PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- APARAT penegak hukum (APH) tengah melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran penanganan virus corona (Covid-19) di Bumi Lancang Kuning. Pihak-pihak yang mencoba mengutak-atik atik atau menyelewengkan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) itu bakal diancam pidana mati.
Kini pemerintah daerah (pemda) di Bumi Melayu telah menganggarkan dana miliaran rupiah untuk menangani wabah virus asal Wuhan itu. Seperti Pemprov Riau merealokasi anggaran sebesar Rp474, 9 miliar. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah kota/kabupaten setelah ditetapkannya status tanggap darurat bencana nonalam akibat virus corona.
Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto menyampaikan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Pemprov Riau. Surat itu, terkait Kejaksaan melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran penanggulangan virus corona.
"Kami sudah buat surat ditujukan kepada gubernur. Jadi intinya, bahwa berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2020, Peraturan Menteri Keuangan, Instruksi Jaksa Agung, bahwa Kejaksaan itu harus berperan aktif dalam rangka mengawal, mengamankan, realokasi anggaran khusus untuk penanganan Covid-19," ungkap Raharjo belum lama ini.
Langkah itu, dijelaskan Raharjo, supaya pemanfaataan anggaran tersebut tepat sasaran. Sehingga harapan dari pemerintah dalam penanganan dan penanggulangan penyebaran virus corona dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
"Oleh karena itu mari kita dukung bersama, dan kita awasi penggunaannya," sebutnya.
Terhadap pihak-pihak yang menyelewengkan alokasi dana untuk Covid-19 itu, ditegaskan Raharjo, pihaknya bakal menjerat dengan Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ancamannya kalau situasi seperti ini (di tengah wabah virus corona, red) maksimal pidana mati. Oleh karena itu, penggunaan anggaran dan sebagainya digunakan sebenar-benarnya. Jangan diselewengkan," tegas Raharjo.
Hal senda ditegaskan Kajati Riau, Mia Amiati. Mengenai penegakan hukum terhadap oknum yang melakukan penyimpangan bansos, terutama saat pandemi Covid-19, Mia menegaskan, pihaknya akan menindak tegas. Bahkan, oknum terkait yang diduga melakukan penyimpangan tak segan-segan dihukum pidana mati. "Bisa (dilakukan penegakan hukum). Dalam keadaan khusus sesuai ketentuan dalam undang-undang tindak pidana korupsi, kalau dianggap sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, ancamannya pidana mati. Karena ada kekhususan," paparnya.
Dia pun kemudian memberikan contoh dugaan penyimpangan anggaran saat bencana seperti bantuan langsung tunai (BLT) disalurkan kepada yang sudah ditentukan dari dinas sosial. Akan tetapi, ada salah satu oknum tak bertanggung jawab yang mengambil alih sendiri.
"Jika terbukti. Meskipun nilainya tak seberapa, itu ada indikasi bahwa ada perbuatan, ada mainstreanya, dia ada niat jahatnya. Memanipulasi data menurut dia sendiri. Kalau betul-betul ada unsur melawan hukum, kerugian negaranya ada, itu bisa diancam pidana mati," jelas Mia.
Untuk Kota Pekanbaru, Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat dimintai untuk melakukan pendampingan dan pengamanan anggaran penanganan Covid-19. Meski begitu, Korps Adhyaksa Pekanbaru mengaku proses pendampingan dilakukan tidak dimulai saat perencanaan.
"Terkait Covid-19 ini, rata-rata mereka itu (Pemko Pekanbaru, red) sudah dalam proses, baru mereka minta pendampingan," sebut Kajari Pekanbaru Andi Suharlis.
Di Kota Bertuah sendiri, tengah disorot pendistribusian paket bantuan sosial oleh Pemko Pekanbaru saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pasalnya, disinyalir ada kebocoran anggaran bansos senilai Rp2,3 miiar. Temuan kebocoran anggaran itu diketahui, setelah anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang PT SPM di Jalan Pattimura, dan Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Provinsi Riau. Bansos tahap I terdapat 45.625 paket, dan dikerjakan oleh PT. SPM sebanyak 15.625 paket dengan menggunakan beras CBP 100 ton.
Sebanyak 30.000 paket dikerjakan oleh Bulog. Tiap-tiap paket berisikan beras 5 kg, mi instan 1 dus, sarden 6 kaleng, minyak goreng 2 liter serta gula. Harga per paket sudah termasuk pengepakan dan pendistrubusian sampai ke kelurahan sebesar Rp248.068. Lalu bansos tahap II sebanyak 60 ribu paket yang akan disalurkan dengan isian yang tidak jauh berbeda, hanya saja sarden lebih besar. Namun, paket ini hanya dibanderol senilai Rp170.000. Terhadap selisih harga antara paket bansos tahap I dan II diduga menimbulkan kebocoran anggaran Rp2,3 miliar.
Terkait hal ini, Andi mengakui, pihaknya mendapatkan informasi adanya dugaan pengendapan sembako di Gudang SPM. Informasi itu diperolehnya dari pemberitaan media massa.
"Kemudian dugaan pengendapan beras, nanti akan kami pelajari. Kita takut nanti bahwa kemudian ternyata ada anggaran lain yang bukan menyangkut Covid-19. Kalau kemudian pada saat pendampingan itu ada permasalahan di luar pendampingan, kami akan tindaklanjuti," tutup Andi.
Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Riau AKBP Fibri Karpiananto menyampaikan, anggaran penanganan Covid-19 rentan terjadi penyelewengan dalam penyaluran kepada masyarakat. Untuk itu, pihaknya melakukan pengawasan dan pendampingan.
"Tim dari Subdit III ini dibentuk untuk melakukan pengawasan dan pendampingan terkait pendistribusian anggaran penanganan Covid-19," ujar Fibri.
Pengawasan distribusi anggaran tersebut, sambung dia, tim dari Subdit III Reskrimsus Polda Riau disebar untuk asistensi dan pendampingan ke provinsi, kabupaten/kota yang ada di Riau. "Jadi tim ini selain di Pekanbaru, juga ada di beberapa kabupaten," sebut perwira berpangkat dua melati tersebut.
Ditambahkan mantan Kapolres Kuantan Singingi (Kuansing) itu, dalam melakukan pengawasan akan berkerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Ditegaskan dia, bakal ada sanksi tegas untuk pihak terkait yang berani melakukan penyimpangan dalam keadaan negara seperti sekarang.
"Menyoal hukuman itu adalah kewenangan ranah peradilan," tegas Fibri.