Para pejabat di kementerian dan kelembagaan (biasa disingkat K/L) resah karena cara berbahasa mereka dalam menyusun program kerja diprotes sang atasan, Presiden Joko Widodo. “Jangan memakai ‘kalimat bersayap’ dalam merumuskan dan menyusun program-program kerja,” kata Jokowi saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Anugerah Daerah Berprestasi Penerima Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2016 pada 14 Desember 2015. Kalimat bersayap, menurut Jokowi, berpotensi membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membengkak dan tidak terkontrol.
Bagaimana memahami logika Jokowi dengan simpulan seperti itu: mengaitkan kalimat bersayap dan tidak terkontrolnya penggunaan dana APBN? Bukankah antara kalimat bersayap dan kontrol atas pengelolaan dana APBN merupakan dua perkara yang berbeda? Bukankah yang satu persoalan berbahasa sedangkan satunya lagi berkaitan dengan kemampuan bekerja aparat pemerintah negara?
Mari kita lihat kalimat bersayap yang dimaksud dan diprotes oleh Jokowi. Presiden menyebut pemberdayaan nelayan yang dipakai dalam program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan kalimat bersayap. Kata pemberdayaan dinilai beliau bersifat absurd, bermakna membingungkan, dan multitafsir.
Benarkah kata pemberdayaan itu membingungkan dan multitafsir alias “
bersayap”? Kata pemberdayaan berasal dari kata dasar daya yang artinya “kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak: bangsa yg tidak bersatu tidak akan mempunyai — untuk menghadapi agresi dr luar; 2 kekuatan; tenaga (yg menyebabkan sesuatu bergerak dsb); 3 muslihat: ia melakukan segala tipu — untuk mencapai maksudnya; 4 akal; ikhtiar; upaya: ia berusaha dng segala — yg ada padanya;” (KBBI, 2008).Secara leksikal, kata pemberdayaan berarti ‘proses, cara, perbuatan membuat berdaya (memiliki daya)’. Maka, pemberdayaan nelayan berarti ‘proses, cara, perbuatan membuat berdaya (memiliki daya) para nelayan.’
Dengan demikian kalimat pemberdayaan nelayan tidak keliru dipakai dalam program kerja KKP, karena nelayan menjadi objek yang akan diberdayakan atau ditingkatkan. Tafsir umum terhadap teks program kerja KKP itu bahwa nelayan di negeri ini adalah kaum yang lemah dari segala aspek kehidupan. Sebagai kaum lemah, nelayan membutuhkan upaya-upaya konkret pemerintah agar menjadi warga yang berdaya dalam segala dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai warga yang tidak berdaya, nelayan harus diberdayakan dalam segala aspek kehidupan. Maka, kalimat pemberdayaan nelayan mengacu pada makna meningkatkan segala aspek kehidupan nelayan dengan cara memberikan apa yang mereka butuhkan.