Kemudian,
anggapan bahwa frasa pemberdayaan nelayan sebagai kalimat bersayap,
juga kurang tepat untuk makna ‘tidak jelas’, ‘absud,’ atau ‘tidak terukur’
secara kuantitatif seperti yang disebut Jokowi itu. Kata-kata bersayap
yang disebut double entrende dalam bahasa Perancis tampaknya lebih
mengacu pada makna konotatif. Ungkapan mari kita tengok ke belakang
tidak saja bermakna ‘memalingkan wajah ke belakang’ tetapi dapat bermakna ‘mari
belajar dari sejarah’ atau ‘mari lihat apa yang sudah terjadi.’ Demikian pula iklan sebuah produk kesehatan yang
berbunyi “buat anak kok coba-coba,” bagi si pembuat, iklan itu ditujukan kepada
pemirsa/pendengar agar obat untuk anak harus yang sudah terjamin khasiatnya.
Sementara itu, buat pemakai bahasa lain dapat menjadi ungkapan/kata-kata
bersayap yang bermakna ‘membuat anak (bersetubuh) kok coba-coba.’
Sebagian pembaca barangkali akan menggambarkan “drama” antara Presiden Jokowi dan Menteri Susi di atas dengan kalimat bersayap: “Bapak mau makan pakai apa? “ “Ya pakai tangan to! Mosok pakai kaki” (Kusno, 2009). Si penanya bermaksud menanyakan jenis lauknya, sementara si pendengar memahaminya sebagai alat (situasi serius atau bercanda). Selamat berbahasa.***