PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau mengapresiasi pemberhentian secara permanen kegiatan penambangan pasir laut di Pulau Rupat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Walhi menilai, pemberhentian itu sejalan dengan tuntutan masyarakat serta aspek lingkungan yang menyertainya.
Direktur Walhi Riau Even Sembiring mengatakan, pihaknya sejak awal menolak kegiatan pertambangan tersebut. Hal itu sejalan dengan tuntutan nelayan dari Desa Suka Damai dan Titi Akar di Kecamatan Rupat Utara.
Sejak awal, kata Even, masyarakat tempatan menolak keberadaan kegiatan tambang pasir laut tersebut. Karena sangat berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan menurunkan hasil tangkapan para nelayan tradisional yang mayoritasnya Suku Akit.
“Pernyataan KKP terkait penghentian itu pada Rabu (21/6) lalu itu masih merupakan kemenangan kecil dari tuntutan masyarakat agar Izin Usaha Pertambangan PT Logomas Utama dicabut. Perlu secara cepat Gubernur Riau merespon KKP dengan mencabut IUP PT Logomas Utama, karena berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2022 kewenangan itu sekarang berada di tangannya,” kata Even Sembiring, kemarin.
Walhi mendesak KKP segera menetapkan laut utara Rupat sebagai wilayah konservasi perairan. Sebab jika tidak maka, aktivitas pihak luar yang merusak terumbu karang dan padang lamun dikhawatirkan akan tetap terjadi. Karena ada indikasi penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan berpotensi berjalan disana.
Selain dua masalah itu, Walhi juga mengantisipasi ancaman lain yang kini dihadapi Pulau Rupat. Yaitu keberadaan perusahaan perkebunan skala besar. Analisis perizinan yang dilakukan Walhi Riau memperlihatkan 61,7 persen daratan Pulau Rupat telah dikavling untuk kepentingan korporasi.
“Paling tidak terdapat tujuh perusahaan perkebunan dan kehutanan yang beraktivitas di Pulau Rupat. Kondisi ini jelas tidak adil bagi 49.480 jiwa penduduk atau 14.175 kepala keluarga di Pulau Rupat,” katanya.
Sementara itu, Manajer Pengorganisasian dan Keadilan Iklim Wlahi Riau Eko Yunanda mengatakan, dengan luas 150.288 hektar, Pulau Rupat sebagai pulau kecil terluar, memiliki beban ancaman yang tinggi. Baik di wilayah darat maupun laut.
Eko menilai, wilayah seluas itu, Pulau Rupat termasuk kategori pulau kecil. Maka sudah seharusnya tidak ada izin bagi korporasi baik di darat maupun laut Pulau Rupat. Dirinya mengapresiasi Langkah KKP menghentikan aktivitas tambang pasir laut di Rupat.
“Ini adalah langkah awal yang baik bagi Pulau Rupat. Walhi Riau akan terus mendesak kementerian dan lembaga yang bertanggungjawab untuk melakukan evaluasi legalitas perizinan di Pulau Rupat. Harus ada jaminan keamanan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan baik darat maupun di laut Rupat,” tutupnya.(end)