Salah satu orang tua murid, Retno mengatakan dirinya rutin mengambil tugas-tugas anaknya di sekolah. Karena memang tidak memiliki handphone Android.
"Kami untuk makan saja susah. Handphone hanya sebatas komunikasi, apalagi jika menggunakan android harus memiliki paket internet," sebutnya.
Retno mengatakan kondisi Covid-19 ini memang menggerus ekonomi keluarga. Apalagi sehari-hari ia bekerja sebagai buruh cuci pakaian. "Suami buruh di pelabuhan. Dengan kondisi sulit seperti ini kami lebih memilih cara manual untuk belajar anak saya," tutupnya.
Peran Orang Tua Diperlukan
Anggota Komisi V DPRD Riau Ade Hartati melihat beberapa kelemahan dari metode belajar yang telah diterapkan sejak beberapa bulan tersebut. Di antaranya adalah guru dan siswa tidak bisa berinteraksi langsung.
"Yang pasti interaksi secara langsung enggak ada. Itu kami lihat cukup berpengaruh ya terhadap serapan pelajaran dari si anak," sebut Ade.
Selanjutnya, guru tidak bisa memantau sejauh mana anak memahami tambahan ilmu pengetahuan yang diberikan. Dalam kasus ini, Ade menyebut perlu adanya peran orangtua dalam membantu anak memahami materi ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Karena bagaimanapun juga peran penting keluarga sangat diperlukan.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi V lainnya Agung Nugroho. Ia bahkan meminta dengan tegas pemerintah daerah (pemda) bisa memberikan subsidi pembelian kuota internet untuk pelajar.
"Kita tahu sejak beberapa bulan lalu metode pembelajaran tatap muka sudah digantikan dengan daring. Nah persoalannya muncul ketika orangtua siswa sudah mulai mengeluhkan pembelian kuota internet. Okelah yang punya wifi pribadi di rumah, yang tidak bagaimana? Satu keluarga punya anak tiga berapa uang yang harus dikeluarkan?" sebut Agung.
Ia menambahkan, mengingat penyebaran virus masih terus berlangsung, khususnya di daerah zona merah maka pemda harus memikirkan solusi terbaik bagi masyarakat. Menurut dia, ada beberapa cara yang bisa diterapkan pemda. Seperti pemberian subsidi langsung melalui pihak sekolah. Bisa berbentuk uang atau berbentuk voucher paket internet. Kemudian bisa juga dengan bekerja sama provider internet untuk menyediakan layanan wifi gratis di gang rumah masyarakat.
"Banyak cara sebenarnya jika pemerintah memang memikirkan masyarakat. Pertama bisa dianggarkan. Entah itu melalui pergeseran atau APBD perubahan. Kalau enggak mau duit keluar, silakan jalin kerja sama dengan provider. Kejar CSR-nya. Minta dalam bentuk layanan wifi gratis di gang-gang rumah masyarakat," imbuhnya.
Selain itu, ada juga persoalan keterbatasan gawai yang dimiliki orangtua murid. Ia mencontohkan ada sebuah keluarga yang memiliki tiga anak berstatus pelajar. Sedangkan smartphone yang dimiliki hanya satu, kepunyaan kepala keluarga atau ayah. Tentunya akan sulit bagi ketiga anak untuk mengikuti pelajar secara daring. Hal tersebut, dikatakan Agung, juga harus dipikirkan pemda agar tidak ada anak yang tidak ikut pelajaran daring.
Kedua persoalan di atas, lanjut dia, akan turut dibahas Komisi V DPRD Riau bersama Disdik Riau. Dengan harapan, keluhan masyarakat soal membengkaknya biaya pengeluaran pembelian kuota internet serta persoalan tidak adanya smartphone penunjang bisa ditemukan solusi yang baik.
"Dalam pekan ini kami akan ada rapat dengar pendapat dengan Disdik Provinsi. Salah satu yang akan kami bahas juga persoalan subsidi kuota internet ini," tuntasnya.
Sementara Tokoh Pendidikan Riau Soemardi Taher meminta pemerintah di Riau, baik provinsi maupun kabupaten/kota membuat pengecualian bagi anak-anak yang tinggal di daerah yang aman dari penularan Covid-19 untuk tidak melakukan sekolah secara online.
"Kalau untuk anak-anak yang tinggal di desa, dan desa tersebut belum ditemukan kasus positif Covid-19 hendaknya dilakukan sekolah tatap muka saja," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, tidak semua daerah di Riau memiliki akses internet yang baik untuk mendukung pelaksanaan belajar daring. Selain itu, tidak semua orang tua juga mampu membelikan paket internet serta gawai yang mendukung pelaksanaan sekolah online.
"Kekurangan tersebut juga harus menjadi pertimbangan, karena tingkat perekonomian masyarakat kan berbeda-beda. Apalagi masyarakat yang tinggal di desa-desa," sebutnya.
Untuk itu Soemardi meminta pemerintah setempat segera melakukan pengkajian terkait wilayah mana saja yang aman dan bisa dilakukan sekolah tatap muka. Apalagi menurut informasi yang ia dengar, vaksin untuk Covid-19 ini belum ditemukan. "Kalau pemerintah tidak segera ambil tindakan, tentunya ini akan berdampak pada dunia pendidikan di Riau. Karena kita tidak tahu sampai kapan musibah ini akan berakhir," ujarnya.(p/ali/anf/dof/sol/hsb/nda/ted)