LAMR BENTUK SATGAS PENANGGULANGAN LGBTQ+

Disdik Pastikan Tidak Ada Grup LGBT di SD

Riau | Selasa, 20 Juni 2023 - 11:42 WIB

Disdik Pastikan Tidak Ada Grup LGBT di SD
Muzailis, Sekretaris Disdik Pekanbaru (ISTIMEWA)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Setelah melakukan penelusuran terhadap informasi yang beredar, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru Dr H Abdul Jamal MPd melalui Sekretaris Disdik Pekanbaru Muzailis memastikan tidak ada grup lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di sekolah dasar (SD). Peserta didik tingkat SD dinilai tidak mungkin berperilaku menyimpang seperti itu. Namun pihaknya tetap menekankan agar pihak sekolah baik tingkat SD  maupun SMP melakukan antisipasi.

‘’Sudah kami cek di semua SD. Tidak ada yang razia dan kemudian kedapatan ponsel anak didiknya ada grup LGBT seperti yang katanya viral itu. Kami pastikan tidak ada,” ujar Muzailis kepada Riau Pos, Senin (19/6).


Sebelumnya, Kepala Disdik Pekanbaru Dr Abdul Jamal MPd menyebutkan, Disdik telah menelusurinya. Namun belum menemukan sesuai dengan informasi yang viral tersebut.

”Anak SD itu seperti tidak mungkin. Tapi tetap kami mencarinya, dan belum ditemukan infonya,” terangnya.

Dia juga meminta pihak sekolah untuk tetap memantau perilaku anak didiknya di sekolah. Tingkatkan pengawasan dan berikan edukasi tentang agama dan bahaya LGBT. ”Sekolah setiap pekannya sudah mendatangkan pencerama agama dan sekolah memperketat pengawasan anak didiknya untuk antisipasi masuknya pengaruh perilaku LGBT,” katanya.

Sementara Kepala SMPN 22 Pekanbaru Erlidalisma menganggap prilaku LGBT tersebut sangat membahayakan bagi perkembangan perilaku peserta didik. Untuk itu dia menilai sangat penting pihak sekolah maupun orang tua siswa mengawasi perkembangan anaknya.

”Kalau untuk di SMP 22 sendiri perilaku sangat jadi perhatian. Untuk masuk ke sekolah saja, pintu masuknya kami pisahkan. Yang perempuan melalui pintu kiri sedangkan peserta didik laki-laki di sebelah kanan,” ungkapnya kepada Riau Pos, kemarin.

Di samping edukasi tentang bahaya LGBT, sekolah juga mendatangkan pencerama agama dalam hal siraman rohani agar peserta didik dapat meningkatkan keimanannya. ”Kami lihat untuk perilaku peserta didik tidak ada yang seperti itu (LGBT, red), karena pihak sekolah tetap memperketat pengawasan peserta didik di sekolah. Mendatangkan ustaz tentu ada ya, orang tua juga berperan aktif mengawasi anaknya saat berada di luar sekolah,” tambahnya.

Sementara itu, pihak SMPN 20 Pekanbaru menilai eksistensi LGBT jangan sampai terjadi. Sangat membahayakan perkembangan perilaku anak di masa depan. Kepala SMPN 20 Pekanbaru, Yusra menyebutkan isu LGBT yang sudah menyentuh para peserta didik memang membuang resah dan gelisah, baik guru maupun orang tua siswa.

Untuk itu, sekolah dan para orang tua harus ikut berperan aktif dalam pengawasan anak didiknya. ”Kalau di sekolah sepertinya tidak ada ya perilaku LGBT, namun sekolah tetap intens melakukan pengawasan, orang tuanya juga mengawasi anaknya saat di luar sekolah dan pergaulannya juga,” tambahnya.

Adapun grup LGBT peserta didik SD tersebut, terungkap dari ponsel anak didik yang dirazia para gurunya.

Akhir-akhir ini persoalan LGBT lagi ramai dibahas. Hal ini  berawal dari, razia yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Pekanbaru ke sejumlah tempat penginapan. Hasilnya, 102 orang diamankan dan didata di Kantor Satpol PP Pekanbaru. Di antara mereka ada yang diketahui pasangan bukan suami istri dan ada juga yang diduga pasangan sesama jenis.

Keberadaan nyata kelompok ini juga diungkapkan Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Riau Benny F Gunawan SH. Ia katakan, ada siswa dari dua sekolah tingkat SMA/SMK di Pekanbaru terindikasi LGBT. Bahkan, para siswa tersebut membuat komunitas atau grup diduga LGBT.

Benny mengaku saat ini, perilaku menyimpang LGBT di Pekanbaru sudah sangat meresahkan keberadaannya dan mengkhawatirkan. Apalagi, setahun belakangan ini mereka sudah semakin memberanikan diri menunjukkan keberadaan komunitas mereka di Kota Bertuah Pekanbaru.

“Sering kita jumpai di acara-acara konser musik, fashion show, atau juga nongkrong di kafe-kafe,” katanya, Kamis (1/6).

Dijelaskannya, LBGT ini sebenarnya bisa dilihat perubahannya pada usia anak 6 atau 7 tahun. Karena pada umur tersebut bisa dilihat orientasi seksualnya karena anak sudah bisa menunjukan kekagumannya ke pada orang lain baik sesama jenis maupun beda jenis. “Peran orang tua sebagai pihak yang paling dekat dengan anak untuk bisa memperhatikan gejala-gejala yang diperlihatkan anak tersebut, sehingga orang tua dapat memberikan peringatan dan intervensi kepada anak,” katanya.

LAMR Bentuk Satgas Penanggulangan LGBTQ+
Menanggapi isu-isu LGBT, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan  Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan lainnya (LGBTQ+). Satgas ini diharapkan dapat menghimpun relawan dari berbagai unsur yang tidak saja bersifat pencegahan (prefentif) tetapi juga refresif.

Demikian dikatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Provinsi Riau Datuk Seri Drs H Taufik Ikram Jamil  MIKom kepada media usai memimpin rapat organisasi tersebut, Senin (19/6).(esi)

Laporan JOKO SUSILO dan EKA GUSMADI PUTRA, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook