Takut Disita KPK, Syahrir Tarik Deposito Rp2 Miliar

Riau | Rabu, 26 Juli 2023 - 12:25 WIB

Takut Disita KPK, Syahrir Tarik Deposito Rp2 Miliar
Muhammad Syahrir, Mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau (ISTIMEWA)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau Muhammad Syahrir pernah mendadak menarik deposito miliknya senilai Rp2 miliar dari bank. Itu dilakukannya ketika kasus suap HGU PT Adimulia Agrolestari (AA) yang melibatkan Bupati Kuansing Andi Putra bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Syahrir yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (25/7). Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Rio Fandi menanyakan alasan mengapa Syahrir menarik tabungan berbentuk deposito sebesar Rp2 miliar. Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Salomo Ginting didampingi Hakim Anggota Yuli Artha Pujoyotama dan Yelmi itu, Syahrir mengaku takut. ‘’Saya takut, Pak,’’ Syahrir menjawab pertanyaan JPU KPK. ‘’Kenapa takut?,’’ tanya JPU KPK langsung menyambung pertanyaan pertamanya. ‘’Saya takut disita KPK, Pak,’’ sambung terdakwa menjawab.


Kemudian JPU KPK kembali bertanya mengapa Syahrir takut hingga tiba-tiba menarik deposito tersebut, terutama, kalau dirinya merasa tidak bersalah. ‘’Terus terang saya ketakutan, Pak. Apalagi Bupati Kuansing (Andi Putra, red) saat itu kena OTT KPK,’’ kata Syahrir.

JPU KPK kemudian mendesak apakah uang itu berasal dari GM PT AA Sudarso terkait HGU yang juga telah menyuap Andi Putra? Syahrir membantahnya.  ‘’Itu bukan uang pemberian Sudarso, Pak. Itu uang tabungan saya puluhan tahun,’’ terang Syahrir.Mendengar itu, JPU KPK merasa heran. Mengapa deposito dalam jumlah begitu besar ditarik tiba-tiba jika memang itu bukan pemberian Sudarso. ‘’Kalau uang itu sah, kenapa saudara takut? Kan bisa dibuktikan?,’’ cecar JPU KPK.

Syahrir terus berupaya meyakinkan bahwa uang itu bukan hasil korupsi. Dirinya menyebutkan, penarikan itu dilakukan sebelum dirinya berstatus tersangka. “Saya ketakutan, uang yang saya tabung puluhan tahun bisa disita. Uang itu saya persiapkan untuk pensiun, Pak. Untuk buka usaha,” sebut Syahrir yang hadir sidang secara virtual, Selasa (25/7).

JPU KPK membeberkan, uang Rp2 miliar di bank itu kemudian dikonversikan ke mata uang dolar Singapura dalam pecahan 1.000 atas bantuan seseorang bernama Haris Kampai. Uang itu rencananya akan dibawa ke Palembang, kampung halaman Syahrir.   ‘’Apa maksud terdakwa menukarkan uang itu ke dolar Singapura?’’ tanya jaksa. “Biar tidak terlalu banyak dibawa ke Palembang, Pak. Kalau dolar Singapura kan tipis,” jawabnya.

Ketika ditanya dari mana saja asal duit itu? Syahrir mengutarakan sebagai hasil usaha jual-beli mobil, hasil usaha perkebunan karet seluas 4 hektare, persawahan seluas 8 hektare hingga hasil uang rumah kontrakan di Palembang. ‘’Kemudian juga ada uang fee yang saya terima dari perusahaan yang ingin mencari lahan perkebunan. Dari pengurusan itu, saya dapat fee-nya,”ungkap Syahrir.

Mendengarkan penjelasan itu, JPU KPK  meminta Syahrir menunjukkan bukti-bukti sah penerimaan uang miliaran itu. Namun Syahrir tidak dapat menunjukkannya.

Dalam perkara ini, Syahrir diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.

JPU mendakwa Syahrir menerima gratifikasi mencapai Rp20,9 miliar. Jumlah itu merupakan akumulasi selama dirinya menjabat Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Riau periode 2017-2022.(end)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook