Walhi Riau: Kapolri Jangan Menyempitkan Persoalan Pulau Rempang

Sumatera | Jumat, 08 September 2023 - 19:15 WIB

Walhi Riau: Kapolri Jangan Menyempitkan Persoalan Pulau Rempang
Tim gabungan berbaris saat akan memasang patok di Pulau Rempang, Batam, Kepri, Kamis (7/9/2023). (YOFI YUHENDRI/BATAMPOS.JAWAPOS.COM)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menyayangkan pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal relokasi dan ganti rugi terhadap masyarakat Rempang, Batam, Kepulauan Riau, telah melewati proses musyawarah.

Koordinator Media dan Penegakan Hukum Walhi Riau Ahlul Fadhli pada Jumat (8/9/2023) mengatakan, faktanya tidak demikian. Malah sejak awal masyarakat Rempang menolak ganti rugi dan relokasi.


“Kapolri perlu memeriksa informasi dari pihak masyarakat agar berimbang. Karena dalam proses musyawarah tersebut, kita tidak tahu siapa yang terlibat, terkait ganti rugi dan relokasi tidak ada data yang pasti tentang daftar penerima,” ujar Ahlul Fadli.

Ahlul menyebutkan masyarakat tegas menolak karena keputusan memberikan seluruh lahan kepada investor adalah sikap yang tidak memihak kepada rakyat dan berdampak pada 16 kampung tua suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat yang sudah bermukim di Pulau Rempang setidaknya sejak 1834. Akses masyarakat ditutup dan keresahan mereka tidak didengar.

''Persoalan Pulau Rempang ini tidak sesederhana bicara relokasi dan ganti rugi, tetapi ada penolakan dari warga untuk digusur dari tanah kelahirannya. Ini yang jadi persoalan utama. Pendekatan kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian juga telah melanggar HAM dan melanggar standar HAM di kepolisian,'' kata Ahlul.

Walhi Riau menilai, pemerintah terjebak dalam pradigma pembangunan yang usang dan belum mampu mengintegrasikan kewajiban mereka untuk melindungin hak-hak dasar manusia dengan kewajiban mereka untuk melakukan pembangunan.

Penetapan Rempang Eco City, menurut Walhi tidak melalui konsultasi atau tidak melibatkan partisipasi masyarakat yang terdampak langsung dari proyek ini. Walhi Riau menyebutkan, belum kesepakatan yang dicapai antara masyarakat Rempang dan BP Batam. Tapi rencana pengukuran lahan dari BP Batam Bersama TNI dan Polri terus berjalan.

Ahlul mengatakan, diperkirakan 13.000 sampai dengan 20.000 jiwa dari 16 kampung menjadi korban relokasi dari investasi skala besar itu. Kondisi ini akam memperparah risiko bencana dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat. Dengan keterbatasan ruang dan sumber daya alam, menurut Ahlul investasi itu dapat mengancam pasokan pangan dan air bersih, menciptakan bencana kemanusiaan yang serius.

Luas Pulau Rempang kurang-lebih 165 km persegi, Pulau Rempang masuk ke dalam kategori pulau kecil berdasarkan definisi UU No 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau Kecil.Jika TNI dan Polri tetap melakukan penertiban dengan kekerasan, konflik akan membesar dan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM berat,'' tutup Ahlul Fadli.

Laporan: Hendrawan Kariman
Editor: Edwar Yaman

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook