MELIHAT 4 DESA DI KAMPAR KIRI HULU MASIH TERISOLIR (1)

Jangankan Sekolah, Bisa Makan Saja Sudah Bagus

Riau | Rabu, 24 Februari 2016 - 10:30 WIB

Jangankan Sekolah, Bisa Makan Saja Sudah Bagus
Kondisi jembatan penghubung Desa Batu Sasak dengan Lubuk Bigau, Kampar Kiri Hulu yang memprihatinkan dan tidak bisa dilalui kendaraan roda empat pascalongsor dan banjir bandang, Jumat (19/2/2016).EKA GUSMADI PUTRA/RIAU POS

Menurutnya sembari berkesimpulan, mungkin memang kurangnya perhatian pemerintah terhadap warga di empat desa. Sudah masuk empat bulan bencana longsor yang tak kunjung dibenahi. Belum satupun dukungan dan perbaikan serta alat berat masuk untuk memperbaiki belasan titik longsor yang sudah menutupi jalan disana.

“Tolonglah kepada pemerintah, kami juga masyarakat Indonesia. Belum pernah sejak longsor kami sesusah ini,” harapnya .

Baca Juga :Anggaran Minim Jangan Dijadikan Alasan

Warga berusaha melewati jembatan darurat di Lubuk Bigau

Selain itu harapan warga juga agar jalan penghubung ke kecamatan supaya tolong dihubungkan kembali. Karena menurutnya itu merupakan sumber kehidupan mereka.

“Kami di sini sulit, mohon sudah derita kami,” sebutnya mewakili 2 ribuan warga yang menetap di empat desa dan lima ribuan lainnya di tujuh desa yang tengah didera musibah tersebut.

Cerita kurang seperempat jam bersama Firman, mengantarkan Riau Pos ke masjid di kampung tersebut untuk kemudian melaksanakan ibadah Salat Jumat. Jamaah yang tak sampai 40 orang, membawa lantunan doa, agar masyarakat diberikan kemudahan dan jerit tangis hati yang menderita bisa didengarkan Allah SWT supaya diberikan pertolongan segera dari pemerintah.

Masih terkait jalan putus, di kampung tersebut hanya ada satu masjid, satu sekolah SD dan satu Puskesmas Pembantu. Dengan alat dan obat seadanya. Membuat Masri, salah seorang warga dari sekian banyak yang menderita penyakit harus dipaksa berobat seadanya dengan bantuan bidan.  “Sakit usus buntu, dua bulan lalu sakit seminggu, lalu agak mendingan dan sekarang sakit lagi. Pakai obat-obat kampung saja, tak bisa keluar kampung,” kata Masri bercerita sambil memegang balutan kain di perutnya yang diisi dedaunan yang menurut kepercayaan warga merupakan obat-obatan.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook