Mengulang Dikigh Mulub

Seni Budaya | Minggu, 07 November 2021 - 11:02 WIB

Mengulang Dikigh Mulub
Seorang Mamak dari Suku Patopang menerima jambagh kawa dari sanak kemenakan perempuan (kiri).Jambagh berjejer rapi di hadapan ninik mamak, tokoh adat dan tokoh agama (kanan atas).Petugas menyusun jambagh nasi untuk selanjutnya disantap bersama(kiri bawah). (KUNNI MASROHANTI/RIAU POS)

Rabiulawal merupakan bulan kelahiran manusia paling mulia, yakni, Nabi Muhammad SAW. Umat muslim di beberapa daerah pun merayakan hari lahir yang disebut dengan Maulid Nabi tersebut. Bahkan ada yang melaksanakan secara adat. Salah satunya di Kenegerian Padang Sawah.

(RIAUPOS.CO) - KENEGERIAN Padang Sawah berada di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Masyarakat di Kenegerian ini juga menggelar Maulid Nabi yang mereka sebut dengan Dikigh Mulub. Sebutan ini merupakan bahasa daerah Kenegerian Padang Sawah yang memiliki arti Zikir Maulid. Maka, masyarakat merayakan hari lahir Nabi dengan dengan cara berzikir dan bersalawat bersama.


Prosesi tahunan ini kembali dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat Kenegerian Padang Sawah akhir Oktober lalu yang dipimpin oleh Tali Tigo Sapilin, yakni istilah adat untuk menyebutkan tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemerintahan.

Prosesi Dikigh Mulub dimulai pukul 08.00 WIB bertempat di Masjid Nurul Iman. Prosesi dibuka dengan lantunan ayat suci Alquran. Kemudian dilanjutkan dengan zikir dan salawat yang dan memenuhi ruang Kenegerian  Padang Sawah melalui pengeras suara yang ada di menara masjid tersebut. Dikigh Mulub dilaksanakan setiap tahun dan di ulang tahun ini sesuai kesepakatan bersama.

Menggemanya bacaan zikir dan salawat itu mengisyaratkan sanak kemenakan perempuan untuk segera mengantarkan jambagh kawa (hidangan kue ringan, red) ke masjid dengan menggunakan dulang (tempat hidangan dari logam, red) dan ditutup dengan tudung saji. Sangat banyak. Jumlahnya puluhan. Isinya bermacam-macam kue khas Kenegerian Padang Sawah.

Dulang dibawa dengan dijunjung di atas kepala. Kue-kue ditutup dengan tudug saji dan tudung saji ditutup kembali dengan kain cantik warna warni. Karena jumlahnya banyak, ketika disusun berjejer di dalam masjid bagian samping belakang tersebut, terlihat sangat indah. Saatnya masyarakat makan kue bersama-sama setelah berzikir dan bersalawat.

Sanak kemenakan perempuan yang datang ke masjid dengan menjujung dulang di atas kepala juga mengenakan pakaian serba cantik, terang, sopan dan bersih. Dulang itu kemudian diserahkan kepada Mamak yang sudah menunggu dan berdiri depan pintu masjid. Dari Mamak inilah kemudian dengan dibantu yang lain, dulang-dulang ini disusun dengan rapi.

Zikir dan salawat terus terdengar dengan irama yang khas. Kompak dengan dipimpin oleh seorang imam. Semuanya berzikir mengingat Allah dan mengungkapkan rasa syukur yang tiada terkira karena sudah diberikan cahaya terang, penuntun kepada kebaikan, yakni Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan hingga akhir zaman.

Setelah salawat dikumandangkan dengan dipimpin seorang imam,  dulang yang sudah tersusun rapi  saatnya disantap bersama oleh Ninik Mamak, tokoh adat, dan pemerintah. Mereka semua duduk berdampingan. Santap hidangan juga diikuti sanak kemenakan serta semua lapisan masyarakat.  Hidangan berupa kue-mue ini merupakan hidangan pembuka dalam prosesi tersebut.

Waktu istirahat selesai. Makan dan santap-santap  hidangan selesai, dan jambagh kawa pun tinggal piring serta gelas kotor. Saat inilah  Mamak menyerahkan kembali dulang yang yang telah kosong tersebut kepada kemenakan perempuan. Artinya, proses dimulai dengan penyerahan dulang dari sanak kemenakan perempuan kepada Mamak, dan proses diakhiri dengan pengembalian dulang dari Mamak kepada sanak kemenakan perempuan.

Tak sengaja, waktu sudah hampir tengah hari. Zikir dan salawat kembali dilantunkan sembari mengenang perjuangan dan menunggu tibanya adzan zuhur. Prosesi yang dimulai sejak pagi itu, berhenti saat tengah hari menjelang azan zuhur hingga dilaksanakan salat zuhur.

Hampir adzan zuhur dikumandangkan, kembali sanak kemenakan perempuan mulai berdatangan dengan membawa dulang. Lagi-lagi dulang yang banyak dengan tutup berwarna-warni. Tapi kali ini isinya bukan kue, melainkan  jambagh nasi (hidangan makan siang, red). Selain ada nasi di dalamnya, juga ada lauk pauk yang beragam. Mulai dari gulai ayam, sambal ikan, sambal telur dan masih banyak lainnya. Sungguh, syukuran yang sempurna.

"Maulid nabi tahun ini agak sedikit semangat dari tahun sebelumnya. Sanak kemenakan banyak yang mengantarkan jambagh ke masjid. Kegiatan ini kami laksanakan karena penyebaran Covid-19 sebagaimana dikabarkan banyak media, sudah menurun," jelas Deni Akbar (40), pria yang menjabat sebagai Mamak kampung dari Suku Patopang basah ini.

Memasuki waktu zuhur, seluruh jamah salat zuhur berjamah. Selesai salat, dilanjutkan dengan penutupan Dikigh Mulub. Doa dilantunkan oleh tokoh agama yang dituakan dan diaminkan oleh seluruh jamaah. Usai doa, dilanjutkan dengan makan jambagh secara bersama-sama. Dikigh Mulub pun selesai dilaksanakan.***


Laporan KUNNI MASROHANTI, Kampar

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook