Hari Puisi di Indonesia dirayakan dengan banyak cara setiap tahunnya dan di seluruh wilayah. Di Riau, rangkaian perayaan Hari Puisi ini tahun ini sudah dimulai. Diawali dengan memuncakkan puisi hingga ke tiang-tiang bumi
Laporan: Muslim Nurdin (Pekanbaru)
HARI Puisi Indonesia (HPI) yang jatuh tanggal 26 Juli atau sempena hari lahirnya pujangga besa Chairil Anwar sudah mulai dirayakan di berbagai daerah di Indonesisa. Musim pandemi saat ini, tidak membuat semangat para penyair dan sastrawan, memudar. Kemeriahan perayaan itu mulai terlihat di Riau. Salah satunya perayaan yang dilaksanakan oleh Komunitas Seni Rumah Sunting (KSRS) Pekanbaru. Sejak HPI lahir tahun 2012, komunitas ini selalu menjadi inisiator, penggerak dan pelaksana perayaan HPI tersebut. Gaya dan caranya juga selalu berbeda-beda setiap tahun. Mulai dirayakan dengan lintas komunitas, pelajar, seniman hingga penyair manca negara.
Tahun ini, Rumah Sunting membuat kejutan baru dengan tetap memperhatikan tema besar HPI secara nasional yakni, 'Puisi yang Memberi: Keberagaman dan Keindonesiaan'. Berdasarkan tema besar ini, Rumah Sunting, seperti tahun-tahun sebelumnya tetap menyelenggarakan perayaan HPI dengan melahirkan karya bersama berupa antologi puisi. Jika sebelumnya puisi tersebut karya para penyair, tahun ini, Rumah Sunting mengajak para pendaki gunung dan pencinta alam di seluruh Indonesia untuk menulis puisi. Kenapa para pendaki gunung dan pencinta alam? Kunni Masrohanti, pendiri dan pimpinan Rumah Sunting, menjelaskan, alam Indonesia adalah kekayaan luar biasa yang harus dijaga.
‘’Bicara Indonesia adalah bicara keberagaman. Ini tidak bisa dipisahkan. Apa yang beragam, ya tradisinya, budayanya dan juga alamnya yang sangat kaya. Tradisi leluhur bangsa Indonesia lahir dari alam Indonesia. Menjaga alam adalah menjaga tradisi dan keberagaman itu sendiri. Nah, para pendaki dan pencinta alam adalah pewaris yang harus menjaga alam dan keberagaman itu. Mereka menentukan kelestarian alam dan tradisi itu. Maka, kita mengajak mereka untuk menulis puisi dari pengalaman mereka mendaki yang tidak semua orang bisa menjalaninya melalui puisi. Kami berharap apa yang mereka tuliskan dalam puisi bisa menjadi warisan lagi bagi anak cucu di kemudian hari,’’ kata Kunni.
Dikatakan Kunni lebih lanjut, pendaki sebenarnya orang-orang yang sangat dekat dengan puisi. Karena mereka melihat dan merasakan keindahan alam ciptaan Tuhan yang maha dahsyat di tempat paling tinggi, yakni di puncak gunung sebagai tiangnya bumi. Potensi ini yang hendak dimunculkan Rumah Sunting yakni dengan mengajak para pendaki itu untuk menulis puisi. Maka, salah satu rangkaian perayaan HPI di Riau itu diberi nama Puisi Para Pendaki. Ini juga cara Rumah Sunting dalam memasyarakatkan puisi tidak hanya di kota, tidak hanya kenapa para penulis, tapi sampai ke ceruk-ceruk kampung, puncak-puncak gunung dan kepada masyarakat luas.
"Banyak teman-teman pendaki yang suka menulis puisi. Mereka orang-orang beruntung yang bisa mencapai puncak ketinggian tiang-tiang bumi. Pengalaman, persahabatan, kesabaran, sulitnya mencapai puncak yang mereka temukan selama pendakian, adalah filosofi kehidupan yang sangat puitis. Kami mengajak mereka untuk berliterasi, menulis puisi dari apa yang mereka rasakan, apa yang mereka lihat lalu mewariskan melalui tulisan, yakni puisi," sambung Kunni.
Rencana antologi Puisi Para Pendaki ini mengusung tema: gunung, hutan dan alam. Tema ini sengaja dipilih agar para pendaki dan pencinta alam menulis tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan, gunung dan alam. Dengan harapan, buku antologi yang dilahirkan nanti mencatat bagaimana kondisi hutan gunung dan alam sekarang dan bisa dijaga oleh generasi penerus nantinya.
Jelajah Dua Gunung
Spanduk Hari Puisi Indonesia (HPI) 2020 mulai terbentang di mana-mana. Bahkan sampai ke puncak-pumcak gunung. Inilah yang dilakukan Rumah Sunting Pekanbaru, 27-30 Juni lalu di Sumatera Barat. Kegiatan ini merupakan rangkaian perayaan HPI yang diberi nama Puisi Para Pendaki, yaitu dimulai dengan pembentangan spanduk di puncak gunung dan dibarengi dengan mengajak seluruh pendaki di Indonesia untuk turut merayakan hari puisi dengan cara melahirkan antologi puisi.
Yanda, Koordinator Puisi Para Pendaki, mengatakan, rangkaian kegiatan Puisi Para Pendaki dimulai dengan membentangkan spanduk HPI di puncak-puncak gunung di Sumatera. Kegiatan ini dimulai di puncak Gunung Tandikat 27-28 Juni dan Gunung Talang pada 29-30 Juni. "Antologi Puisi Para Pendaki untuk seluruh pendaki di Indonesia, kami jemput semua. Karena itu pembentangan spanduk HPI kami laksanakan di puncak-puncak gunung di Sumatera," kata Yanda.
Pembentangan spanduk di puncak Gunung Tandikat, Rumah Sunting berkerjasama dengan masyarakat setempat atau pengelola pos Gunung Tandikek Desa Gantiang, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Sedangkan di Gunung Talang berkerjasama dengan komunitas Doetao Adventure and Rescue yang berdomisili di Desa Jawijawi, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok.
Selain Yanda, pembentangan spanduk HPI ini juga diikuti oleh tim Rumah Sunting. Di antaranya Kunni Masrohanti, Muhammad De Putra, Miftahul Ihsan dan Gampil. Sedangkan dari Gunung Tandikat ada Chandra alias Ican dan dari Gunung Talang ada Alangalang Khatulistiwa alias Yose dan Bancah.
"Selain membentangkan spanduk HPI, kami menyosialisasikan HPI kepada setiap pendaki atau komunitas yang kami jumpai. kami juga menggelar diskusi kecil-kecilan tetkait HPI dan Puisi Para Pendaki," sambung Yanda yang akrab disapa Onyek.
Ketika ditanya mengapa harus membentangkam spanduk HPI di Sumbar dan bukan di Riau, Yanda menjawab, "Karena Puisi Para Pendaki ini untuk seluruh pendaki di Indoneaia, maka kami ambil Sumatera. Apalagi di Riau memang tidak ada gunung. Bukan hanya Sumbar, insyaallah kami akan bentangkan spanduk HPI di puncak gunung berapi tertinggi di Indonesia yakni Gunung Kerinci, Provinsi Jambi, sebagai salah satu Seven Summit Indonesia."
Yanda juga kembali mengajak seluruh pendaki untuk menulis puisi serta mengirimkan ke panitia. "Info terkait Puisi Para Pendaki bisa dilihat di IG Rumah Sunting. Ada juga nara hubung dan syarat-syaratnya di sana. Pokoknya yang pernah mendaki minimal tiga gunung, boleh ikutan," tutupnya.***