PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya, atau yang biasa disebut stunting, adalah masalah serius yang harus dituntaskan, termasuk di Riau.
Badan Kesehatan PBB, WHO, menyatakan, stunting yang terjadi dalam periode kritis atau seribu hari pertama sejak dalam kandungan akan memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. Menurut Badan PPB yang mengurus masalah anak-anak dan ibu, Unicef, dampak stunting dalam jangka panjang adalah menurunnya kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang.
"Untuk itu, pencegahan dan penanggulangan stunting, terutama di Riau, harus menjadi perhatian serius pemerintah karena masa depan bangsa menjadi taruhannya," ujar Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Riau, dr Devi Gusmayanto SpA M Biomed, kepada Riau Pos, Rabu (16/11).
Masalah stunting menjadi perhatian besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Riau yang akan menyelenggarakan acara bakti sosial (baksos) bertajuk IDI Riau Medical Camp yang akan diselenggarakan pada 19-20 November 2022. Kegiatan itu akan dipusatkan di Desa Muara Takus dan Desa Balung di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupatan Kampar. Dalam kegiatan ini, IDAI Riau akan ikut secara aktif dengan mengirimkan sejumlah dokter anak terbaik, juga peralatan kesehatan.
Ditambahkan Devi Gusmayanto, berdasarkan hasil survei Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,7 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh WHO bahwa prevalensi stunting di suatu negara tak boleh melebihi 20 persen.
Angka prevalensi stunting Riau sendiri sebesar 23,95 persen (2019). Sementara itu target nasional 2021 adalah 14 persen harapan turun 3 persen per tahun, dan target RPJMD Riau tahun 2021 adalah 18 persen
Dijelaskan oleh alumni Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Andalas (Unand) ini, stunting terjadi karena asupan gizi tidak kuat, dikarenakan kemiskinan, penelantaran, dan ketidaktahuan. Yang harus dilakukan adalah jaring pengaman sosial untuk menanggulangi kemiskina dan program kesejahteraan sosial anak. Jika masyarakat tidak tahu masalah stunting ini, maka harus ada penyuluhan dan edukasi tentang nutrisi berbasis bukti ilmiah.
"Gejala yang muncul adalah sering sakit, misalnya diare berulang karena sanitasi atau higienis perorangan buruk. Ada juga karena kelahiran prematu, alergi makanan, kelainan metabolisme bawaan, dan lainnya," ujar dokter PNS di RSUD Tengku Rafian Siak dan dokter anak RS Budhi Mulia Pekanbaru, ini.Dijelaskannya lagi, dampak jangka pendek stunting menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktivitas yang buruk, serta terhadap daya saing bangsa. Kemudian, secara fisik adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan berkurang, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.(hbk/c)