Industri hulu migas merupakan industri penting dalam mendukung ketahanan energi dan memutar roda perekonomian bangsa. Sedangkan industri hilir migas memberikan andil yang besar bagi pemenuhan kebutuhan bahan bakar nasional.
Laporan HENNY ELYATI, Pekanbaru
SAAT ini suplai minyak mentah (crude oil) mengalami penurunan yang signifikan karena sumur-sumur penghasil migas usianya sudah cukup tua. Itulah sebabnya perlu dilakukan inovasi.
Untuk mempertahankan tingkat produksi dari sumur-sumur yang trennya sekarang menurun, makanya harus dilakukan penambahan pengeboran lebih banyak lagi. Kemudian mengubah sumber-sumber dari resource menjadi produksi serta mengimplementasikan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) sehingga bisa meningkatkan kembali potensi sumur-sumur yang sudah berproduksi, masih ada sisa-sisa di sumur itu yang memang perlu teknologi tertentu untuk bisa diangkat kembali seperti di lapangan minyak Duri yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) wilayah kontrak (WK) Rokan dengan daerah operasi seluas lebih kurang 6.200 km2 meliputi tujuh kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Selain itu juga perlu dilakukan eksplorasi yang massif dan agresif. Seperti yang dilakukan Pertamina Hulu Rokan (PHR) telah mengebor sebanyak 825 sumur dan ada 84 rig di WK Rokan. Tren positif kenaikan produksi PHR sudah terlihat sejak akhir Juli 2023, di mana angka tertinggi berturut-turut di antaranya 167.645 BOPD pada 31 Juli 2023, kemudian 168.730 BOPD pada 1 Agustus 2023, berlanjut 167.034 BOPD pada 2 Agustus 2023 dan 169.282 BOPD pada 7 Agustus 2023. Saat ini, dengan pencapaian 172 ribu barel minyak per hari (BOPD), PHR terus menunjang cita-cita 1 juta barel di tahun 2030.
Jumlah rig yang digunakan di WK Rokan adalah terbanyak di Indonesia. Waktu kerja pun semakin efektif dan efisien. Kalau sebelumnya dalam satu bulan hanya menghasilkan belasan sumur kini meningkat. Per bulan 40 hingga 50 sumur pengembangan berhasil di bor. Ini sesuai dengan prioritas WK Rokan, yakni pertama menjaga produksi dan kedua meningkatkan produksi.
“Dengan teknologi yang kita terapkan, PHR berhasil mempersingkat waktu pengeboran hanya dalam waktu 5 hari. Jadi dalam sebulan itu PHR bisa mengebor sebanyak 30 hingga 40 sumur baru,” ujar EVP Upstream Bussines PHR Edwil Suzandi kepada Riau Pos, baru-baru ini.
Minyak yang dihasilkan dari Lapangan Duri merupakan minyak berat/kental sehingga untuk bisa mengambil minyak dari reservoir diterapkan teknologi steamflood (injeksi uap) untuk meningkatkan perolehan minyak. Ini adalah salah satu pengembangan steamflood terbesar di dunia dan injeksi air terbesar di Asia Tenggara yang memiliki dua jenis tipe minyak Sumatran Light Crude (lapangan Minas) dan Duri Crude (lapangan Duri). PHR memiliki fasilitas Central Gathering Station (CGS) 10 yang merupakan yang terbesar untuk lapangan Duri dengan mengolah 200 ribu barel fluida per hari dan produksi minyak sekitar 19 ribu barel per hari.
Team Manager Steam Station PHR Joko Laksono menjelaskan, operasi steamflood (injeksi uap) yang ada di Duri merupakan operasi steamflood terbesar di dunia, yakni mampu menghasilkan uap hingga 370 MBSWPD. Minyak yang dihasilkan dari lapangan Duri merupakan minyak berat bersifat kental seperti lilin dan memiliki viskositas atau hambatan aliran yang sangat tinggi, sehingga sulit untuk diekstraksi. Upaya yang dilakukan untuk mendorongnya ke permukaan memerlukan temperatur dan tekanan yang dihasilkan dari injeksi uap ke perut bumi.
Setelah menjadi uap kemudian diinjeksikan kembali ke perut bumi dengan tujuan utamanya adalah reservoir. Reservoir adalah bebatuan di kedalaman tanah yang memiliki sifat fisis tempat cadangan minyak yang tersimpan di lubang-lubang bebatuan. Untuk mengeluarkannya, uap yang dihasilkan steamflood station lalu diinjeksikan dengan tujuan mendorong minyak-minyak yang tersimpan dan membeku di reservoir naik ke permukaan.
Banyak masyarakat belum paham mekanisme pengelolaan minyak dan gas bumi. Industri migas secara umum melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan hulu (upstream) dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah kegiatan eksplorasi dan produksi, sedangkan kegiatan usaha hilir adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran.
Kegiatan produksi hulu migas adalah mengangkat migas ke permukaan bumi. Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke permukaan melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus). Pada sumur yang baru berproduksi, proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan alami, tanpa alat bantu. Namun, bila tekanan formasi tidak mampu memompa migas ke permukaan, maka dibutuhkan metode pengangkatan buatan.
Migas yang telah diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah minyak, gas, dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan minyak (liquid) dan gas. Liquid selanjutnya akan dialirkan menuju tangki pengumpul, sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk selanjutnya dimanfaatkan, atau dibakar, tergantung pada volume gas, harga gas, dan jarak ke konsumen gas.
Berinovasi, Produksi
Green Energy
Usianya sudah tidak lagi muda. Hampir setengah abad. Namun kilang minyak Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai terus berinovasi dan mampu memenuhi 20 persen kebutuhan energi nasional.
Process Engineering RU II Dumai Juhnizar menjelaskan, kilang minyak Putri Tujuh Dumai (Pertamina RU II Dumai) dan Sungai Pakning mulai beroperasi tahun 1971. Sejak itu RU II Dumai telah memberikan sumbangan besar dan nyata terhadap perkembangan dan kemajuan daerah khususnya Kota Dumai dan daerah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) serta telah memberikan andil yang besar bagi pemenuhan kebutuhan bahan bakar nasional.
“Refinery Unit II ini telah beroperasi sejak 1971 dan merupakan salah satu kilang terbesar yang ada di Pulau Sumatera,” ujar Juhnizar.
Dijelaskannya, unitnya berada di dua lokasi yaitu Dumai dan Sungai Pakning. Kapasitas produksi kilang Pertamina Dumai ini mencapai 170.000 barel per hari atau setara dengan 16,5 persen dari total kapasitas kilang yang dimiliki Pertamina, baik bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar khusus (BBK), serta non-BBM.
Guna mewujudkan visi misi sebagai perusahaan berbasis Green Refinery dan Eco Friendly Refinery, PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Unit Dumai menjalankan sejumlah strategi efisiensi, dan telah berhasil menekan biaya operasional hingga Rp176,4 miliar.
Manager Engineering and Development PT KPI Unit Dumai, Yodia Handi Prambara, mengatakan melalui sewa gas engine generator (GEG), PT KPI Unit Dumai berhasil melakukan efisiensi yang sangat besar.
“Program ini bertujuan untuk meningkatkan penyerapan gas eksternal, lalu meningkatkan impact dari cost saving melalui substitusi refinery fuel oil menjadi fuel gas, serta meningkatkan profil total yield PT KPI Unit Dumai, dan mendukung upaya penurunan emisi karbon.
Dampak bagi perusahaan dengan adanya kedua inisiatif ini yaitu penghematan sebesar 0,98 juta USD per bulan atau setara dengan Rp14,7 miliar per bulan dengan proyeksi cost optimization per tahun nya sebesar Rp176,4 miliar.
Selain itu, implementasi operasional GEG juga memberikan dampak langsung terhadap performa operasional dan cost optimization melalui substitusi refinery fuel oil menjadi fuel gas dengan menonaktifkan 1 unit WHB. Dampak lain dari inisiatif yang diperoleh melalui program ini adalah adanya penurunan emisi sebesar 130 ton CO2eq/day.
Direktur Operasional PT KPI, Didik Bahagia, mengatakan PT KPI Unit Dumai telah berhasil meningkatkan penyerapan gas eksternal melalui operasional GEG dan program retrofit burner boiler Mitsubishi (MHI) menggunakan burner fuel gas, sebagai bagian dari upaya cost optimization tahun 2023.
Pada tahun 2020 lalu, Pertamina RU II Dumai yakni mengolah minyak kelapa sawit atau CPO menjadi produk green energy. Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100 persen yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100) mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai.
RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya. Hadirnya inovasi yang menghasilkan produk green energy tersebut telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit yang saat ini produksinya mencapai angka 42 hingga 46 juta ton dengan serapan sebagai FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sekitar 11,5 persen, apalagi Provinsi Riau merupakan salah satu daerah penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia sehingga ketersediaan pasokan bahan baku terjamin.
Saat ini Kilang Dumai mengolah bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran biodiesel 35 persen (B35) untuk dapat dikonsumsi oleh kendaraan masyarakat.
Implementasi B35 diharapkan dapat memberikan dampak yang makin signifikan terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, diproyeksikan akan mengurangi hingga 34,9 juta ton CO2 dari perkiraan penyerapan B35 sebesar 13,15 juta kilo liter (KL).
Transisi energi ke arah BBM yang lebih ramah lingkungan dan biofuel akan terus dijalankan Pertamina Patra Niaga. Penyaluran B35 sendiri menjadi dukungan serta kontribusi PPN dalam mengurangi emisi dari sektor transportasi lewat penggunaan bahan bakar yang lebih baik. Ini adalah langkah Pertamina mendukung target nasional bauran energi baru terbarukan sebesar 31 perse di tahun 2050, serta cita-cita net zero emission Indonesia 2060.Saat ini produk Pertamina RU II yang dapat dinikmati keberadaannya bagi masyarakat yakni Aviation Turbine Fuel (Avtur), minyak bakar, minyak diesel, solar, minyak tanah, Solvent, Green Coke dan Liquid Petroleum Gas (LPG).
Untuk Avtur didistribusikan ke Cingkareng sedangkan BBM dan LPG didistribusikan ke depot dan diteruskan ke SPBU. BBM penugasan sesuai kuota yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan untuk BBM non subsidi tergantung permintaan pasar. BBM dan LPG ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sumut, Aceh, Riau, Sumbar, Riau Kepri (Sumbagut).
Aksi Nyata Topang
Energi Nasional
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) berkomitmen dalam mendukung terciptanya kondisi bumi yang lebih baik dengan menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Beberapa aksi nyata telah dilakukan PHR di tengah perannya sebagai penopang energi nasional.
Corporate Secretary PHR Rudi Ariffianto mengatakan, industri minyak dan gas (migas) menghadapi tantangan terjadinya peningkatan emisi secara gradual yang perlu dimitigasi di tengah pemenuhan target migas nasional. Meski demikian, berbagai upaya telah dilakukan PHR dalam upaya mendukung terciptanya lingkungan yang lebih baik dan dalam upaya mencapai zero routine flaring (penurunan gas suar bakar) di tahun 2030.
“PHR memiliki komitmen yang tertuang di dalam HES Policy untuk menerapkan Environmental, Social and Governance (ESG) khususnya indikator yang terkait dengan penurunan emisi karbon,” kata Rudi, baru-baru ini di Pekanbaru.
Dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia, berbagai upaya dilakukan PHR. Di antaranya dengan memanfaatkan associated gas untuk kebutuhan gas kompresor dan gas turbin sehingga dapat mengurangi volume flaring (bakar suar). Untuk diketahui, potensi pemanfaatan total flaring saat ini maksimum sebanyak 200.000 ton CO2 dengan volume sekitar 5 mscfd (juta standar kaki kubik per hari).
“Kami juga berinisiatif untuk melakukan pengembangan energi terbarukan dengan didirikannya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibangun di tengah kawasan produksi minyak nasional di area wilayah kerja Rokan yakni di Rumbai, Duri dan Dumai,” kata Rudi.***