DAMPAK COVID-19

Pusing Menyiasati Belajar Daring

Riau | Rabu, 29 Juli 2020 - 10:23 WIB

Pusing Menyiasati Belajar Daring

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pandemi Covid-19 telah membuat dunia pendidikan di Tanah Air terganggu. Pemerintah berupaya mencari cara aman agar pendidikan bisa tetap berjalan maksimal dan penyebaran virus corona bisa diminimalisir. Modelnya adalah pembelajaran dalam jaringan (daring) dari rumah. Namun sayangnya berbagai kendala harus dialami peserta didik, sehingga dinilai tidak efektif.

Dengan sistem belajar online, para guru pun mesti dihadapkan dengan sejumlah persoalan yang kerap kali terjadi. Mereka harus bekerja ekstra agar proses belajar mengajar daring tersebut berjalan mulus. Kendala-kendala yang sering terjadi biasanya tak jauh soal siswa yang tidak memiliki gawai, jaringan internet susah hingga kendala teknis lainnya.


Seperti yang dialami tenaga pendidik di SMKN 3 Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Yoga Ibnu Hamid. Meski pembelajaran dilakukan daring, namun tetap saja mengharuskan para guru ini "jemput bola". "Ya, ada juga siswa yang tak punya smartphone. Itu biasanya kalau ada soal atau materi kami selalu antar ke rumahnya. Nanti dikerjakannya. Itu namanya belajar luring (luar jaringan, red)," kata Yoga kepada Riau Pos, Senin (27/7).

Selain itu, sebagai guru tentu harus memiliki jiwa ekstra sabar. Sebab selama masa belajar-mengajar secara daring ini para siswa lebih banyak yang kurang efektif dalam menerima materi.

Di sisi lain, para siswa juga banyak yang mengeluhkan tidak tersedia­nya paket internet.  "Itulah terkadang kendala-kendalanya, namun semua tetap bisa diatasi," tuturnya.

Pada tahun ajaran baru ini, sekolah tempatnya mengabdi itu menyediakan proses belajar secara daring dan luring. Persentasenya pun tak banyak. Untuk para siswa sendiri rata-rata sudah bisa mengikuti proses belajar secara daring sehingga memudahkan tenaga pendidik. "Jadi kita biasa gunakan aplikasi-aplikasi pendukung. Para siswa setiap hari mesti absen dan jika ada tugas mesti dikerjakan. Kadang juga kita buat tatap muka dengan aplikasi zoom tapi tidak setiap hari," ungkap Yoga.

Selanjutnya, para guru yang mengabdi di tengah pandemi ini tetap menjalani hari-hari seperti biasa. Mereka mengontrol proses belajar mengajar yang dilakukan itu tetap dari sekolah. "Ya kami tetap di sekolah, sementara siswa di rumah. Kami pastikan semuanya aman, belajar mengajar lancar dan siswa bisa meraih prestasi," tuturnya.

Guru SMPN 8 Pekanbaru Yulismar mengatakan, pembelajaran menggunakan sistem daring dinilai kurang efektif. Namun mengingat situasi dan kondisi saat ini di tengah pandemi Covid-19 dan sesuai dengan kebijakan pemerintah, mau tidak mau harus dimaksimalkan atau diefektifkan.

"Sebenarnya banyak yang mengeluhkan sistem pembelajaran daring ini. Alasannya, tidak semua muridnya itu memiliki handphone atau laptop, terkendala jaringan dan juga soal kuota atau paket internet sehingga belajar daring dinilai tidak efektif. Untuk itu, kalau di SMPN 8 itu kadang guru jemput bola. Bahkan ada juga wali murid yang datang ke sekolah mengantarkan tugas anaknya maupun menanyakan informasi soal sistem pembelajaran daring," ujarnya, Senin (27/7).

Bahkan, lanjutnya, ada siswa yang mengeluhkan sistem pembelajaran daring tetapi tidak menyampaikan kepada pihak sekolah apa keluhannya. Kadang mereka menyampaikan itu di media sosial (medsos).

"Kalau mereka (wali murid, red) tidak menyampaikan kepada kami, bagaimana kami bisa mengetahui keluhannya dan mencarikan solusinya. Sementara kebijakan pemerintah, pembelajaran saat ini menggunakan sistem daring. Kadang orangtuanya tidak punya HP atau laptop atau tidak punya paket internet atau terkendala jaringan internet. Apalagi belajar daring menggunakan zoom," pungkasnya.

Salah satu siswa SMA di Pekanbaru Intan Sedina mengatakan, sekolahnya memulai pembelajaran pada pukul 08.00 WIB dimulai dengan absen online. Ia mengaku kerap terkendala jaringan saat pembelajaran berlangsung, seperti foto yang tidak terkirim, dan aplikasi yang dipakainya juga kerap bermasalah.

"Kadang susah kirim foto akibat sinyal HP. Chrome juga sering error," ucap Intan, Kamis (22/7).

Menurut Intan, setiap mata pelajaran menggunakan absen online. Kemudian guru memberikan tugas sesuai dengan bidang studi.

"Jangka waktu tugas yang diberikan minimal 15 menit harus selesai lalu di-scab ubah file dokumen ke pdf, kadang error pas kirim," ucapnya.

Selain itu, menurut Intan setiap mata pelajaran harus menginstall beberapa aplikasi untuk mendapatkan tugas dari guru. Ia berharap dapat melakukan pembelajaran secara langsung sebagaimana biasanya.

"Kalau di sekolah kan langsung belajar mengajar. Yang nggak ngerti bisa bertanya. Tugas daring terkadang kami tak paham dengan materi tersebut. Kalaupun japri gurunya, mereka respons tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan," ujar Intan.

Wali murid lainnya Ika mengatakan, dua adiknya tahun ini masuk ke SMK swasta di Pekanbaru yang berbeda. Ia menilai pembelajaran secara daring tidak efektif. Sebab, masih banyak mata pelajaran yang tidak bisa dimengerti hanya melalui penjelasan singkat yang disusul dengan tugas.

Belum lagi banyaknya aplikasi yang harus diinstal dan dipahami satu per satu, karena guru-guru pun mengirim tugas melalui berbagai aplikasi yang berbeda. "Nggak semua teknologi kita paham. Kalau belajar daring ini adik-adik saya kalau nggak ngerti tanya ke saya. Belum lagi tugas-tugasnya tetap harus dibantu. Apalagi SMK itu banyak prakteknya, kalau daring kan susah," ucap perempuan asal Kampar ini.

Sistem belajar daring dari rumah memang telah membuat resah para orangtua atau wali siswa. Hal ini lantaran tidak semua orang tua siap membantu memberikan pendampingan pelajaran kepada anaknya. Terutama bagi anak SD dan SMP.

Di sisi lain, peserta didik juga tampaknya banyak yang belum siap menerima pelajaran melalui smartphone. Bukan itu saja, persoalan lain datang di mana anak-anak juga ternyata mempunyai kesulitan tersendiri saat belajar dengan orang tua menggunakan daring.

Keluhan juga datang dari wali murid lainnya, Joko (38) warga Jalan Pinang, Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru. Ia mengatakan meski repot, namun sudah menjadi kewajiban orangtua mendidik anak. Sehingga mau tidak mau ia tetap memberikan pelajaran sesuai dengan tugas yang diberikan guru kepada anaknya melalui sistem daring.

"Ini sangat merepotkan. Anak-anak sulit belajar dengan orang tua. Ada juga anak tidak serius belajar dengan orangtua. Dan semangat untuk belajar tampaknya juga menurun," tuturnya.

Biasanya, kata Joko, anak belajar di sekolah agar anak dapat pendidikan dan menerima pelajaran di bangku sekolah. Tetapi kini sejak adanya pandemi corona, anak belajar di rumah.  Sementara tidak sedikit wali murid yang tidak memahami kompetensi mengajar.

Dijelaskanya, selain itu tidak semua orangtua setiap dapat memahami pelajaran sekolah anaknya. Kendala lainnya juga ada sebagian daerah yang susah jaringan internet atau kehidupannya ekonominya sulit membeli paket internet.

"Ini kan harus menjadi perhatian pemerintah," imbuhnya.

Ditambahkannya, adanya sistem daring dari rumah membuat anak-anak kesehariannya justru lebih sering bermain smartphone. Anak-anak juga lebih sering bergadang, karena merasa masih libur sekolah dan bermalas-malasan untuk belajar.

"Saya menilai belajar dengan orang tua di rumah juga tidak maksimal. Orang tuanya sabar, anaknya yang tidak, bahkan anak tidak serius. Kadang anaknya yang sabar justru malah orang tuanya yang tidak. Kami berharap dapat solusi yang efektif untuk hal ini," ujarnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook