Pengurus partai berlomba tebar pesona dengan bentangan bendera lambang partainya. Berebut simpati kadang menjadi antipati. Tak berani bersaing mengejar dan menghajar di sobek-sobek dan dibantai foto tetangga sebelahnya. Itulah kekuasaan membutakan mata mematikan hati.
Di pinggir-pinggir jalan, tepian got, tenda biru kaki lima tak ketinggalan pokok karet tengah hutan akan ditemukan spanduk politisi bertebaran di mana-mana. Meski dilarang tetap saja pohon-pohon dan tiang listrik berubah fungsi menjadi galeri tempat menempelkan foto-foto politisi narsis dengan slogan-slogan ajakan kepada rakyat.
Ismail Mage Direktur Sipil Institut (Studi Investasi Politik Indonesia) sebuah institusi independen dengan sukarela melakukan workshop pemasaran politik ke beberapa daerah untuk meluruskan persepsi yang salah tentang pemasaran politik. Hal ini menjadi penting dipahami politisi, karena berbicara masalah pemasaran itu berarti ada dua elemen pelaku utamanya, yaitu ada penjual yang menawarkan produk dan ada pembeli yang membeli produk.
Selama ini pemasaran politik sengaja atau tidak sengaja sudah berubah menjadi money politic, karena politisi bertindak sebagai pembeli suara dengan menggunakan alat bayar dengan beragam cara seperti