CATATAN DARI KKI III BANDUNG 2015

Memburu Payung Hukum bagi Kesenian Indonesia

Seni Budaya | Minggu, 13 Desember 2015 - 09:52 WIB

Memburu Payung Hukum bagi Kesenian Indonesia
SIDANG: Dari kiri, Perwakilan Indonesia Tengah (Jawa dan Kalimantan) Dr Yuke, pembicara Nirwan Dewanto serta perwakilan Indonesia Barat (Sumatera) Fakhrunnas MA Jabbar, serta perwakilan Indonesia Timur Hapri pada KKI III 2015 di Kota Bandung 2-4 Desember 2015.

RIAUPOS.CO - PERBINCANGAN ratusan seniman di arena Kongres Kesenian Indonesia (KKI) III/ 2015 di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung selama tiga hari (2-4 Desember 2015) hampir jadi arena curhat kesedihan dan keputus-asaan. Pasalnya, kendala terbesar yang dialami para seniman dalam mengembangkan kreativitas terkait tak jelasnya pendanaan.

Situasi ini kian diperburuk dengan semakin ketatnya penggunaan uang negara yang dititipkan di APBN dan APBD di bawah pengawasan lembaga pemeriksa keuangan dan KPK. Akibatnya duka-lara para seniman dalam mencari dana yang cukup untuk sebuah pementasan kreativitas seni benar-benar menjadi ragam kisah yang tak kunjung ada jalan keluarnya.

Baca Juga :Fairus dan Istri Hadiri Pekan Budaya Multietnis

Tentu bukan sebuah kebetulan ketika KKI III yang dibuka secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan dan sepenuhnya diprakarsai  para seniman Indonesia memilih  tema yang terkesan begitu aktual: “Kesenian dan Negara dalam Arus Perubahan.” Mendukung pencapaian tema itu, kongres juga menetapkan empat subtema yakni Politik kesenian dalam perspektif negara; Kesenian, negara, dan tantangan di tingkat global; Pendidikan seni, media, dan kreativitas; serta Seni dalam pusaran kompleksitas kekinian.

Selama tiga hari, 600 seniman, pengamat seni, birokrat seni dari seluruh Indonesia secara berjenjang membahas topik-topik yang sudah ditetapkan sejak awal sesuai dengan tema kongres. Riau sendiri sempat menghadirkan sejumlah seniman dari berbagai cabang seni seperti Fakhrunnas MA Jabbar, Kazzaini Ks (sastra), Iwan Irawan Permadi (tari), Fedli Azis, Hang Kafrawi (teater), Rino Dezapaty Mby (musik), Yudi YS (senirupa) dan Willy Fwi (film).

Provinsi Riau patut berbangga atas peran sejumlah seniman Tanah Melayu dalam kegiatan kongres ini. Budayawan Al azhar dalam kepanitian KKI III dipercaya menjadi salah satu dari 11 Panitia Pengarah. Sedangkan budayawan Fakhrunnas MA Jabbar sejak awal kongres terpilih sebagai Pimpinan Kongres mewakili wilayah Indonesia Barat yang nota bene Sembilan provinsi di Pulau Sumatera. Perwakilan wilayah Indonesia Tengah (Jawa dan Kalimantan) terpilih Dr. Yuke dan wilayah Indonesia Timur diwakili oleh Hapri. Fakhrunnas dalam kegiatan kongres terpilih pula sebagai Tim Perumus mewakili unsur Pimpinan Kongres.

Di hari pertama dan kedua, para peserta dibekali dengan gagasan dan pemikiran umum tentang kesenian Indonesia yang disampaikan oleh enam pembicara.  Keenam pembicara itu adalah Dr Hilmar Farid yang berbicara tentang Politik Kesenian dalam Perspektif Negara, Nirwan Dewanto (Kesenian, Negara dan Tantangan di Tingkat Global), Dr Sutanto dan Lono Simatupang (Pendidikan Seni, Media dan Kreativitas) serta Afrizal Malna dan Jim Supangkat (Seni dalam Kompleksitas Kekinian).

Hilmar Farid yang pernah terlibat dalam dua KKI sebelumnya masing-masing KKI I tahun 1995 pada masa kejayaan Orde Baru dan KKI II tahun 2005 di awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan seluruh peserta tentang hasil-hasil rekomendasi yang pernah diambil.

“Sayangnya institutional memory yang lemah membuat kita sering mengulang lagi apa yang sudah dibicarakan dan diputuskan sebelumnya. Akan baik jika peserta kongres sekarang mendapat salinan dari kesimpulan dan rekomendasi dua kongres sebelumnya sehingga bisa melihat apa yang sudah dicapai, apa yang belum dicapai, beserta alasannya,” ujar Hilmar.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook