Ganti Rugi Bukan Solusi

Riau | Sabtu, 15 September 2018 - 11:19 WIB

Ganti Rugi Bukan Solusi
UNJUK RASA: Ratusan mahasiswa Universitas Riau saat unjuk rasa di Kantor Gubernur Riau Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Kamis (13/9/2018). Aksi itu terkait sengketa lahan di kampus mereka yang sudah 13 tahun tak kunjung selesai. (MHD AKHWAN/RIAU POS)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - PT Hasrat Tata Jaya (HTJ) yang meminta ganti rugi lahan seluas 17 hektare senilai Rp36 miliar di areal kampus Universitas Riau (Unri) tampaknya masih berbuntut panjang. Setelah 13 tahun persoalan berjalan, Pemprov Riau tampaknya masih enggan membayar. Karena menilai ganti rugi bukanlah solusi yang tepat, sebab proses hukum melalui peninjauan kembali (PK) bersama pengacara negara sedang ditempuh atas status lahan.

Gubernur Riau (Gubri) H Arsyadjuliandi Rachman meminta pihak perusahaan agar bersabar menunggu mekanisme yang berjalan. Karena ada aturan yang harus dijalani dalam masalah lahan di areal pendidikan yang sudah dihibahkan oleh kementerian terkait.
Baca Juga :Praktikum, Mahasiswa Umri Langsung Kunjungan ke Riau Pos

“Kita tak bisa sewenang-wenang untuk prosedur. Bukan tak ada anggaran, tapi proses hukum juga masih berjalan,” kata Gubri kepada Riau Pos.

Ini disampaikannya setelah aksi demonstrasi ribuan mahasiswa Unri yang mengerahkan massa ke Kantor Gubernur Kamis (13/9). Mereka turun karena areal kampusnya dipasang pagar berdinding batu sehari sebelumnya. Hal ini membuat mahasiswa menuntut agar persoalan lahan dengan PT HTJ ini agar segera diselesaikan.

Perihal ini pula, Pemprov Riau menegaskan tidak akan membayar ganti rugi. Karena kata Sekdaprov Riau H Ahmad Hijazi, masih ada celah untuk melakukan PK. “Kita berkewajiban mempertahankan aset negara. Proses hukum tetap jalan, proses itu tidak bisa simsalabim seperti maunya kita semua, termasuk maunya mahasiswa,” kata Sekda ketika dikonfirmasi Riau Pos.

Diakui Sekda, Pemprov Riau terkesan diberi opsi, pertama membayar ganti rugi sebesar Rp36 miliar atau lahan tersebut dieksekusi. “Dua-duanya belum mungkin, karena harus ada upaya hukum maksimal,” tambahnya.

Karena, seandainya dibayar maka akan ada proses hukum politik dan konsekuensi hukum. Terlebih sangat dimungkinkan kerugian negara atas lahan itu sudah diganti rugi, bersertifikat dan sudah tercatat sebagai aset peruntukan pendidikan yang dipakai Unri.

“Artinya apa? Tidak mungkin dibayar dua kali. Apalagi kalau proses hukum selanjutnya memenangkan Pemprov dan Unri, karena Kemenkeu menang PK sebagian lahan tersebutu. Makanya Pemprov juga akan PK dengan Novum baru dan Yurisprudensi Kemenganan DJKN di PK (hamparan lahan sama),” beber Sekda.

Ketua IKA Unri tersebut menambahkan, secara hukum PT HTJ tidak kuat menguasai lahan tersebut, karena proses PK lagi berjalan. Hijazi mengaku sangat menyayangkan sikap mahasiswa yang beranggapan bahwa jalan singkat penyelesaian dengan membayar dan tidak sependapat dengan penyelesaian hukum. “Bagi mahasiswa mungkin pragmatis Pemprov bayar selesai, kalau Pemprov tak bayar desak, demo. Masalahnya tidak sesederhana itu,” kata Hijazi.

Karena persoalannya jika tetap dibayarkan maka ada konsekuensi hukum yang harus dihadapi kelak. Di mana akan terhitung dibayar dua kali. Artinya bisa berakibat pada kerugian negara. Atas persoalan ini sebenarnya Pemprov sudah konsultasi ke Korsupgah KPK, Kemendagri dan Kementerian Keuangan mengenai penyelamatan aset negara.

“Menjaga lahan yg dikelola adalah tanggung jawab Unri, sebagai bagian dari almamater mestinya semua civitas berazam untuk mempertahankan lahan tersebut,” katanya.(egp)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook