10 NOVEMBER, HARI TEATER MODERN RIAU

Mengenang Sang Burung Waktu

Seni Budaya | Minggu, 15 November 2015 - 00:15 WIB

Mengenang Sang Burung Waktu

Gerak Hidup

Tahun ke tiga pelaksanaan Hari Teater Modern Riau digelar di Laman Bujang Matsyam kawasan Bandar Seni Raja Ali Haji, Purna MTQ. Perayaan sederhana yang digelar para pelaku teater itu disuguhkan atas dasar kebesaran hati dan kesadaran betapa pentingnya mengingat orang-orang yang telah berbuat untuk negeri terutama di bidang kesenian.

Baca Juga :Upaya Mengembangkan Alih Wahana Seni

Perayaannya pun terlihat tidak seramai tahun-tahun  sebelumnya. Tetapi semangat kebersamaan atas apa yang telah disepakati, membuat kehendak hati yang kuat tidak surut dari para pelaku teater Riau. Mereka tetap menggelar beragam aksi dan ekspresi meski sempat diguyur hujan.

Tidak ada tema yang diusung dalam helat yang berlangsung hingga malam itu. Tetapi aksi dan reaksi serta beragam ekspresi menunjukkan bahwa teater bagi mereka adalah merupakan gerak hidup.

Gerak hidup itu sendiri dapat dimaknai sebagai semangat yang kokoh, tak kenal kata menyerah untuk terus menghidupkan gairah seni teater di Riau. Tak menunggu panggung yang bagus, tempat yang representatif untuk mereka berekspresi. Buktinya, di laman lapang yang tersedia di depan Anjung Seni Idrus Tintin, satu per satu para aktor Riau menggelar aksi mereka.

Riki Pranata, aktor muda Riau sekaligus alumni Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) membuka ekspresi spontanitas itu dengan membentang kain hitam sebagai alas atau katakanlah tempat wilayahnya untuk berekspresi. Di sanalah, dia mengekplorasi tubuhnya dengan melakukan gerakan demi gerakan. Berpakaian rapi, menggunakan peci dan bercelana hitam, sesekali terdengar suaranya mengucapkan “lepaskan…lepaskan belenggu ini.”

Apa yang dilakukan Riki kemudian direspon beberapa rekannya yang lain. Erik, yang juga alumni AKMR jurusan teater mulai bergerak dengan menggunakan kursi dan kain berwarna oren sebagai properti. Tak ada suara yang keluar dari mulut anak muda yang baru saja mendapat prediket comeloud atas kelulusannya itu. Gerak demi gerak yang dilakukan menujukkan daya hidup karena sesuatu yang bergerak tentu saja menunjukkan gejala kehidupan itu sendiri.

Menyusul kemudian, mahasiswa AKMR lainnya, juga melakukan gerak tubuh, perlahan-lahan mulai merapat ke titik di mana Riki masih bergerak semaunya. Di bagian lain, beberapa aktor muda dari sanggar Batra UR, mulai pula merespon. Semua di mulai dari gerak tubuh. Kemudian jadilah gelar spontanitas dari beberapa pelaku teater muda tersebut sebuah pertunjukan yang menjadikan tubuh sebagai bahasa-bahasa ekspresi. Bahasa-bahasa isyarat yang menyimbolkan sebagai gerak hidup itu sendiri.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook