wisatawan yang ada di sekitar resort yang ada di pulau-pulau di depan Pantai Tuapejat.
Sejumlah warga di Desa Sioban juga sempat melakukan evakuasi mandiri sesaat setelah terjadi gempa ke dataran tinggi di Desa Sioban. Namun, pada pagi harinya warga kembali ke rumah dan melakukan aktivitas seperti biasa. Hingga saat ini, belum ada laporan kerusakan akibat gempa 6,9 SR tersebut. Namun, untuk warga yang mengungsi ke dataran tinggi, pihak BPBD Kepulauan Mentawai masih mengumpulkan data.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kepulauan Mentawai, Amir Ahmari, Selasa, (25/4) sore, mengatakan pihaknya masih mengumpulkan data warga yang mengungsi di seluruh wilayah terdampak gempa. Tantangan dalam pengumpulan data warga tersebut, juga disebabkan kondisi akses telekomunikasi yang belum merata di wilayah Kepulauan Mentawai.
Warga Sekitar BIM Mengungsi
Sejumlah masyarakat Kampung Baru, Kenagarian Kasang, Kecamatan Batang Anai yang berdekatan dengan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) juga mengungsi. Mereka mengkhawatirkan adanya potensi tsunami seperti yang diinformasikan oleh BMKG. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya pemadaman listrik, sehingga memicu kecemasan warga. Apalagi kawasan ini memang dekat dengan laut.”Kami panik karena saat gempa, listrik di tempat kami juga padam sehingga banyak warga di sekitar tempat tinggal kami yang mengungsi ke flyover,” ujar warga Kampung Baru, Kenagarian Kasang, Kecamatan Batang Anai, Yuliana.
Dia berharap pemerintah lebih cepat memberikan kepastian kepada masyarakat jika terjadi gempa sehingga masyarakat bisa memastikan apa langkah-langkah yang perlu diambil. Apalagi jarak bibir pantai dengan Jorong Kampung Baru juga berada sekitar 3 kilometer.
”Kami juga sempat mendengar sirene di sekitaran bandara, mungkin itu sirene peringatan tsunami makanya kami langsung mengungsi ke flyover ini,” ungkap Yuliana.
Kecemasan itu juga dialami warga lain sekitar flyover. Seperti yang diungkapkan Hidayat (42) warga Pesona Anai Lestari, Kenagarian Kasang, Kecamatan Batang Anai. Ia menyebutkan jika gempa tersebut membuat warga kompleksnya panik sehingga memilih untuk mengungsi.
”Kalau bisa pemerintah juga memaksimalkan fungsi WhatsApp, SMS, dan sarana medsos lainnya sebagai sarana untuk memberikan info ke masyarakat,” kata Hidayat diamini tetangganya, Ari Saputra (39).
Tak hanya warga di sekitar lokasi flyover, lokasi tersebut juga menjadi tempat mengungsi bagi warga Pasia Jambak, Kototangah. Ini disebabkan warga mendapatkan informasi jika air laut di kawasan tersebut mulai surut.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan, semula memang kekuatan gempa sekitar 7,3 SR, namun setelah dikoreksi kekuatannya menjadi 6,9 SR. Ini sesuai dengan informasi yang masuk dari jajarannya. Selain itu kedalaman sebelumnya 84 km menjadi 23 km. Dan yang paling mencengangkan adanya gempa susulan sebanyak delapan kali. Kekuatan gempa tersebut paling tinggi rata-rata sekitar 4 SR. Namun demikian, pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat Sumbar untuk tidak panik dan selalu meningkatkan kewaspadaan.
Air Laut Naik 11 Cm
Gempa 6,9 SR itu membuat panik penduduk di sekitar Kepulauan Mentawai. Sebab, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat mengumumkan potensi tsunami. Kepala BMKG Dwikorita langsung menggelar konferensi pers sesaat setelah terjadi gempa. Dia menyampaikan, gempa pertama berlangsung pada pukul 03.00 dengan kenaikan air laut 11 cm. Gempa itu terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai. ’’Episentrum gempa bumi terletak di laut pada jarak 177 km barat laut Kepulauan Mentawai. Kedalaman pusat gempa 23 km,” ujarnya.
Gempa tersebut tergolong gempa bumi dangkal. Dipicu aktivitas subduksi lempeng bumi Indo-Australia. ’’Berdasar analisis, gempa tersebut memiliki mekanisme pergerakan patahan naik,” ujarnya.
Dampak gempa bisa dirasakan hingga Siberut dan Mentawai. Termasuk di Padang Pariaman, Agam, dan Padang. ’’Secara permodelan matematis, gempa ini berpotensi tsunami,” ucapnya.
Dwikorita menyebut daerah yang berpotensi tsunami dengan status waspada adalah Nias Selatan dan Pulau Tanabala, Sumatera Utara, dengan prediksi ketinggian gelombang maksimum 50 cm.(zul/rif/rpg/dee/jpg)