MELIHAT DUNIA SENI MAHASISWA

Eksistensi Batra yang Melampaui Dunia Kampus

Seni Budaya | Minggu, 18 Juni 2023 - 12:08 WIB

Eksistensi Batra yang Melampaui Dunia Kampus
Muhammad Arif Al Husein (kiri) saat bermain dalam drama Raja Minyak produksi Teater Batra yang dipentaskan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada 2015 lalu. (UKM BATRA UNTUK RIAU POS)

BAGIKAN



BACA JUGA


UKM Batra FKIP Unri adalah salah satu lembaha seni mahasiswa yang terus tumbuh. Eksistensinya melampaui “pagar” kampus. Tak hanya Riau, tetapi juga Indonesia, dan negeri jiran.


RIAUPOS.CO - KAMPUS menjadi kawah candradimuka bagi perkembangan dunia kesenian. Banyak seniman yang lahir dari kampus, kemudian terus berkembang dan eksis pada genre seni yang digelutinya. Di Riau, kampus-kampus besar --baik negeri maupun swasta-- punya wadah tersendiri dalam mengembangkan kesenian. Ketika para seniman kampus tersebut lulus dan berbaur dengan masyarakat, banyak dari mereka yang terus mengembangkan eksistensinya.


Satu di antara lembaga kesenian mahasiswa/kampus yang tetap eksis hingga hari ini adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Batra di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) Universitas Riau (Unri). Menurut Pembina Batra, Pay Lembang, Batra didirikan pada tahun 1988 dengan masih menggunakan nama Bahtera yang merupakan akronim dari bahasa dan sastra. Teater Bahtera dibentuk oleh beberapa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unri ketika itu, di antaranya Slamet Riyadi, Lapasita, Musrial, dan Jonaidi Alwi. Pada tahun 1990 nama Bahtera diubah menjadi Teater Batra dan tetap dalam naungan program studi.

Pada masa ini,  Batra berhasil menggaungkan nama program studi hingga ke Malaysia dan derah lain di Indonesia dengan beberapa program andalan seperti Praktikum Sastra, Bulan Bahasa, Haul Chairil anwar, dan Tadarus Puisi. Setelah UKM Kesenian Unri dibentuk pada tahun 1997, Batra menjadi salah satu divisi minat dan bakat mahasiswa khusus cabang seni. Selanjutnya, melalui pergulatan yang panjang, akhirnya pada tahun 1999 Batra melepaskan diri dari UKM Kesenian Unri dan resmi menjadi salah satu UKM di tingkat universitas.

Urgensi dan tujuan mendirikan Batra, kata Pay, yakni ketika terjadi stagnasi aktivitas sastra dan kesenian di program studi menjadi titik awal. Selain itu, pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia sudah tidak lagi memiliki sanggar yang dapat menjadi tempat pembinaan minat dan bakat mahasiswa di bidang kesenian atau tempat mengaplikasikan beberapa mata kuliah yang ada pada program studi. Hal ini disebabkan oleh beberapa penggiat kesenian kampus sudah menjadi alumni dan mendirikan sanggar-sanggar di luar kampus.

“Pada awal didirikan, Batra hanya fokus pada seni teater. Akan tetapi, sejak tahun 2010, Batra mulai fokus di beberapa cabang kesenian, seperti teater, musik, tari, sastra, hingga seni rupa,” kata Pay kepada Riau Pos, Jumat (16/6/2023).

Hingga kini, Batra menjadi salah satu organisasi mahasiswa atau UKM yang banyak diminati oleh mahasiswa-mahasiswi di tingkat universitas. Hal ini terlihat dari antusiasme mahasiswa yang mendaftar ketika dilakukan open recruitmen oleh pengurus UKM Batra. Untuk sistem penerimaan anggota baru  dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Melalui beberapa tahapan, yakin seleksi administrasi, wawancara, bakti sanggar, eksplorasi, uji panggung, dan pengukuhan.

Untuk mengembangkan bakat-bakat mahasiswa, khususnya anggota Batra, selain program latihan rutin,  Batra juga melakukan pelatihan khusus atau workshop yang mendatangkan pakar/pelaku seni dari luar kampus. Selain itu, Batra aktif mengikuti dan menghadiri iven-iven kesenian yang ditaja oleh  Pekerja Seni Kampus (PSK) di tingkat nasional. Hal ini menjadi bagian program  Batra dalam rangka membangun jejaring sesama pekerja seni kampus.


Sejak resmi sebagai UKM universitas tahun 1999, seluruh mahasiswa Unri boleh bergabung dan terlibat dalam hal pengembangan kesenian di tingkat universitas. Bahkan, beberapa tahun terakhir ada juga  pelajar yang ikut bergabung dalam keanggotaan UKM Batra.

Sejauh ini, ujar Pay, para alumni  masih terus memberikan kontribusi di setiap kegiatan yang ditaja oleh  Batra. Untuk mempermudah komunikasi dengan para alumni, telah dibuat grup Alumni Teater Batra. Pada tahun 2020 kemarin, grup alumni ini telah berhasil menerbitkan buku antologi puisi.


Beberapa alumni Batra yang yang terus berkembang dan terus berkarya antara lain Dasri Al-Mubary, Al azhar, Taufik Ikram Jamil, Temul Amsal, Syafruddin Saleh Sei Gergaji, Deni Kurnia, Kazaini Ks, Mustamir Thalib, Elmustian Rahman, Eriyanto Hadi, Junaidi Alwi, Syamsidir, Amirullah, hingga ke generasi Muhammad Arif Al Husein.

Pay Lembang sendiri masuk ke Batra sejak menjadi mahasiswa di Prodi Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unri tahun 2001. Dia aktif menjadi pemain teater dan pembaca puisi di sana. Setelah tamat kuliah dan melanjutkan studi di pascasarjana, dia masih tetap aktif di sanggar sebagai pelatih dan menyutradarai beberapa pementasan Batra. Lalu pada tahun 2014, dia dipercaya menjadi Pembina di UKM Batra hingga kini.
***

MUHAMMAD Arif Al Husein adalah satu dari sekian alumni Batra yang kini masih aktif beraktivitas di dunia seni. Meski sudah lulus dari pendidikannya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Bahasa dan Seni, FKIP Unri, kecintaannya terhadap Batra tidak pernah surut. Saat ini dia mengajar di sebuah sekolah di perkebunan di Kabupaten Siak, namun setiap akhir pekan dia usahakan untuk tetap pergi ke Kampus FKIP Unri di Pekanbaru. Di sana dia bergabung dengan adik-adiknya di Batra yang sedang berlatih berbagai genre kesenian, atau sekAdar ngopi sambil diskusi ringan tentang banyak hal. Jabatnnya saat ini adalah Dewan Kehormatan UKM Batra.

Dia masuk Batra pada 2010, di smester awal dia kuliah. Di sana Arif belajar menulis cerpen, puisi, teater, jurnalistik, dan yang lainnya yang memang diajarkan oleh para seniornya. Sejak masuk di sana, dia menganggap Batra adalah rumahnya. Bukan hanya rumah untuk belajar segala hal yang berkaitan dengan seni, tetapi memang rumah dalam arti sebenarnya, tempat untuk tidur, makan, dan berkegiatan. Dia merasa “lahir”, tumbuh dan berkembang di sana.

Batra

Sebagai anak Rantau yang kuliah berdasarkan kenekatan tanpa bekal apa pun, Arif yang lahir di di Aek Pamingke, Kabupatennya Labuhan Batu Utara, Sumatra Utara (Sumut) benar-benar menemukan keluarga di Batra. Di sana dia mengenal dua orang yang kemudian benar-benar dekat dengannya bagai keluarga kandung, yakni Syafrial dan Pay Lembang. Mereka berdua tempat dia mengadu dalam hal apa pun. Baik saat dia tak punya uang atau kebutuhan lainnya karena dia memang tak mendapatkan kiriman apa pun dari kedua orang tuanya yang telah berpisah. Dia menganggap Syafrial seperti ayahnya sendiri, dan Pay Lembang seperti saudara kandung lain ayah dan ibu.

“Ikatan kami terjalin secara emosional di Batra. Segala sesuatu bidang ilmu dan kehidupan kampus, beliau berdua yang menuntun saya,” ujar Arif kepada Riau Pos, Kamis (15/6/2023).

Arif memang dikAruniai bakat yang banyak dalam bidang seni. Selain menulis karya sastra dan teater, dia juga bisa melukis, bermain musik modern maupun tradisi, membaca puisi, musikalisasi puisi, dan sebagainya. Hal itulah yang membuatnya sering keliling Indonesia bersama Batra, baik untuk pementasan teater atau mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) sebagai perwakilan Riau, dan kegiatan lainnya. Dia juga menulis naskah drama  yang dipentaskan bersama Teater Batra di beberapa kota, juga ikut bermain dalam  Prahara Cik Apung (Jakarta, 2013), Bulang Cahaya (Batam, 2013), Malam Botak (Palu, 2014), Raja Minyak (Banjarmasin, 2015), dan puluhan peran lainnya.

Dalam bidang sastra, selain memenangkan berbagai lomba, karyanya juga telah dibukukan, antara lain Kepompong (Trilogi Novel: Nulisbuku Publishing, 2015), Fragmen Hitam (Trilogi Novel: Nulisbuku Publishing, 2015), Rumah Kita (Antologi Puisi dan Cerpen-Pustaka A2 Bandung, 2016), Kitalah yang Hidup di Sungai Itu (Festival Sastra Sungai Jantan Siak, 2019), Sebuah Kisah tentang Waktu (Jendela Sastra Indonesia Jakarta, 2020), Potret Kehidupan (Tzone Publisher Jakarta, 2020), Suara yang Lindap dan Malam Senyap (Antologi Puisi Penyair ASEAN- SCW Publishing Pekanbaru, 2020), Ode Kerinduan (Inong Agam Publishing Aceh, 2020), Mimpi dan Puisi (Mentari Media, 2020), Langkah Bahtera Langka (Antologi Puisi Bersama Alumni UKM Batra-Malay Culture Studies, 2020), Bisik Langit Pasak Bumi (Antologi Puisi Bersama Pendaki-Pendaki Indonesia-Rumah Sunting, 2021), Bingkai Hati Selembar Kenangan (Jendela Sastra Indonesia Jakarta 2022), dan beberapa sekumpulan buku lainnya juga beberapa karya yang terbit di media massa.     

“Saya akan mengabdikan hidup saya untuk Batra tanpa batas waktu,” ujar­nya.***

Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook