“Kalau tahun lalu, kasus perceraian ASN di Kuansing ada 15 kasus, tahun ini hanya 10 kasus,” kata Kepala BKPP Kuansing H Masrul Hakim SAg MPdI melalui Plt Kepala Bidang Pembinaan Aparatur, Raiyan Syafaat SH kepada Riau Pos, Kamis (15/12).
Dari 10 kasus itu, beber Raiyan, perceraian terbanyak dari profesi guru yakni 7 orang. Setelah itu, teknis sebanyak 2 orang dan medis sebanyak 1 orang. “Kalau penyebab paling banyak itu adalah faktor ekonomi. Lebih separuh laporan menyebutkan faktor ekonomi yang menjadi alasan. Selebihnya alasan perselingkuhan,” kata Raiyan.
Menanggapi persoalan perceraian ASN dan masyarakat di Kuansing, Plt Bupati Kuansing, Drs H Suhardiman Amby Ak MM meminta masyarakat untuk lebih dewasa dalam menghadapi biduk rumah tangga.
“Jangan karena persoalan kecil di rumah tangga berakhir di pengadilan agama. Jalani dengan perbanyak sabar. Tidak ada keluarga yang tidak punya masalah. Apalagi ASN. Berikan contoh yang baik kepada masyarakat terkait keharmonisan keluarga,” pesan Suhardiman Amby.
Demikian juga di Siak, terjadi peningkatan perceraian. Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus menjadi penyebab terjadinya perceraian. Demikian dikatakan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Siak Sudarmono SHI MH.
Lebih jauh dikatakannya pertengkaran yang terjadi secara terus menerus itu dikarenakan tiga hal, faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, salah satu meninggalkan pihak lain. “Faktor ekonomi banyak ragamnya, demikian juga dengan pihak ketiga,” terang Sudarmono.
Jumlah perceraian yang ditangani mulai mendaftar sampai putus, dikatakan Sudarmono terjadi peningkatan setiap tahunnya. Sampai November tahun ini sudah ada 640 perkara, dan bisa jadi akan bertambah pada Desember. “Kami membuat pembukuannya setiap bulan, dan akhir tahun dibuatkan laporannya,” jelas Sudarmono.
Sementara pada 2021, perkara gugat cerai 631 dan pada 2020 ada di angka 535. Dari angka tersebut, ASN hanya sekitar 10 persen. Pada 2020 dan 2021 itu pandemi Covid-19, di sanalah terjadi perubahan dalam persidangan, yaitu sidang dilakukan daring.
Peningkatan angka perceraian juga terjadi di Rokan Hulu. Data Pengadilan Agama Rohul, dari Januari hingga 14 Desember 2022, tercatat 902 jumlah perkara yakni cerai gugat 681 dan cerai talak 221. Dari jumlah tersebut, di antaranya PNS yang cerai talak sebanyak 6 orang dan cerai gugat sebanyak 15. Sementara pada tahun 2021, terdapat 891 jumlah perkara pasutri yang dinyatakan bercerai dengan rincian cerai talak 262 dan cerai gugat sebanyak 629 perkara.
Panitera Pengadilan Agama Pasirpengaraian Muhammad Yunus SH saat dikonfirmasi Riau Pos, Kamis, (15/12), membenarkan terjadinya peningkatan kasus perceraian ini. Diakuinya, penyebabnya banyak faktor dan yang tertinggi karena terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Selain itu juga ada meninggalkan salah satu pihak, murtad, poligami, dihukum penjara, dan madat.
‘’Di antara penyebab perceraian tersebut, mayoritas akibat meninggalkan salah satu pihak. Selain dampak dari pengunaan media sosial (medsos) yang menjerumus perselingkuhan, faktor ekonomi dan lain sebagainya,’’ tegasnya.
Kendati pihak majelis hakim PA Pasirpengaraian telah berupaya maksimal untuk melakukan mediasi antara kedua belah pihak dengan menyampaikan berbagai pertimbangan dan dampak yang terjadi kepada pihak keluarga setelah terjadi perceraian. Di setiap awal mulainya persidangan hingga putusan perkara oleh majelis hakim PA Pasirpengaraian, mayoritas pasutri yang mengajukan perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat tetap lanjut.
Berbeda dengan kabupaten/kota di atas, angka perceraian Kepulauan Meranti terjadi sedikit penurunan dari 2021 silam. Sepanjang 2021, usulan perkara perceraian yang diterima oleh PA setempat tidak kurang 396 kasus. Sementara, per 15 Desember 2022 terdapat 363 perkara. Artinya tahun ini terjadi sedikit penurunan sekira 33 kasus.
Walaupun demikian tren perkara cerai gugat istri kepada suami masih mendominasi, seperti yang disampaikan Panitra PA Selatpanjang Nur Qhomariyah SH, Kamis (15/12). Dikatakannya hingga kini, berkas gugat cerai yang mereka terima tidak kurang dari 237 perkara. Sedangkan cerai talak yang ditempuh oleh suami kepada istri hanya 40 perkara.
Akan tetapi jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan perkara yang mereka tangani pada 2021 silam yakni gugat cerai 259 berkas, dan cerai talak 40 perkara. “Penurunan ada, tapi tidak begitu dominan,” ujarnya.
Secara umum kasus gugat dan talak yang mereka terima disebabkan oleh faktor ekonomi dan meninggalkan salah satu pihak. Setelah itu, penyebab lain menyusul perselisihan dan pertengkaran dan kekerasan dalam rumah tangga.
Demikian juga di Bengkalis, kasus perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama Bengkalis, setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan hingga November 2022 menangani sebanyak 761 perkara perceraian, 579 kasus di antarnya didominasi perceraian yang diajukan istri (cerai gugat) dan 161 kasus oleh suamo atau cerai talak.
“Jika dibandingkan dengan 2021 lalu, kasus cerai gugat mencapai 453 dan cerai talak sebanyak 132 kasus, dengan total kasus 589. Jadi untuk tahun ini jumlahnya sangat signifikan dan setiap tahun cenderung pengalami peningkatan,” ujar Ketua Pengadilan Agama Bengkalis, Rahmatullah Ramadan D SHI.
Ia mengatakan, kasus perceraian cenderung meningkat ini berkaitan dengan perkara waris, perceraian dan hak asuh anak. Menurutnya, kasus ini didominasi kasus perceraian masyarakat biasa. Faktor atau penyebab tidak lain adalah masalah ekonomi, moral seperti judi dan mabuk-mabukan serta adanya pihak ketiga.