SENGGANG MARHALIM ZAINI

Puisi dan Tabu

Seni Budaya | Minggu, 21 Februari 2016 - 01:35 WIB

Namun begitu, dalam konteks semantik, khususnya dalam proses penciptaan puisi misalnya, cara kerja eufemisme atas tabu, dapat dijadikan salah satu kiat. Ketika misalnya, pemakaian kata lain (yang baru) untuk menggantikan kata yang (dianggap) tabu, maka hal yang paling penting adalah perubahan makna kata-nya. Di situ, kreativitas tentu dituntut untuk dapat menyembunyikan (merahasiakan) makna kata yang ditabukan itu, ke dalam pilihan kata yang baru, kata yang tidak ditabukan—namun makna tabu tetap dapat tersampaikan. Bukankah, dari dulu, seni (sastra) selalu suka menyimpan rahasia (sandi) agar imajinasi pembaca/penikmat dapat bekerja?

Hingga pada gilirannya, fungsi karya sastra bekerja seperti layaknya fungsi eufemisme bagi tabu. Puisi menjadi ruang penciptaan-penciptaan kata (bahasa) baru bagi makna-makna baru, bukan kata (bahasa) yang seolah baru, tapi makna tak berubah. Sehingga, puisi tidak menjadi semacam eufemisme yang dianggap basa-basi, hanya karena (puisi) belum mampu mengubah persepsi orang atas kata.***    









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook